23 - Obat Hatinya Abang

2.8K 292 13
                                    

"Tu cewek emang sakit mata. Jelas-jelas muka gue seganteng Ji Chang Wook, masa manggilnya om sih."

Hana hanya menghela napas panjang saat mendengar ocehan Ragel di sebelahnya. Tidak berminat sama sekali untuk ikut campur, walau biasanya ia yang paling bersemangat saat menemukan sesuatu yang akan menistakan kakaknya ini. Tapi untuk sekarang, Hana benar-benar tidak ada niat meski sekedar melirik Ragel.

"Gila banget t--"

"Ck, bisa diem gak?" ucap Hana akhirnya membuka mulut, memerotes dengan kening mengerut. Mulai merasa kesal karena sudah hampir satu jam ia terdiam dan kakaknya ini belum juga berhenti bersungut-sungut. "Mulut lo gue sumpel pake remot, mau hah?"

Ragel mencibir saja. Kemudian meraih remote TV dan mengganti saluran. Tidak banyak bicara lagi seperti sebelumnya karena memang sudah mengerti apa masalah adiknya ini. Bahkan Hana tidak pernah tahu kalau Ragel punya mata-mata di sekolah. Yang mana selalu memberikan informasi akurat saat tingkah adiknya ini tidak seperti biasanya.

Hana merapatkan bibir. Duduk di atas sofa ruang tengah sambil memeluk lututnya yang tertekuk, membuat dirinya jadi tambah nelangsa di sana. Melamunkan kembali bahwa sudah hari ketiga sejak ia melontarkan kalimat frontalnya pada Adelio di UKS. Seharusnya kan Hana senang tuh karena si ketos rese yang suka bikin naik darah sudah menjauh dan tidak mengganggunya lagi.

Tapi kenapa Hana malah tambah galau?! Makin sedih? Canggung apalagi! Belum lagi saat berpapasan sama cowok itu. Mengingat mereka sekelas dan sama-sama di inti OSIS, membuat Hana ingin menendang wajahnya yang tetap terlihat biasa-biasa saja.

KENAPA CUMA GUE YANG NGERASA SEDIH SIH? KENAPA!!!

"Astagfirullah!" pekik Ragel spontan, tergelonjak hingga tubuhnya terdorong ke sisi kanan sofa saat Hana tiba-tiba merengek dan menendang pahanya.

"Anjing lo!" umpat Hana tanpa sadar sudah meluap-luap, membuat Ragel melotot kecil padanya. Kemudian menoleh cepat ke pintu kamar pak Surya yang mendadak terbuka dan menampilkan sosok tegap ayahnya yang belum sempat mengganti pakaian berwarna hijaunya.

"Abang, itu adek kamu jangan diajarin ngumpat dong. Dia anak perempuan, gak pantas dengarnya," tegur pak Surya sambil berjalan menghampiri keduanya.

Ragel menggeleng cepat untuk meralat. "Bukan--"

"A, a, a," potong pak Surya sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya ke arah Ragel dan membuatnya terbungkam begitu saja. "Gak usah ngeles. Daripada kamu ajarin yang aneh-aneh, mending sana beliin bapak bakso. Beli tiga bungkus."

"Lah, banyak amat," heran Ragel yang terseok begitu saja dari sofa saat pak Surya menariknya untuk berdiri. Hana yang melihat itu pun memilih tidak berkomentar apa-apa dan kembali ke mode suram seperti sebelumnya, sementara Ragel hanya bisa menghela napas sedih di sana.

"Yaudah, abang pake baju dulu," ucapnya pasrah, melangkah ke kamarnya karena memang sedari awal pemuda itu hanya mengenakan pakaian dalam berwarna putih dan boxer hitam kesukaannya.

Ruang tengah kembali hening. Hanya terdengar suara TV yang menampilkan acara berita kala itu. Pak Surya menipiskan pandangan, memerhatikan Hana yang beberapa kali menghela napas berat di sebelahnya.

"Belum akur juga sama Adelio?"

Pertanyaan itu pun membuat Hana tersentak, walau berikutnya ia mendengkus keras dengan tangan yang segera menjulur ke atas meja. Mengacuhkan sang ayah dan meraih toples berisi camilan kacang. Kemudian memeluknya menggunakan kaki. Pak Surya jadi menyendu melihatnya.

Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang