28 - Dibalik Akun HAF_Official

2.8K 250 15
                                    

Hana turun dari motor sambil melepas helm, lalu menatap Adelio yang membuka kaca helmnya. Kini mereka sudah pulang dari acara bazar OSIS dan keduanya sudah tiba di depan pagar rumah Hana.

"Thanks udah nganterin," kata Hana.

"Sama-sama." Adelio menghela napas. "Maaf juga soal yang tadi," ujarnya sedikit menyinggung kesalahpahaman tentang baju couple itu.

"Hm? Gak papa kok. Elo juga udah ngasih tau anak-anak kalau kita gak ada apa-apa." Hana sedikit meringis dalam hati. "Kita kan cuma temen," sambungnya sedikit menyindir. Tiba-tiba jadi berharap kalau cowok berkacamata ini mau peka sedikit, padahal sudah ngebaperin sampe segitunya. Rese memang.

Tapi Hana tidak sadar kalau kalimatnya itu sudah bikin Adelio menciut lagi. Merasa bahwa dirinya kembali tertolak untuk kedua kalinya. Adelio menghela napas, mencoba bersabar sekali lagi. Walau hatinya sudah mencelos karena gadis ini.

"Udah hampir tengah malam, Han. Masuk gih," perintah Adelio dengan suara agak serak. "Tidur yang cepet. Gak baik anak cewek begadang."

Hana tersenyum tipis, mengangguk tanpa bersuara. Kemudian membuka pagar dan masuk ke dalam rumah. Adelio menghela napas panjang. Mulai melanjukan motornya kembali dan menghentikannya tepat di sebelah dua mobil hitam yang terparkir di garasi rumahnya.

Cowok itu melepas helm dan jaket sambil memandangi mobil yang ia ketahui milik kedua orang tuanya. Setelah menyampirkan jaket dan menyimpan helmnya di atas motor, ia pun mendengkus dan segera masuk ke dalam rumah dengan wajah berubah mengeruh.

"Kamu dari mana aja, Lio?" sergah wanita berambut pendek itu. Masih berpakaian kantor lengkap dengan sepatu hak tingginya, ia duduk di sofa sambil bersedekap. Kedua matanya yang menyayu tampak menatap lurus Adelio yang sudah menghentikan langkah akibat ucapannya tadi. "Ini sudah tengah malam--"

"Memangnya kamu tau apa soal Adelio?"

Seorang pria berjas abu-abu pun muncul dari bilik sebelah. Dia memotong kalimat wanita itu. Tatapan Adelio kini mengosong. Mengerti benar bahwa dirinya sedang berada di situasi bagaimana.

"Ma, Pa--"

"Kamu lihat ini, Intan?" Pria itu meraih id card yang mengalung di leher Adelio, menunjukkannya pada wanita yang masih duduk bergeming di sofa panjang ruang tamu. Mengabaikan Adelio yang berniat meredam pertengkaran mereka.

"Putra saya orang yang sibuk. Tidak seperti kamu yang tidak punya pekerjaan, selain mengikuti saya setiap hari," lanjutnya terdengar sarkas. Membuat wanita yang duduk di sofa itu jadi tersulut emosinya dan mendengkus. "Tukang selingkuh seperti kamu--"

Kalimat wanita itu berhenti seketika saat Adelio mendadak tertawa keras, seolah mengejek keduanya. Walau semakin lama tawanya malah terdengar miris. Bahkan mendekati tangisan pilu dengan bola mata yang masih mengering.

"Apa untungnya kalian bertengkar di depan anak sendiri?" tanya Adelio sinis. Merasa muak saja dengan kelakuan orang tuanya yang tidak pernah terlihat akur. "Enggak malu sama mbak Lala?" tanyanya lagi. Mulai menyinggung asisten rumah tangga mereka yang mana, Adelio menganggap kalau perhatian mbak Lala selama ini lebih membekas ketimbang orang tuanya sendiri.

"Bukan begitu, Lio." Mamanya hendak bangkit dari duduknya, namun Adelio memberikan isyarat berupa gerakan dan membuat mamahnya itu kembali terduduk pasrah.

"Kalian suka berargumen kan? Silakan. Ayo, lanjutkan. Adelio bisa tutup telinga lagi kok," pungkasnya yang kemudian melangkah mundur sesaat. Niatnya ingin beranjak, namun papanya yang sedari tadi menatapnya dingin kini angkat bicara. Membuat Adelio mengurungkan diri.

"Adelio," panggil papanya dengan suara khasnya yang berat dan mengintimidasi.

"Apa?" sahutnya Adelio dingin.

Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang