C I R C U M S T A N C E S (19)

144 18 6
                                    

OPENING

Dengan tergesa, Seokjin kembali mengenakan jasnya yang baru saja 2 menit yang lalu ia lepas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan tergesa, Seokjin kembali mengenakan jasnya yang baru saja 2 menit yang lalu ia lepas. Tak lupa lelaki itu menyahut kunci mobil yang sudah diletakkan di atas nakas. Ia pun bergegas keluar dari kamar dan menyusul Yujin ke apartemen gadis ituㅡ gadis itu sedang kolaps dan ya, hanya Seokjin yang bisa dimintai tolong.

Saat melewati ruang televisi, ia melihat ke arah pintu  balkon yang masih terbuka. Jiwon masih di sana dan terdengar gadis itu sedang meracau menyebut-nyebut nama Seokjin serta embel-embel sumpah-serapah yang gadis itu sematkan dibelakang namanya.

Seokjin hanya memutar bola matanya dan menganggap sikap Jiwon sangat kekanakan.

Tak ingin hal buruk terjadi pada Yujin, ia pun segera pergi. Sepanjang perjalananㅡ di dalam mobil, Seokjin tak henti-hentinya berdoa agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan terhadap Na Yujinㅡ gadis yang sesungguhnya masih ia simpan namanya di lubuk hati terdalamnya.

Kenangan indah bersama Na Yujin di masalalu gak mungkin dilupakan dengan mudah. Gadis itu yang menemaninya dari enol, gadis itu pula yang selalu memberikan dukungan serta cinta yang mampu membuat Kim Seokjin menjadi seperti sekarang ini. Namun, Na Yujin pula yang menghancurkan hatinya secara gemilang.

Tak butuh waktu lama untuk sampai di apartemen Yujin, karena Seokjin menyarankan agar gadis itu tinggal di apartemen yang dekat dengan tempat tinggalnya. Supaya jika terjadi hal buruk seperti ini, Seokjin tidak repot mengurusnya.

Sesampainya di lobi, petugas menyapa Seokjin dengan hormat. Petugas itu tentu kenal baik dengannyaㅡ unit apartemen yang ditempati Yujin adalah miliknya dan tentu saja gedung apartemen itu terjamin aman privasinya, sehingga tidak akan tercium media. Hal tersebut adalah salah satu alasan Yujin tinggal di sana.

"Yujin ah, apa yang terjadi?" panik Seokjin saat ia mendapati Yujin terbaring di sofa ruang televisi.

"A-ah-aku tidak tahu. Men-menda-mendadak dadaku ter-rasa ses-sesak," jawab Yujin terbata-bata dengan nafas yang tersengal.

"Yujin ah, kita harus ke rumah sakit sekarang juga," Seokjin berniat membopong Yujin, namun buru-buru dicekal olah gadis itu.

"Aku tidak mau. Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin kau di sini menemaniku."

Seokjin tersenyum lalu meraba wajah Yujin dengan lembut. Telapak tangan dingin Seokjin membuat gadis itu sedikit meringis, namun ia merasa nyaman. "Tidurlah! Aku akan menjagamu di sini," ujarnya. Yujin pun mengangguk dan memejamkan kedua matanya perlahan.


***

Seokjin memijat pelipisnya kuat setelah menekan sandi apartemennya. Letihnya akibat pekerjaan serta begadang hingga pagi membuat kepalanya berdenyut hebat. Akhir-akhir ini ia memang merasa sering mengalami sakit kepala. Seokjin memang berenca nemeriksakan diri ke klinik milik dr. Namㅡ teman SMA-nya dulu.

Kepala Seokjin semakin berdenyut hebat hingga rasanya nyaris meledak ketika melihat kondisi apartemennya yang serupa kejatuhan nuklir. Ia yang cinta kebersihan serta kerapihan pun sangat marah melihat kondisi seperti itu.

"Apa yang gadis bodoh itu lakukan hingga tempat tinggalku menjadi seperti ini?" sungutnya dengan mata melotot.

Ia segera berlari menuju kamar Jiwon. Ia siap meluapkan emosinya, mencincang gadis itu hingga tak berbentuk dan menjadikannya campuran sup untuk sarapan pagi ini. Seokjin yakin, Han Jiwon masih tidur nyenyak di kamar, ditendangnya pintu kamar itu kuat-kuat. Namun nihil, gadis itu tak ada di tempat. Kasurnya saja masih rapi. Dicarinya di dapur, sama saja. Ia tak menemukannya.

"Kemana dia?" gumam Seokjin. Tak sengaja matanya menemukan pintu balkon yang masih terbuka. Ia pun berlari menuju tempat itu, tempat terakhir kali ia melihat Han Jiwon semalam.

Seokjin memekik ketika melihat istrinya tergeletak di lantai balkon dengan wajah memucat. Disebtuhnya wajah pucat itu, sedingin es. Lalu ia cek denyut nandi gadis itu, ternyata masih berfungsi dengan baik. Buru-buru ia membopong sang istri dan membawanya ke klinik dr. Nam.

"Merepotkan saja," geram Seokjin.

***

"Istrimu mengalami hipotermia," ujar dr. Nam pada Seokjin di dalam ruangannya. "Biarkan dia istirahat di sini selama sehari," lanjutnya sambil menatap kawannya yang kini sudah menjadi selebriti papan atas dunia itu.

Sementara Seokjin mendengus kecil setelah mendengar diagnosa yang disampaikan dr. Nam. Seokjin bukan orang bodoh yang tak tahu apa hipotermia. Ia sangat yakin bahwa Jiwon tak berpindah dari balkon selama semalaman, padahal udara di luar sangat dingin, belum lagi gadis itu mengonsumsi alkohol terlalu banyak semalam. "Dasar bodoh," gumam Seokjin salam hati. Kalimat itu yang pantas ia sematkan untuk Han Jiwon. Gadis itu gemar menyiksa diri dengan mengonsumsi alkohol.

"Sekarang apakah aku bisa menjenguknya?" tanya Seokjin.

"Silakan. Tapi 30 menit lagi jam besuk pasien segera berakhir," ingat dr. Nam mengenai peraturan. Lelaki yang sering dijuluki mirip aktor Gong Yoo itu tetap harus menerapkan peraturan kliniknya pada siapapun, meskipun Seokjin adalah seorang public figure dan bahkan temannya sendiri.

Seokjin hanya mengangguk paham.

Begitu sampai di kamar rawat inap sang istri, entah mengapa ia merasakan kepalanya hendak meledak lagiㅡ hanya melihat Han Jiwon yang sedang ketawa-ketiwi sambil menatap layar ponselnya. Dihampirinya gadis itu dan ia sahut ponsel dari tangan si gadis.

"Yak! Kembalikan ponselku!" teriak Jiwon kesal karena lelaki menyebalkan di depannya ini selalu semena-mena, padahal ia sedang menyaksikan drama komedi yang dibintangi aktor kesayangannya.

"Kalau kau bisa ketawa-ketiwi seperti itu, berarti kau sudah sembuh. Aku tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang hanya untuk membiayaimu di sini," ujar Seokjin sambil meremas kuat benda pipih milik sang istri tersebut.

Mendengar kalimat menyakitkan itu, Jiwon segera bangkit dari tidurnya. Dengan tenaga kuat ia melepas jarum infus yang melekat di punggung tangan kirinya. Setelahnya ia melompat dari tempat tidur yang membuat punggungnya sakit karena berbaring di sana berjam-jam. Gadis itu berdiri tepat di hadapan sang suami dan hanya berjarak rak lebih dari 20 senti meter. Ia mendongak guna menatap wajah suaminya dengan jelas.

"Seharusnya kau biarkan saja aku mati di balkon. Supaya aku bisa hidup tenang di surga tanpa harus berhadapan denganmu," ujar Jiwonㅡ menatap lekat mata suaminya.

Seokjin tertawa keras. "Kau pikir manusia sepertimu akan mudah masuk surga. Tuhan saja malas melihatmu, dasar gadis bodoh, tak berguna," Seokjin masih tertawa keras hingga ia tak menyadari Jiwon menjatuhkan air matanya.

"Jika aku tidak berguna, maka ceraikan aku sekarang juga. Kau pikir aku senang hidup denganmu? Kau pikir aku bahagia menjadi istri seorang selebriti papan atas sepertimu? Aku juga tidak butuh uangmu. Aku akan mencari uang sendiri untuk menghidupi keluargaku. Aku tak butuh dirimu," air mata Jiwon semakin deras ketika ia mengingat keluarganya. Tapi ia juga tak rela dihina seperti ini oleh lelaki seperti Kim Seokjin. Si kaya yang sombong dan pandai menyembunyikan topeng di balik layar.

Saat Seokjin tak kunjung merespon, Jiwon memilih pergi dengan langkah terseok akibat tubuhnya yang masih terasa lemas. Sementara itu Seokjin masih terdiam di tempatnya. Ia berani bersumpah, hatinya terasa nyeri ketika melihat airmata Han Jiwon jatuh karena dirinya.

"Jiwon-ah…" panggil Seokjin dan ketika ia berbalik badan, Han Jiwon sudah tak ada di ruangan tersebut.

CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang