Rambutnya ia ikat asal dengan sepatu yang ia jinjing disisi kiri dan kanan tangannya. Sesekali ia berhenti membenarkan tali ranselnya.
"kaaaak!!" teriak Elsi saat melihat pagar kian merapat.
"sepatunya!" peringat kakak kelas dengan rompi khusus yang Elsi ingat hanya digunakan oleh anggota osis.
Elsi meringis malu lalu cepat-cepat mengenakan sepatunya. Tak sampai semenit Elsi kembali tegak lalu meminta izin agar diperbolehkan masuk barisan.
"masuk barisan di kiri." titahnya membuat Elsi sontak mengangguk sopan lalu berlalu menuju barisan.
Untunglah ia tak sendiri, ada beberapa anak yang ia pikir pasti terlambat juga sepertinya. Setidaknya ia tak malu sendiri.
Elsi mencerna setiap kata yang keluar dari pembina upacara. Hingga tepukan riuh menutup upacara penutupan PLS. Maka dengan itu Elsi resmi menjadi siswa SMA.
Mata Elsi sibuk memutar seluruh kerumunan, mencari tempat gugusannya berada.
Setelah menjalani dua hari MOS, hari ini akhirnya segala beban Elsi sebagai pimpinan kelompok hilang. Tidak ada lagi para temannya yang akan menelfon atau menghujaninya dengan rentetan pertanyaan mengenai keperluan hari esok, tidak ada lagi kakak pembina yang akan selalu mengamahkan hal-hal yang dikira perlu.
Elsi bebas.
Kemampuan Elsi yang mudah berkomunikasi serta membaur dengan banyak orang membuat mereka percaya jika Elsi mampu memimpin mereka dalam waktu singkat.
Namun, sepertinya ketenangan itu belum tiba saatnya. Karna kini Elsi melihat para kakak kelas itu memanggil setiap ketua kelompok untuk maju kedepan yang belum Elsi ketahui tujuannya.
Lagi-lagi Elsi harus memutar otak, bagaimana caranya ia bisa maju sedangkan ia masih menunggu giliran sebelum dipertanyakan alasan terlambat.
"kelompok tujuh?" panggil ketua MPK selaku mc ,sekali lagi.
Satu suara datang dari arah belakang. Mampu membuat pupil Elsi melebar makin kalut.
"kelompok tujuh dengar??!!" tanya sosok pemuda dengan badge yang menunjukan jabatannya.
Ketua Osis.
"kelompok tujuh mana?!" tanya nya makin keras menyiratkan ketegasan.
Sontak seluruh anggota kelompok tujuh itu mengangkat tangan. membuat seisi lapangan mengarahkan pandangan pada mereka. Malu.
"dimana ketua kalian?" tanyanya mendekat.
Semua menunduk. Entah benar tak tau atau sekedar enggan menjawab.
"bisa jawab?!!!"
"SAYA KAAK!!" teriak gadis di barisan lainnya.
Mahesa memutar mencari sumber suara.
Mahesa tersenyum miring masih berdiri disamping lingkaran yang dibuat oleh adik kelasnya.
"ketua kelompok terlambat?" tanyanya sarkas. Matanya beralih menatap lingkaran di sampingnya, "yakin yang begitu bisa mimpin kalian?" sindirnya yang dibalas keheningan.
"gimana lo mau mem-pertanggung jawabkan mereka?" tanya Mahesa yang mampu membuat Elsi tercenung beberapa saat. Berpikir keras apa yang harus ia lakukan.
"gimana maunya kakak, selagi mampu saya kerjakan," ujar Elsi mantap.
Mahesa lagi-lagi tersenyum miring. Terlalu meremehkan nyali gadis itu. "minta tanda tangan seluruh warga sekolah dalam waktu kurang dari 40 menit. Sanggup??" jelasnya yang langsung saja diangguki Elsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
epilog
Teen Fictionosis cuma bikin capek? bikin kangen juga. copyright ©juicyjaem