Sehabis makan bersama adiknya, Adelio memilih berlalu dari meja makan tanpa mengatakan sepatah kata pun. Membuat Anara dan mbak Lala saling berpandangan sesaat. Kemudian gadis itu menghela napas setelah mbak Lala mengusap-usap punggungnya untuk menenangkan, lantas kembali menatap punggung Adelio yang sudah beranjak.
Sambil melangkah gontai ke lantai atas, Adelio terdengar menghela napas berat. Bahunya juga tampak menurun, lemas. Saking tidak bertenaganya, ia sampai berpegangan ke besi penyangga tangga. Membuat Anara dan mbak Lala yang memerhatikannya dari dapur jadi menatapnya kasihan. Mengingat sudah tiga hari Adelio meredup seperti tidak memiliki semangat karena seorang gadis.
Padahal beberapa hari yang lalu kakaknya itu terlihat senang. Walau tidak menampakkannya, namun Anara bisa tahu karena mereka sudah tinggal bersama sejak kecil. Bahkan jika dibandingkan kedua orang tua mereka, mungkin Anara lebih dekat dengan kakaknya ini. Jadi kalau sudah begini, mana mungkin Anara tidak peka pada kakaknya. Mau Adelio merasa senang ataupun sedih, gadis ini akan merasakannya juga bukan?
Kedua alis Anara langsung terangkat saat Adelio menghentikan langkahnya dan menoleh padanya tanpa ekspresi. Membuat Anara memegang erat tangan mbak Lala yang masih berdiri di sebelahnya. Takut kalau kakaknya itu tiba-tiba melompat dari tangga, walaupun itu tidak berefek apa-apa karena Adelio baru di anak tangga kelima.
"Ra, beliin rokok dong," ucap Adelio dengan suara serak. Menelan ludah sesaat, lalu menatap kosong Anara lagi. "Bir juga boleh."
Anara tersentak, walau di detik berikutnya jadi menyendu. Dia menghela napas pasrah. Tidak sanggup lagi melihat kakaknya seperti mau mati begini dan apa itu barusan? Permintaan Adelio yang satu itu cukup membuat Anara syok. Itu sudah terlalu nekat menurutnya.
"Ra, beliin ... pake uang abang aja," ulangnya lagi sedikit menambah volume suara. Kini pemuda itu sudah duduk di anak tangga sambil melipat lutut dengan tatapan yang menerawang ke lantai bawah. Anara mendecak. Mulai merasa gemas sendiri.
"LEMAH LO EMANG," tukas Anara sambil bangkit dari duduknya, membuat mbak Lala kaget. Wanita itu segera menahan lengan Anara yang ingin menjauhi area dapur. Adelio hanya mengatupkan bibir.
"Neng, jangan dibeliin atuh," tegur mbak Lala. "Kalau orang tua kalian tau gimana?"
"Ssstt!" Anara meletakkan telunjukknya ke depan bibir, lantas sedikit mencondongkan tubuh ke mbak Lala sambil berbisik pelan. Sedangkan Adelio hanya melirik sekilas, lalu kembali menerawang lantai ubin yang ia pijak saat ini.
"Makanya Mbak Lala jangan bilang-bilang. Anara mau keluar dulu. Pokoknya jagain abang, jangan sampai dia keluar dari rumah. Oke?"
"Neng, jangan dibeliin!" ujar mbak Lala dengan teriakan tertahan.
"Iya, enggak. Udah, mbak Lala tenang aja deh. Anara keluar dulu."
Dengan segera Anara pergi setelah mbak Lala mengangguk ragu. Sementara di tempat Adelio sekarang, cowok itu tampak merogoh sakunya karena tiba-tiba mendengar ponselnya yang mengeluarkan bunyi notifikasi beruntun.
Kemudian Adelio mendengkus saat mendapati beranda whatsAppnya yang menampilkan sebuah group chat baru.
✏✏✏
Agen Cinta Ketos Labil
Vino Bramantio membuat group Agen Cinta Ketos Labil
Vino Bramantio menambahkan Adelio Bintang Antares, Delima Kirania, dan Fidelya Alistia
Fidelya : wait
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketos Vs Sekretaris OSIS [SELESAI]
किशोर उपन्यास♡♡♡ Rival, tapi kok jadi begini .... Sudah jadi rahasia umum di SMA Unggulan Bumi Khatulistiwa bahwa Hana Adisty Permata selalu memusuhi Adelio Bintang Antares. Alasannya cukup sederhana, karena Adelio lebih unggul akademik dibandingkan dirinya, jug...