is it true that pain is beauty?

23.8K 2.4K 80
                                    

SMA Pemuda, 2014

Aku memasang headset di kedua telinga, dan suara Avril Lavigne yang menyanyikan lagu When You're Gone langsung menusuk indra pendengaranku.

Sesampainya di gerbang sekolah aku langsung menyapa satpam yang saat ini berjaga dan segera berjalan ke gedung B yang ada di samping kanan. Kebetulan anak-anak kelas 12 memang kelasnya ada di bawah, jadi aku tidak perlu menaiki tangga untuk naik ke lantai 4 seperti kelas 11, tahun lalu.

Saat aku hendak berbelok di lorong yang akan membawaku ke kelas, tiba-tiba tiga buah tas melayang arahku sehingga ponsel yang ada di tanganku terjatuh dan headset yang tadinya menggantung di telingaku pun terlepas paksa hingga kedua benda itu teronggok dengan mengenaskan di lantai.

"Heh, babi! Bawain tas kita bertiga! Sayang banget kan kalo badan raksasa lo itu nggak dimanfaatin!" teriak suara yang sudah begitu aku hafal, karena seorang Tatyana Sulistiyo memang sudah membenciku sejak pertama kali aku memasuki sekolah ini. Cewek itu benar-benar sangat suka menggangguku dan membuat masa abu-abuku menjadi seperti neraka.

Lebih tepatnya hampir 3 tahun ini aku memang hidup di neraka.

Aku menggigit bibirku mati-matian untuk menelan lagi semua makian dan sesak yang menggerogoti dadaku dengan brutal. Mereka bilang cantik itu luka? Tapi percayalah tidak cantik itu lebih luka. Bukan mauku punya badan gendut padahal tinggiku cuma 150, hingga kata mereka mirip babi. Bukan mauku aku punya jerawat hormonal yang membuat wajahku gradakan, dan bukan mauku dibuang di panti asuhan sehingga tidak tahu siapa kedua orang tuaku. Bukan mauku jadi anak haram dan punya fisik yang tidak cantik.

Sebenarnya berkali-kali pula aku berpikir untuk berhenti sekolah karena ini sangat menyakitkan, tapi aku juga tidak mungkin membuang beasiswa yang sudah aku dapatkan mati-matian.

Sabar Dewi, tolong sabarlah sedikit lagi. Tinggal ujian lalu lulus dan mari angkat kaki dari sekolah ini, dan jangan pernah kembali lagi.


Aku berniat berjongkok untuk mengambil ponsel dan headset-ku yang jatuh ke lantai, tapi gerakanku berhenti karena sudah ada orang lain yang mengambilkan barangku terlebih dahulu.

Bayu tersenyum manis seraya berjalan ke arahku dengan gaya slengean nan akuhnya seperti biasa. Oke, tolong jangan berpikir kalau Bayu adalah pangeran berkuda putih yang akan menyelamatkan setiap korban bully, karena dia adalah pangeran dari neraka!

Sungguh, aku membencinya setengah mati. Sama seperti aku membenci Tatyana dan dayang-dayangnya.

Sesampainya di depanku, Bayu segera menyambar tas Tatyana yang ada di pelukanku lalu segera menjatuhkannya ke lantai-yang tentu saja langsung membuat gadis itu berteriak dramatis.

"Bayyyyyyyyyyyy!" protes Tata dengan nada dramatis dan melengking-yang justru lebih mirip seperti tikus terjepit.

Namun, Bayu tak menanggapi reaksi dramatis Tata, pria itu hanya menatap Tata dengan tatapan datarnya dan segera berbalik untuk menggiringku-yap kalian nggak salah dengar-berjalan di sampingnya.

Keluar dari kandang singa tapi masuk ke mulut buaya, itulah situasi yang aku alami saat ini.

Sesampainya di kelas Bayu segera menghalangi aku yang ingin duduk di bangkuku. "Hari ini lo duduk bareng gue. Gue belum ngerjain PR PKN, jadi lo tolong ketikin sekalian, oke? Anggap aja sebagai balasan karena gue udah nolongin lo tadi."
Kan, sudah aku bilang, pria ini sama brengseknya dengan mereka semua. Dan lagi-lagi aku cuma bisa diam, karena tidak mampu protes sama sekali.

Aku mengepalkan tangan kuat-kuat untuk menahan setiap rasa marah dan sakit yang membeludak di dada. Dan seperti biasanya, aku menyemangati diri sendiri untuk bertahan sedikit lagi.

fortnight.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang