"Hahhh! " Seru Haechan seraya menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan mata tertutup ia tersenyum sembari menarik lalu membuang nafas beberapa kali.
"Aku kira hari ini tidak akan pernah tiba lagi! " Ujar Haechan masih memejamkan matanya sedangkan Ryujin masih sibuk melepas mantel, topi dan maskernya.
"Aku kira kita akan berakhir secepat itu! " Sontak Ryujin memelankan pergerakannya, pembahasan yang teramat membuat dirinya terhenyuk.
"Tapi aku salut pada diriku! " Haechan membuka matanya menatap Ryujin yang terdiam, ia tersenyum lalu kembali menutup mata "pada dirimu , pada kita. Kita bisa melewatinya! " Ryujin tersenyum tipis lalu menaruh masker dan topinya di atas meja TV.
Kakinya melangkah ke arah ranjang lalu ikut merebahkan tubuhnya menyamping. "Aku tidak tau akan seperti apa aku sekarang jika takdir berkata lain! " Ucap Ryujin lirih mengalihkan fokus Haechan.
Entahlah, katakan jika Ryujin gila. Ini pertama kalinya dia menjalin kasih, Haechan begitu berharga baginya. Di keheningan malam saat gemuruh petir bersuara mengiringi sang hujan yang bernyanyi disanalah rasa sepi menyelimuti hati Ryujin, pikiran-pikiran aneh mengganggunya tapi hanya dengan membayangkan betapa hangatnya pelukan Haechan dan betapa lebarnya punggung pria itu untuk ia berlindung membuatnya tenang seketika.
Ryujin ingin menggantungkan hidupnya pada Haechan, membiarkan pria itu memilih jalan untuk mereka, bertanggung jawab atas segalanya tentang mereka dan menangani segalanya. Ryujin ingin berteduh di bawah jubah Haechan. Ryujin ingin Haechan selalu berada di sampingnya.
Seberarti itu Haechan dalam hidupnya, walau Haechan bukanlah siapa-siapa jika kata orang 'hanyalah kekasih yang mungkin akan pergi' tapi hati Ryujin sudah menobatkan Haechan sebagai pemiliknya.
"Untuk saat ini aku yakin itu tidak akan pernah terjadi! " Ujar Haechan berhasil membuat Ryujin menyernyit.
"Untuk saat ini? " Ulangnya memandang sayu ke arah Haechan yang juga menatapnya lembut.
Haechan merengkuh tubuh Ryujin "aku memahami perasaanku, untuk saat ini aku berani bertaruh kalau takdir lain itu tidak akan terjadi! Kita tidak tau apa yang akan terjadi di masa depan! Aku tidak mau menjadi pria penebar janji! Mungkin itu keadaan atau perasaan kita yang berubah! " Ryujin memukul dada Haechan mencoba memisahkan pagutan mereka, kenapa rasanya perih sekali? Air mata Ryujin seketika merembes tanpa pemanasan.
Haechan menghela nafasnya lalu mencoba kembali merengkuh Ryujin yang akhirnya luluh setelah beberapa kali menolak. "Jika memang itu akan terjadi, seharusnya kau jangan jadi orang jahat dengan mengatakan kemungkinan kejam seperti itu! " Ryujin mencubit keras pinggang Haechan membuat pria tan itu meringis kesakitan.
"Hey! " Haechan menarik dagu Ryujin yang sudah menangis sesenggukan, gadis itu mengarahkan bola matanya ke sembarang arah kala Haechan memaksa wajah mereka berhadapan.
"Lihat aku! " Titah Haechan lembut tapi Ryujin enggan menuruti perintah Haechan.
"Ryu! "
"Bajing-" Ryujin menutup rapat bibirnya ketika bibir Haechan mengecupnya sekilas.
"Jangan mengumpat! Tidak baik! " Haechan mengusak rambut Ryujin.
Seperti sebuah transisi video, suasana suram beberapa detik yang lalu seketika berubah kala Haechan menyerukan kalimatnya beserta usakan di rambut Ryujin.
Nada bicara pria itu berbeda, seolah menariknya untuk melupakan kejadian lalu. "Kau yang jaga ucapan! " Desis Ryujin kesal.
Kaki Ryujin meringkuk menimpa kaki Haechan yang telentang. Hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Got Married [Haechan X Ryujin]
FanficPengen baca cerita kayak gini, tapi belum ada . Ya buat sendiri 😆 Biar makin halu aja.. Kalo ga nyambung maklumlah namanya juga halu..