Di meja marmer sudah tersaji berbagai jenis masakan. Bahkan Jiwon bisa menghidu aroma Dakjuk yang menggelitik penciumannya. Mengirim sinyal ke otaknya lalu diteruskan ke perutnya. Gadis itu merasa lapar. Kedua matanya melebar ketika ia mendapati Seokjin dan ibu lelaki itu sibuk di dapur. Mereka masih menyelesaikan beberapa hidangan.
Ibu Seokjin memang menginap di apartemen putranya sejak dikabari bahwa Jiwon sudah menjalani rawat jalan. Wanita paruh baya itu berniat untuk merawat menantu kesayangannya. Begitu katanya.
Sejak insiden jus alpukat di rumah sakit tempo hari, sikap Jiwon dan Seokjin menjadi canggungㅡ apalagi mereka terpaksa harus tidur satu kamar karena ada Ny. Kim. Hebatnya, Seokjin berhasil akting mesra ketika di depan ibunya. Membuat kecurigaan tak tercium sama sekali. Berbeda dengan Jiwon yang terlihat begitu canggung.
"Ah, kau sudah bangun, Nak," seru Ny. Kim sambil meletakkan semangkuk telur kukus di meja. Seokjin menoleh sekilas, lalu lelaki itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Seokjin sedang menggulung Nori yang sudah ia isi dengan nasi dan sayuran.
"Maaf, Ibu. Aku tak membantu," sesal Jiwon. Ia merasa tak enak hati karena sang ibu mertua dan suaminya sibuk di dapur. Sedangkan ia malah baru bangun.
"Tak masalah, Sayang. Kau memang butuh istirahat lebih. Kemarilah, kau harus makan banyak.
Gadis itu pun berjalan sedikit ragu. Arah pandangnya tak lepas dari Seokjin yang masih sibuk dengan Kimbab-nya. Lelaki itu membuat cukup banyak Kimbab. Insiden jus alpukat itu membuat mereka tak saling berbicara. Kecuali jika sedang ada Ny. Kim. Keduanya akan berakting seolah sepasang suami istri yang tengah dimabuk asmara. Bahkan semalam mereka tidur saling memunggungi.
Seokjin telah menyelesaikan urusan Kimbab dan bergabung di meja makan bersama istri dan ibunya. Lelaki itu mengambil posisi di sebelah Jiwon.
Lelaki itu mendekatkan semangkuk Dakjuk ke arah Jiwon. "Makan yang banyak, ya!" Telapak tangan yang Seokjin yang hangat dan bersar membelai lembut salah satu pipi Jiwon. Memicu degupan jantung gadis itu. Tentu saja lelaki itu hanya ber akting di depan sang ibu.
"Kalian manis sekali."
Jiwon tersenyum canggung menanggapi pujian ibu mertuanya. Gadis itu segera menyuapkan sesendok penuh Dakjuk ke mulutnya untuk mengalihkan kecanggungannya. Sementara Seokjin tak memberi respon.
***
Ketika matahari mulai meninggi. Jiwon merasa begitu lapar. Sekarang ia hanya sendiri di apartemen. Ibu mertuanya sudah pulang lantaran harus menemani suaminya pergi ke Jepang untuk menghadiri undangan rekan bisnisnya. Sementara Seokjin tentu saja sedang bekerja. Lelaki itu ada jadwal syuting drama sampai malam.
Gadis itu mulai menjelajah dapur, barang kali masih ada makanan yang tersisia. Tadi pagi Seokjin dan ibunya masak lumayan banyak. Namun nihil, gadis itu tak makanan sepoting makananpun. Kemana perginya makanan sebanyak itu? Lalu Jiwon membuka lemari pendingin. Barangkali masih ada bahan makanan yang bisa ia masak.
"Tidak ada juga." Gadis itu mendesah kecewa. Padahal rasa laparnya sudah tak tertahankan. Ia juga harus segera minum obat.
Bel apartemen berbunyi ketika Jiwon hendak keluar untuk mencari makanan. Ia sempat mengira ibu mertuanya kembali lagi. Mungkin ada yang tertinggal. Namun dugaannya salah. Seorang petugas delivery dari sebuah restkran nerdiri sambil memamerkan senyumannya.
"Nona Han Jiwon?" senyuman petugas itu tak juga luntur.
"Iya. Tapi saya tidak memesan apapun."
"Memang, Nona. Tapi Tuan Kim Seokjin yang memesannya untuk anda."
"Oh. Baiklah. Terima kasih."
"Saya permisi."
Jiwon hendak menutup pintu namun ia urungkan karena pemuda delivery itu berbalik dan kembali memamerkan senyum manisnya.
"Semoga lekas sembuh, Nona."
Nyaris dua menit Jiwon terdiam menatap box hitam dengan logo restoran paling diminati di Seoul tersebut. Ketika ia tersadar, jemrinya bergerak membuka zipper pada box tersebut. Yang pertama kali ia temukan adalah secarik kertas berwarna merah muda dengan tulisan tangan seseorang yang Jiwon sangat hafal.
Makanlah yang benar. Aku sengaja mengirimkan Ogokbap dan Samgyetang agar kau segera pulih. Kau itu merepotkan kalau sakit. Aku mengganti jus alpukatnya dengan blueberry smootie.
Kau pasti baru saja mencari makanan di dapur kan? Aku membawa semua makannya ke lokasi syuting, untuk para kru. Aku juga belum sempat belanja. Aku akan pulang sebelum jam delapan. Jadi aku akan belanja dan memasak untuk makan malam kita.
Tangan kiri Jiwob meraba dadanya perlahan. Ia tak tahu mengapa pacu jantungnya tiba-tiba menggila seperti ini?
***
Jiwon terusik karena merasakan sentuhan di salah satu pipinya. Ia tak ingat sudah tertidur berapa lama. Ketika membuka mata, yang ia dapati adalah wajah Seokjin dengan butiran peluh menghiasi lelaki itu.
"J-Jin … Kapan kau pulang? Jam berapa ini?"
"Ayo makan. Aku sudah selesai memasak."
Lelaki itu pun melangkah keluar tanpa menunggu respon Jiwon.
Benar Seokjin bilang, lelaki itu bahkan sudah mentapa masakannya di meja makan. Jiwon bisa menghidu aroma masakan yang menggoda hidungnya.
Gadis itu berlari kecil menuju meja makan. Ia terlaau bersemangat karena memang sudah merasa lapar.
"Maaf. Seharusnya aku yang menyiapkan semua ini saat kau pulang kerja."
"Tak masalah. Cepat makan."
Jiwon bertanya-tanya, mengapa akhir-akhir ini sikap Seokjin berubah-ubah. Kadang acuh, kadang peduli seperti ini.
"Miyeok-Guk sebenarnya menganduk banyak gizi …"
Jiwon tak begitu mendengarkan ucapan suaminya itu. Karena kini ia tengah menikmatai Miyeok-Guk lezat buatan sang selebriti tertampan tahun ini. Seokjin memang ahli dalam hal kuliner. Masakan lelaki itu tak pernah gagal. Bahkan lelaki itu kini membuka restorannya sendiri.
"Apalagi untuk ibu hamil."
Pernyataan lelaki itu sukses membuat gerakan mengunyah Jiwon terhenti. Suhu di sekitarnya mendadak naik.
"Ibu sudah bertanya soal kehamilan dan aku pun ingin menagih satu poin utama dalam perjanjian pernikahan ini."
Selasa, 27 Juli 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCUMSTANCES
Fanfiction"Because of the circumstances, i'm willing to give my only valuable treasure to a man who doesn't love me." ~ Han Jiwon. "Because of the circumstances, i'm willing to marry a girl that i don't love." ~ Kim Seokjin. "Beacuse of the circumstances, th...