Mahesa menyandarkan punggungnya mengistirahatkan sejenak fisik yang sedari tadi malam bekerja keras. Bahkan tidurnya tak lelap karna memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi hari ini.
Matanya terpejam dengan tangan menyilang didepan dada. Ia bersiap untuk tidur sejenak. Sebelum tepukan dibahunya membuat mata itu kembali terbuka.
"Sa, Sa. Sibuk gak?" Akbar menepuk bahu Mahesa.
Mahesa menegakan tubuhnya, tak lagi bersandar pada dinding. "gak ini baru mau tidur. Kenapa?" tanyanya.
"nantilah tidurnya. Bantuin angkat meja tenis dong."
"Loh, kenapa? Kurang anggota?" Mahesa mengerinyit mengingat apakah sudah membagi anggota panitia bagian tenis meja dengan cukup.
"enggak. Cuma anggotanya kebanyakan cewe, yang cowok juga badannya gak gede-gede. Mana sanggup." keluh Akbar memijit pangkal hidung.
"yaudah, ayo cepet."
Mahesa berjalan santai dengan mata memonitoring seluruh anggotanya yang sibuk dengan berbagai kesibukan masing-masing. Mahesa sesekali mengangguk lalu tersenyum saat ada beberapa temannya yang menyapa.
"Woiii, Bay,Yan. Bantuin angkat meja tenis sini." seru Mahesa memanggil Bayu dan Riyan yang tampak duduk dikursi supporter.
Mahesa melangkah mendekat pada ruang olahraga, lalu diikuti Bayu, Rian dan panitia lainnya yang ikut masuk membantu pemuda itu mengeluarkan meja tenis menuju aula tempat perlombaan.
Semua meja kini satu persatu mulai tersusun di aula yang cukup luas. Beberapa panitia juga sudah siap dengan papan score dan mic yang nanti digunakan untuk mengarahkan peserta lomba tiap kelas.
"Sa. Lo kemarin anterin Elsi pulang kan?" tanya Bayu yang kini mengambil tempat disisi kanan Mahesa ikut duduk dilantai aula.
"hm." sahut Mahesa.
"Lo apain? Anaknya dari tadi menung-menung mulu."
Mahesa menepis telunjuk didepannya, "hah? Menung gimana?"
"ya, menunglah. Emang menung banyak versinya?" Bayu memundurkan diri mencebik sebal. "dari tadi diem aja. Ditanyain gak disahutin. Beneran gak macem-macem kan elo kemarin malem??"
Mahesa menoyor kepala Bayu keras. Lalu berdiri dari duduknya. "berisik lo."
Mahesa berjalan kesekitar lapangan. Mencari gadis yang tadi Bayu laporkan padanya. Memang benar, Elsi tak terlihat dilapangan atau tempat panitia lainnya berkumpul. Tidak seperti kemarin malam saat gadis itu malah ada disetiap sudut bersemangat membantu para panitia.
Mahesa berhenti melangkah saat matanya menemukan gadis di anak tangga yang tampak menyilang tangan dengan wajah lesu, kepalanya ia sandarkan kedinding di sisi kirinya. Matanya menerawang jauh entah kemana.
Berjalan tenang menghampiri gadis itu. Kedua tangannya ia simpan di saku celana abu-abunya. Lalu naik ke anak tangga dan mendudukan diri satu tangga diatas Elsi.
Mahesa merunduk sedikit, mendekatkam wajahnya kedaun telinga gadis itu. Lalu berbisik, "ngelamunin gue ya?" .
Elsi berjengkit kaget. Melompat dan membalik badan dengan wajah kaget. Hampir saja ia terjungkal kebelakang jika Mahesa tak cekatan meraih telapak tangan gadis itu cepat.
"astagfirullahaladzim." Elsi mengelus dadanya dengan wajah terpejam.
"Maap ya, gue lagi males gelut." Elsi kembali mendudukan diri menghadap lapangan. Memperhatikan beberapa orang yang sibuk simpang siur disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
epilog
Ficção Adolescenteosis cuma bikin capek? bikin kangen juga. copyright ©juicyjaem