00:40 ; akhirnya. (end)

101 13 7
                                    

Matahari seakan sengaja menguji iman seonggok pemuda-pemudi di deretan pertokoan tua hari ini. Bising lalu lalang kendaraan, asap, hingga sorakan menyeru satu sama lain agar segera menuntaskan tugas mereka secepat mungkin.

Elsi masih memonitor beberapa kakak kelasnya yang memang hari ini dijadwalkan untuk foto buku tahunan. Jujur, tugas Elsi hanya membantu orang studio mengarahkan atau mengumpulkan para kakak kelasnya. Tapi, memang dasarnya si matahari hari ini sedang ingin bermain dengan emosi ya jadilah dia beberapa kali menghela dan mengeluh.

"Yo, abis ini masih ada?" Chio menggeleng.

"udah beres Si, dah lo di cariin Mahesa."

Elsi mengehela. Dulu, kata seperti ini kerap terekam oleh telinganya. Ia pikir nanti saat demisioner kata semacam itu akan hilang luruh sebagaimana jabatannya. Nyatanya tidak sama sekali.

"thanks, Yo. Jangan lupa kode nama dilapor langsung ke orang studio ya." Chio mengacungkan jempol setelah Elsi memilih berjalan mendekati kerumunan kakak kelasnya yang masih sibuk berfoto dengan ponsel masing-masing.

Dengan sabar Elsi menunggu beberapa langkah dari tempat Mahesa berdiri, sibuk berpose dengan teman sekelasnya. Hingga salah satu temannya tampak mengatakan sesuatu yang membuat ia menoleh pada Elsi.

"Kenapa ngga manggil sih?"

"kan yang butuh elo."

Mahesa menarik garis datar pada bibirnya, "gue mau ngajakin makan, kasian liat muka lo kacau banget dari tadi."

Elsi mengangkat alis, lalu matanya mengerjap dengan wajah meledek. "tumbeeenn?? perhatian banget lo sampe merhatiin muka gue."

"soalnya lo paling jelek."

"brengsek!"

Mahesa tertawa renyah lalu menyandarkan lengannya pada bahu Elsi. Menuntun gadis itu menuju deretan mobil yang terparkir rapi di belakang pertokoan.

"Si?" tanya Mahesa sembari melirik spion kanan.

"paan?" Elsi menjawab ogah-ogahan.

"Orang konsumsi kerjanya gak becus ya?"

"HAH? kenapa?" nadanya naik beberapa oktaf, menyiratkan sedikit kepanikan.

Ya, bagaimana tidak? ini yang ngomong mantan ketua osis tahun lalu? yang notabenenya mantan atasan Elsi. Panik pastilah.

Mahesa mengerling kecil pada Elsi sebelum kembali menghadap jalanan.

"lo jadi kecil gini? ngga dikasih makan ya?"

Sontak pukulan kepalan tangan Elsi mendarat mulus di lengan kiri Mahesa, hingga pemuda itu sedikit meringis. Karna, jujur itu bukan pukulan sayang tapi benar-benar pukulan penuh dendam.

"mending gue turun aja."

"yaudah."

Tepat setelahnya mobil itu terhenti di bawah lampu merah. Mahesa memandangi Elsi menunggu tindakan gadis itu.

"katanya mau turun?"

"pintunya lo kunci"

klik. suara kunci pintu terbuka otomatis.

Elsi makin melipat wajahnya. Berbanding terbalik dengan Mahesa yang tersenyum miring merasa menang entah untuk apa.

"lo makin hari makin rese ya?" kata Elsi dengan tangan bersilang didepan dada dan mata sedikit menyipit karna matahari menembus kaca depan mobil.

Mahesa hanya bergumam.

Sisa perjalanan ditemani dengan Mahesa yang masih menyinggung perihal Elsi dan tinggi badannya. Sesekali Elsi memukul, mencubit dan hampir menjambak lelaki itu jika tidak ingat mobil ini berjalan karna kendalinya.

epilogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang