i kinda like him

8.4K 1.4K 98
                                    

Setelah mengeringkan rambutku yang basah aku segera duduk menyandar di kepala ranjang dan melanjutkan video call dengan Reza.

Pacarku itu tampak tengah duduk di sebuah bar dan lagu Vapor milik 5 Second of Summer tampak terdengar samar-samar.

Seharusnya karena kami sama-sama free setelah sekian lama, kami bisa kencan hari ini. Namun, Reza harus datang ke ulang tahun sahabatnya. Jadi, lagi-lagi aku bakal mengalah.

Anna dan Reza sudah bersahabat sejak SMA. Anna sudah ada di sisi Reza sejak lama, dan nggak sepatutnya aku mengambil atau mengubah apa pun yang Reza punya.

Awal-awal aku memang tidak nyaman dengan hubungan mereka berdua yang sangatlah dekat, tapi lama-lama aku terbiasa. Karena aku tahu hubungan mereka hanya akan sebatas ini, dan aku percaya pada Reza.

Aku juga dekat dengan Anna, jadi aku tahu aku bisa mempercayai mereka berdua.

Toh, mereka dari SMA cuma sahabatan saja. Jadi, hubungan mereka juga pasti cuma sebatas itu saja. Selama ini aku sudah menutup mata, sampai rasa tak nyaman itu menghilang tidak bersisa. Entah karena memang benar-benar terbiasa, atau karena aku yang semakin pandai pura-pura.

Tapi seperti ini saja cukup. Manusia tidak boleh serakah kan? Jadi, sudah sepantasnya aku tidak menuntut apa-apa.

“Jadi, hari ini kamu cuma bakal me time berdua aja sama si Debby?”

“Iya, niatnya mau maraton film. Sama nyoba make up. Nggak tahu deh apa rencana si gila itu, yang pasti malam ini kami bakal bergadang sampai pagi!”

Reza tertawa di ujung sana. “Pumpung cuma ada kalian berdua, berantakin aja sekalian Twogether. Toh, si emak lampir cerewet udah pindahan juga kan?”

Kali ini aku yang tertawa ngakak. “Parah, kalo Wina denger pasti udah ngomel nggak berhenti kayak kereta! Kamu udah ngajuin cuti buat ke Jogja minggu depan, kan?”

“Iya, aku udah ngajuin, kok. Cuma mungkin agak mepet.”

“Nggak bisa berangkat bareng dong?” tanyaku sambil manyun.

“Aku usahain Jumat udah bisa cuti, ya, Sayang....”

Aku mengangguk mengerti walau ada rasa tidak nyaman yang bercokol di dada. “I miss you, Za.”

“I miss you too, Dewi. Besok aku jemput ya? Kita cari kado buat Wina.”

“Oke, besok aku juga mau ke Grand Indonesia. Mau ketemu di sana?”

“Siap! Yaudah, ini Anna udah dateng. Aku matiin ya, Sayang? Love youuuu!”

“Love you too.”

Setelah itu Reza mematikan video call kami, dan aku langsung menjatuhkan kepalaku ke kasur sambil menutupi kedua mataku dengan lengan kanan.

Apa bahagia memang selalu sekosong ini?

***

Aku dan Debby duduk bersebelahan di sofa ruang berkumpul. Karena kami berdua menganggap hari ini adalah cheating day, kami pun memasak ramen dengan toping super lengkap dan juga menyiapkan berbagai ciki untuk kami makan sambil nanti menonton film.

Kami juga menyiapkan white wine yang Debby ambil diam-diam dari wine cellar di rumah keluarga Utomo.

Hari ini kami memang bisa makan sepuasnya sampai perut kekenyangan, tapi untuk seminggu ke depan aku bisa membayangkan aku dan Debby bakal menghabiskan waktu gila-gilaan di gym. Mungkin kali ini bakal bikin dare gila lagi. Seperti; membelikan all you can eat diakhir bulan kalau kami tidak lari atau workout seminggu full.

Kali ini kami berdua memutuskan untuk nonton film scifi-romance berjudul Zoe. Katanya sekalian ia riset karena ingin mengikuti lomba komik science fiction bulan depan.

Walau setelah ini dapat dipastikan kalau Debby bakal menonton ulang, karena kami berdua tidak menonton film dengan fokus—karena kami menonton sambil make up-an dan juga sambil mendengarkan lagu get him back milik Olivia Rodrigo.

Lalu kami mengambil foto banyak-banyak dengan inpirasi dari mbak-mbak Pinterest. Kami juga meng-upload-nya di insta-story dan mendapat beberapa like serta reply yang kami abaikan, karena saat ini kami sudah setengah mabuk.

Kami meneguk white wine dari flute masing-masing. Lalu menyadarkan kepala di sofa dan tertawa sambil berhadapan satu sama lain.

“Wi! Akhirnya gue rasa kali ini gue beneran move onnnnn! Akhirnya saat bayangin si Voldemort gue nggak ngerasa sakit lagi, yeyyyy!”

Debby memang menyebut Xavier sebagai Voldemort, karena ia begitu enggan menyebut nama mantannya itu.

“Yeyyyyyy!” teriakku sambil cekikikan karena saat ini aku tipsy. “Congratulations, babe! Mantan memang lebih baik dihempas jauh-jauh. Hus~hus!”

“Dan lo tahu nggak? Kayaknya gue beneran jatuh cinta sama Bayu. Kali ini bukan karena nge-crush culun kayak anak SMA yang bucinin kakak kelas ganteng. Gue beneran suka Bayu, Wi! Hihi, gue bahkan udah hapus semua akun dating apps gue, lalu kemaren kita nonton bareng! He's so sweet!”

Begitu nama Bayu disebut, ada gelenyar panas yang menyelimuti seluruh tubuhku. Sehingga membuat aku kembali meneguk white wine yang tersisa di flute.

Lalu bayangan pertemuan kembali dengan Bayu kembali berputar di kepala. Semuanya begitu jelas, walau saat ini kepalaku nge-blur karena alkohol.

Dan aku membenci pria itu karena Bayu benar. Aku membenci pria itu karena memikirkan semua ucapannya dan bagaimana ia membuat diriku merasa dihargai. Aku membenci pria itu karena membuatku ingin ada di kehangatan itu lagi. Aku membenci pria itu karena debaran yang seharusnya tidak ada. Aku membecinya—sampai rasanya mau gila.

Aku tersenyum kecil—mengingat bagaimana pria itu membuat perasaanku naik-turun seperti roller coaster akhir-akhir ini. “Yah, he's annoying. Tapi Bayu memang baik, sih—”

“Ya kan!” sambar Debby antusias.

“Tapi tetep aja, nyebelinnya lebih banyak!”

Lalu dengan ngawur dan setengah sadar aku mulai menceritakan masa-masa sekolahku dengan Bayu. Yang membuat Debby mendengarnya dengan antusias karena merasa jadi tahu banyak hal tentang pria itu.

Aku mengingat semuanya, tentang masa sekolah yang suram dan games menyebalkan yang dimainkan cowok itu.

Aku membencinya setengah mati, tapi juga menginginkannya hingga rasanya mau mati.

Dan kalau pertemuan kami ada di alur yang berbeda, mungkin aku juga akan menyukai seorang Bayu Soeharjanto.

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang