Pembuka
Ia duduk bersimpu di dalam kamar apartemennya. Matanya menerawang keluar jendela kaca besar yang gordyn-nya dibiarkan menyingkap, menampakkan pemandangan malam Kota Seoul yang cantik. Cerah memang cuaca malam ini, terlihat jelas dari sinar bulan purnama yang begitu terang dan miliaran bintang yang bertaburan. Ia sangat menyukai cuaca seperti ini. Bibir penuhnya mulai menarik garis lungkung tipis yang begitu memesona.
Ia menyukai bentuk bibirnya, ia menyukai semua yang ada di tubuhnya, terutama wajah tampannya. Ia selalu membanggakan ketampanan yang ia miliki kepada siapapun.
Ia memang tampan. Sangat tampan malah. Semua orang di seluruh dunia mengakui itu. Itu sebabnya ia menjuluki dirinya sendiri sebagai lelaki tertampan di seluruh dunia.
Selain ketampanan yang tak diragukan lagi, ia juga memeiliki material idaman para mertua. Ia sopan dan ramah, serta sangat dermawan. Ia rajin melakukan kegiatan sosial dan berdonasi ke beberapa yayasan.
Kim Seokjin adalah kelaki nyaris sempurna. Seorang anggota boygroup Korea Selatan yang kini menjajal dunia akting.
Nyaris sempurna. Ya, hanya nyaris. Karena di dunia ini tidak ada yang sempurna. Seokjin tetap saja memiliki kekuranganㅡ yang membuat dirinya merasa mati. Seokjin merasa dirinya mirip mayat hidup.
"Boss!"
Sapaan seseorang membuat Seokjin menoleh ke belakang. Lelaki itu hanya menoleh sekilas dan kembali menatap pemandangan malam Seoul. Setidaknya itu akan mengembalikan suasana hatinya.
"Aku permisi pulang. Aku sudah membuatkan Naengmyeon kesukaan anda di meja makan," ujar orang itu yang merasa atasannya tidak merespon sama sekali.
"Terima kasih, Jiwon. Kau boleh pulang," jawab Seokjin tanpa menoleh.
Orang itu adalah Han Jiwon, asisten pribadi Seokjin sejak 3 tahun lalu.
Meski Seokjin tak melihat ke arahnya, Jiwon tetap membungkuk dan mengucapkan, "annyeonghi gyeseyo, Sajangnim." Namun Seokjin hanya diam, tak menjawab seperti biasanya.
Jiwon sedikit bingung dengan sikap atasanya beberapa hari terakhir. Seokjin tak seceria biasanya. Seokjin adalah lelaki yang humoris dan ramah. Ia takkan keberatan membuat siapapun yang ada di dekatnya untuk tertawa, termasuk Jiwon. Gadis itu senang memiliki atasan seperti Seokjin. Ketika bersama Seokjin, seolah masalah di hidupnya mendebu begitu saja.
Jiwon sempat mengira bahwa bosnya itu adalah titisan Dewa Arete, tokoh Mitologi Yunaniㅡ dewa kebaikan, kebijakan dan kesempurnaan. Tapi ada satu hal yang Jiwon lupa, Dewa Areta juga dewa keberanian. Tapi Seokjin bukan lelaki pemberani. Seokjin takut segala jenis serangga, Seokjin juga takut ketinggian. Jiwon tersenyum mengingat segala kekonyolan bosnya jika sedang menghadapi ketakutan.
***
Jiwon tidak pulang ke apartemennya, melainkan ia pergi ke suatu tempat untuk bekerja. Selain bekerja sebagai asisten pribadi idola terkenalㅡ Kim Seokjin, gadis itu mengambil pekerjaan paruh waktu yang gajinya lumayan. Bukannya Jiwon tidak bersyukur atas gaji yang diberikan Seokjin padanya dengan nominal yang tak sedikit, akan tetapi, Jiwon perlu uang yang banyak untuk pengobatan ibunya yang sakit keras, membayar biaya kuliah adiknya dan membayar hutang-hutang ayahnya yang jumlahnya memecahkan isi kepala.
Sampailah Jiwon di gedung 2 lantai di pinggiran Seoul, tempatnya sedikit tersembunyi dan tak banyak orang yang tahu, kecuali tamu-tamu yang sering berkunjung.
Night Pub's adalah nama gedung 2 lantai itu. Lantai dasar difungsikan sebagai kelab malam, sedangkan lantai 2 adalah tempat di mana Jiwon bekerja sebagai pemandu karaoke. Sudah 3 bulan gadis itu bekerja di Night Pub's.
Jiwon segera mengganti sweater rajut dan celana jeans-nya dengan gaun selutut berwarna hitam dengan potongan dada rendah. Sebetulnya ia tidak menyukai pakain seperti ini, ia risih. Tapi mau bagaimana lagi? Tidak mungkin ia menemani para lelaki hidung belang itu bernyanyi dengan pakaian tertutup, bisa-bisa ia ditendang.
"Jiwon-ah, Bos Choi memanggilmu ke ruangannya," ujar Aera, kolega Jiwon. Aera adalah orang yang pertama kali mengakrabi Jiwon 3 bulan lalu.
"Baiklah. Terima kasih, Aera."
Tanpa mengulur waktu, Jiwon segera mendatangi ruangan bosnya.
"Annyeonghasibnikka, Choi Sajangnim," sapa Jiwon agak membungkukkan badan.
"Ah, Han Jiwon. Akhirnya kau datang juga. Kau tahu kan jika aku tak suka basa-basi. Langsung kusampaikan saja berita gembir untukmu. Malam ini ada tamu istimewa yang menginginkanmu sebagai pemandunya," jelas Bos Choi sambil mengelus jidatnya yang mengkilap.
"Apa anda tidak salah?" tanya Jiwon bingung. Bukankah ia masih tergolong junior di sini? bahkan jarang sekali ada tamu yang ingin Jiwon temani karena gadis itu masih terlalu kaku dan tidak tahu bagaimana cara memanjakan para pelanggan.
"Tidak. Ini kesempatanmu, Han Jiwon. Jika kau berhasil membuatnya terkesan padamu, kau akan mendapatkan puluhan juta won malam ini," kata Bos Choi sedikit memperlihatkan seringainya.
Han Jiwon merinding melihat seringai bosnya. Perasaannya tidak enak.
"Tunggu apalagi, Han Jiwon? Cepat pergi ke ruangan nomer 4!" perintah Bos Choi sedikit membentak. Jiwon agak berjingkat, karena tak ingin kena marah dan berimbas dengan potongan gajinya bulan ini, gadis itu segera berlari ke rungan yang disebutkan bosnya. Jika tidak salah ingat, ruangan nomer 4 termasuk ruangan VVIP yang hanya mampu dibayar oleh konglomerat.
Jiwon menarik nafas pelan ketika ia sampai di depan pintu itu. Jari mungilnya mulai menarik gagang pintu. Doa yang ia rapalkan di hatinya adalah, "semoga tamunya tidak aneh-aneh."
Yang pertama kali Jiwon lihat tika ia memasuki ruangan besar itu adalah punggung seorang lelaki yang mamakai hoodie duduk di sofa.
"Annyeong haseyo," sapa Jiwon ramah.
Lelaki itu tak menjawab, ia berdiri lalu memasukkan satu tangannya di celana. Jiwon tidak bisa melihat wajah lelaki itu karena masih memunggunginya.
"Annyeong, Han Jiwon," ujar lelaki itu.
Entah mengapa, jantung Han Jiwon seperti berhenti satu detakan. Suara lelaki itu terlalu familiar untuknya. Jiwon menarik nafas lalu melangkahkan kakinya ke belakang sebanyak tiga langkah saat lelaki itu mulai membalikkan tubuh dan melepas hoodie yang menutupi kepalanya.
"B-bos Seokjin," lirih Jiwon. Kedua lutut gadis itu mendadak seperti berubah menjadi jelly.
Penutup
Gunungkidul, 18 Maret 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCUMSTANCES
Hayran Kurgu"Because of the circumstances, i'm willing to give my only valuable treasure to a man who doesn't love me." ~ Han Jiwon. "Because of the circumstances, i'm willing to marry a girl that i don't love." ~ Kim Seokjin. "Beacuse of the circumstances, th...