Di atas salah satu ranjang yang ada di UKS, Hana terlihat duduk selonjoran sambil merapatkan punggung ke dinding. Tepat di atas kepalanya ada jendela yang terbuka, membuat ruangan itu diterpa mentari pagi. Juga semilir angin yang menyejukkan.
Hana terdiam di sana sembari mendengarkan lagu galau dari mp3 player miliknya. Ia mengatupkan bibir. Di balik kacamata yang ia gunakan untuk menyamarkan mata sembabnya, Hana menerawang ke tirai yang menutup di depannya.
Dia mendengkus, merasa heran sendiri kenapa dirinya seperti orang galau begini. Padahal ia tidak sedang putus cinta. Tapi kenapa seperti ada yang berkecamuk di dalam hatinya. Walau sekilas ia tampak baik-baik saja, namun nyatanya ada luka yang tak berdarah. Juga rasa penasaran akan sesuatu yang hilang di benaknya.
Ingat ketika dirinya bertemu gadis yang memanggilnya akrab semalam. Hana jadi meruntuk, memaksa Ragel menceritakan semua masa lalunya begitu kembali ke rumah. Kemudian merasa marah pada diri sendiri setelahnya, walau pada akhirnya ia menangis kecewa karena ingatan itu tidak tersentil sama sekali. Seakan ada sesuatu yang salah.
Tapi apa?
Melihat tirai dibuka, Hana mencopot headset yang terpasang di telinganya. Kemudian tersenyum tipis, memerhatikan gadis berompi merah yang meletakkan teh hangat di atas meja--samping tempat tidur UKS di mana Hana berada. Gadis berlesung pipi ini adalah ketua PMR.
"Han, gue mau ke bawah. Gak papa gue tinggal sendiri?" tanya Haliya sedikit tidak tega. Mendesis pelan, ingin mengurungkan niat. Namun berikutnya mengerutkan kening tidak enak karena gadis itu mempersilakannya pergi.
"Iya, gak papa kok."
"Yaudah, gue tinggal ya. Kak Risa juga udah otw ke sini kok," kata Haliya, menyebutkan salah satu alumni sekolah mereka yang sejak dua bulan lalu memilih magang sebagai penjaga UKS.
Hana mengangguk sekilas, lantas kembali memasang headset setelah Haliya menutup tirai dan berjalan keluar. Bertepatan dengan itu, Hana jadi mengernyit. Samar-samar ia mendengar seseorang mendekat, walau berikutnya ia memilih tidak peduli. Berpikir mungkin itu kak Risa.
Sampai sebuah telapak tangan menempel lembut di dahinya, membuat gadis itu mengerjap dan menoleh ke kiri, lantas membelalak kaget.
"Morning," sapa Adelio, menyambut Hana dengan senyuman tipis. Membuat Hana menegak.
Lalu menggeleng-geleng untuk menepis apa yang ia lihat di sini. Bahkan sampai melepas kacamatanya dengan panik. Kemudian mengucek-ngucek mata dan memasangnya lagi. Kan pemuda itu jadi gemas melihat Hana.
"Ini Adelio bukan hantu," celetuknya, lantas melepas headset dari telinga kiri Hana dan memakainya dengan lancang, membuat gadis itu kembali tersentak.
Namun di detik berikutnya Hana menarik headsetnya kembali dan menatap Adelio kesal.
"Ngapain lo di sini?" tanya Hana jutek, walau sebenarnya ada rasa aneh saat melihat cowok berkacamata itu duduk di sebelahnya tanpa mengalihkan pandangan seperti ini.
"Hmm? Mau nemenin," jawab Adelio sok polos, masih dengan tatapan yang sama. Membuat gadis itu meruntuk karena merasakan pipinya yang kini mulai merona samar di sana.
"Ck, ketua OSIS tuh harusnya berdiri di dekat guru pas upacara. Jadi contoh yang baik sebagai panutan," kata Hana sarkas sambil mengalihkan pandangan ke sisi lain. "Upacara lo sana!"
"Males. Gak ada elo di sana," balas Adelio santai.
Sementara Hana sudah tertegun mendengarnya. Gadis itu mengerjap-ngerjap, menguasai diri agar tidak salah tingkah. Mengeraskan hati sambil berpikir cukup seperti ini saja. Sebagai teman kelas, musuh ambis, dan sekretarisnya di OSIS. Tidak lebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]
Teen Fiction♡♡♡ Rival, tapi kok jadi begini .... Sudah jadi rahasia umum di SMA Unggulan Bumi Khatulistiwa bahwa Hana Adisty Permata selalu memusuhi Adelio Bintang Antares. Alasannya cukup sederhana, karena Adelio lebih unggul akademik dibandingkan dirinya, jug...