C I R C U M S T A N C E S (20)

126 17 6
                                    

BERULANG KALI Jiwon menyeka air matanya. Gadis itu berjalan menyusuri Gwanghwamun Square dengan masih mengenakan pakaian rumah sakit. Penampilannya sunggu mengerikan. Tercetak jelas lingkaran hitam mengitari kedua matanya, bibir pucat dan rambut yang terikat tak sempurna. Membuat siapapun yang memandangnya menjadi khawatir. Kalau-kalau ia perempuan depresi yang kabur dari rumah sakit jiwa. Namun, Jiwon tak peduli. Bahkan rasa nyeri di sekujur tubuhnya tak membuat ia lantas melemah. Karena rasa sakit di hatinya lebih kuat dan dominan.

Jiwon mengistirahatkan tubuhnya yang kian melemah. Ia duduk di bawah patung Raja Sejong. Ia mengabaikan tatapan aneh para pengunjung tempat wisata yang paling diminati di Seoul tersebut. Gadis itu mendongak, menatap patung si raja yang tengah duduk tegap dan tersenyum tipis. Menggambarkan kesan gagah namun penuh kelembutan.

Jika tidak salah ingat, dulu saat masih sekolah Jiwon pernah belajar sejarah. Raja Sejong-lah yang berjasa menciptakan abjad Korea, yaitu Hangeulㅡ menggantikan ejaan Hanja (1). Kabarnya, Rasa Sejong menciptakan Hangeul karena kecintaannya kepada rakyat, banyak rakyat yang buta huruf saat itu. Andai tak ada Raja Sejong, mungkin takkan pernah ada Hangeul. Andai tak ada Seokjin, mungkin hidupnya takkan carut marut seperti ini.

Jiwon menghela nafas. Lalu, ia berteriak dengan kencang hingga mengundang perhatian orang-orang yang berlalu-lalang di sekitarnyaㅡ memandang Jiwon dengan tatapan takut dan prihatin secara bersamaan.

"YAK! Kenapa kalian memandangku seperti itu? Aku bukan orang gila," sembur Jiwon pada semua orang yang memperhatikannya.

Beberapa saat kemudian orang-orang itu meninggalkan Jiwon dengan berbagai komentar yang membuat telinga gadis itu sakit mendengarnya. Namun, lagi-lagi Jiwon tak peduli. Toh mereka tak mengenalnya dengan baik dan tak paham beban hidup apa yang tengah disandang gadis itu.

Sungguh ironis, seharunya ia paham sejak awal. Ia tak boleh menggunakan hati untuk urusan yang satu ini. Andai ia bisa mencegah perasaan itu untuk tak bertumbuh dengan subur di dalam hatinya, ia takkan merasakan sakit yang maha dahsyat seperti ini.

Seokjin adalah hal yang mustahil baginya. Sejak awal, ia sudah salah memilih langkah. Seharusnya ia tak menyetujui perintah lelaki itu untuk melaksanakan pernikahan kontrak sialan ini. Ia takkan berarti apa-apa di mata Seokjin selain mesin penghasil anak seperti tujuan lelaki itu sejak awalㅡ meski kenyataannya sampai sekarang lelaki itu belum menyentuhnya sama sekali. Bahkan lihat! Ketika Jiwon mencoba pergi, lelaki itu sama sekali tak berusaha menghalangi.

Merasa hawa dingin terus menusuk hingga ke tulang dan melemahkan egonya untuk bertahan, gadis itu berniat bangkit dan pergi namun mendadak jantungnya terasa nyaris pecah akibat seseorang yang mengejutkannya.

"YAK! Kau ini tolol atau bagaimana? Sudah tahu sakit malah bersemedi di tempat ini. Kau merepotkan saja, Noona," oceh Jungkook yang tahu-tahu sudah berdiri menjulang di hadapannya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Jiwon lirih, ia tak berniat mendebat ocehan Jungkoon. Walau sebenarnya ia tahu alasan Jungkook ada di sini. Yang menjadi pertanyaannya, bagaimana bocah ini mengetahui keberadaannya dengan tepat.

"Aku tahu keberadaanmu di sini karena melihat ini di sosial media," ujar Jungkook seolah tahu isi kepala Jiwonㅡ sambil memperlihatkan layar ponselnya. Dimana terdapat foto dirinya yang tampak memprihatinkan.

Seseorang memotret dirinya dan mengunggahnya di sosial media dengan keterangan, seorang gadis depresi sedang duduk di bawah patung Rasa Sejong. Siapapun yang mengenalnya, tolong berotahu keluarganya. Jiwon ingin marah rasanya, namun ia tak memiliki tenanga. Karenanya ia hanya mendengus keras. Namun, mendadak ia menyadari sesuatu bahwa ia bukanlah Han Jiwon yang dulu, si gadis biasa yang mencoba mengadu nasib di Seoul. Ia sekarang adalah istri seorang pesohor negeri.

Bagaiamana jika hal ini tersebar luas di media dan menjadi skandal yang akan menggemparkan di negeri ini?

"Jung, suruh orang itu menghapusnya. Bagaimana jika orang-orang mengenali aku sebagai istri Kim Seokjin?" panik Jiwon.

"Kau masih peduli dengan Jin Hyung?" pertanyaan Jungkook justru kian meremas hatinya begitu kuat.

"Jika kau kemari hanya untuk menudingku yang tidak-tidak, lebih baik kau pergi," sahut Jiwon lalu melangkahkan kakinya yang sedikit bergetar karena menahan rasa nyeri di sekujur tubunya.

"Kau sangat kekanankan, Noona. Perlu kau ketahui, aku berada di sini untuk membawamu kembali ke rumah sakit. Kondosimu masih buruk tapi berani kabur dan menyusahkan banyak orang. Jin Hyung memberiku tanggungjawab untuk itu," jelas Jungkook yang terdengar samar di telinganya namun ia masih bisa menangkap setiap ucapan lelaki itu dengan tepat.

***

Usai melalui perdebatan panjang nan sengit. Akhirnya Jiwon bersedia kembali ke rumah sakit. Jika dipikir, ia benar-benar tolol. Mempertaruhkan nyawa demi egonya terhadap Kim Seokjin. Andai Jungkook tak datang tepat waktu, sudah dipastikan hipotermianya akan semakin menjadi-jadi dan nyawanya akan terancam. Mengingat ia berkeliaran tanpa menggunakan pakaian hangat.

Dibantu Jungkook yang memapahnya, Jiwon berjalan menyusuri lorong rumah sakit menuju kamar rawat inapnya. Jiwon menolah menggunakan brankar karena ia merasa dirinya masih sanggup berjalan. Sosok yang sedang berdiri di nurse station bersama seorang dokter menghentikan langkah Jiwon secara otomstis. Dengan jarak yang tak terlalu jauh, ia bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas.

"Bagaiman keadaan Yujin?" tanya Seokjin pada dokter muda di hadapannya.

"Keadaannya sudah mulai stabil. Tolong jauhkan Nona Yujin dari pikiran-pikiran negatif yang bisa membuatnya anfal seperti tadi," jelas dokter itu sambil menepuk bahu Seokjin tiga kali.

Jiwon menarik nafas dalam, mencoba membuat dirinya baik-baik saja sekuat yang dia bisa. Kenyataan bahwa Seokjin takkan pernah berpaling dari Na Yujin harus ia telan bulat-bulat. Dirinya takkan pernah lebih berharga dibanding Na Yujin.

"Noona, kau baik-baik saja?" bisik Jungkook.

"Tentu saja! Cepat bawa aku ke kamarku, badanku rasanya sangat remuk."

"Siapa suruh kau kabur. Bodoh itu jangan dipupuk. Jadinya bertambah subur, kan?"

"Yak! Beraninya kau mengataiku!" Jiwon memukul kepala Jungkook dengan tangan kirinya. Membuat lelaki itu menjerit dan mengundang perhatian Seokjin juga dokter muda itu.

Entah salah lihat atau hanya halusinasinya saja, Jiwon melihat raut khawatir tercetak di wajah suaminya itu. Yang Jiwon tahu, Seokjin berlari menghampirinya sebelum ia merasa sekujur tubunya terasa semakin nyeri dan tubuhnya seperti melayang. Lalu, semuanya menjadi gelap.

(1) Hanja: sebutan untuk aksara Tionghoa dalam bahasa Korea,

Jum'at, 11 juni 2021

CIRCUMSTANCESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang