C I R C U M S T A N C E S (15)

149 18 4
                                    


Ya, Jiwon sadar akan posisinya sekarang. Meski ia berhak secara hukum atas Seokjin, karena ia istrinya. Namun, ia tetap takkan bisa memenangkan hati lelaki itu. Wajar jika saat ini Seokjin memilih mengantar Yujinㅡ entah kemana, yang katanya sangat mendesak, dibanding menemaninya ke Busan guna menjenguk sang ibu yang kondisinya sedikit menurunㅡ menurut kabar dari Jihyun.

Di dalam kereta menuju Busan, Jiwon tak henti-hentinya mencari alasan yang tepat untuk mengatakan absennya Seokjin. Seharusnya, ia bisa saja mengatakan bahwa suaminya itu sedang sibuk bekerja. Masalahnya, semalam saat Jihyun menelepon, Seokji sudah berjanji pada sang ibu mertua untuk turut berkunjung. Tapi nyatanya, tadi pagi saat Yujin datang, Seokjin memilih pergi bersama gadis itu.

Gadis itu menekuri sepatu kets-nya. Sepatu yang Seokjin belikan tahun lalu saat Seokjin pergi ke London. Saat itu Jiwon tak ikut karena itu perjalanan Seokjin dan keluarganya. Tapi sebagai gantinya, lelaki itu membelikan sepatu yang sudah lama diinginkan Jiwon. Sebenarnya, Seokjin adalah lelaki yang baik dan perhatian terhadap orang-orang di sekitarnya.

Jiwon tersenyum mengingat kebaikan-kebaikan yang telah Seokjin lakukan padanya. Namun, mengapa sikap lelaki itu saat ini justru membuatnya menganggap bahwa ia telah diperlakukan tidak adil? Sedangkan sudah jelas, posisi Yujin jauh lebih unggul darinya. Yujin yang seharusnya berada di posisinya saat iniㅡ menjadi istri Seokjin.

Sempat terbersit dalam pikirannya bahwa ia akan mundur, ia bisa mencari alternatif lain untuk menanggung biaya hidup keluarganya. Ia juga akan berhenti menjadi asisten pribadi Seokjin dan akan mencari pekerjaan lain, yang penting tidak kembali ke tempat karaoke Tuan Choi.

Ia tak ingin menghalangi Seokjin dan Yujin, sekembalinya gadis itu, Seokjin tampak lebih bahagia. Tentu saja, siapa yang tidak berbunga-bunga jika kekasih hati yang lama ditunggu telah datang?

Tapi ia kembali berpikir, bukankah itu sangat kekanakan? Ia sudah berjanji akan tetap bertahan kecuali Seokjin sendiri yang mendepaknya.

Terlalu asyik memikirkan drama hidupnya, Jiwon sampai tak sadar bahwa KTX yang ditumpanginya sudah sampai di Busan Station.

***

"Bagaimana? Keadaanmu sudah lebih baik?" tanya Seokjin sambil membelai surai panjang Yujin yang saat ini sedang berbaring di ranjang. Gadis itu hanya menanggapi dengan anggukan.

"Maaf sudah merepotkanmu, Jin. Seharusnya kau menemani Jiwon ke Busan," sesal Yujin. Sebenarnya ia tak enak merepotkan lelaki itu, mengingat hubungan mereka tak seperti dulu. Tapi, ia tak memiliki siapapun di Seoul. Bahkan teman sekalipun. Seokjin adalah satu-satunya orang yang mungkin untuk dimintai bantuan.

Seokjin tertawa menanggapinya. "Tak perlu bicara seperti itu. Kau tahu Jiwon adalah gadis pemberani, pergi ke Busan sendirian bukan masalah besar baginya," jelas lelaki itu sambil memamerkan senyum manisnya.

Senyuman itu benar-benar membuat Yujin mustahil berpaling. Ia menyesal telah meninggalkan lelaki itu beberapa tahun lalu hanya demi karir.

"Jin…"

"Hmm…" Seokjin memfokuskan pandangannya pada wajah pucat Yujin. Baru Seokjin sadari, pipi gadis itu jauh lebih tirus dibanding dulu.

"Ap-apa kau masih mecintaiku?" Yujin tahu pertanyaan itu sangat lancang dan tak pantas ia utarakan, mengingat perlakuannya di masalalu pada lelaki itu. Tapi salahkah jika ia ingin mengetahui fakta tentang perasaan Seokjin padanya saat ini.

Terdiam. Seokjin tak segera merespon pertanyaan yang sejujurnya membuat jantungnya berdentum hebat. Lelaki itu tersenyum tipis, "ku rasa kau sudah tahu jawabannya, Na Yujin."

CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang