00:07; Lelah.

113 20 0
                                    

Elsi lagi-lagi menghela napas lega. Rasanya satu persatu batu yang menghimpit dadanya terangkat perlahan hingga gadis berkucir kuda dengan mata bulat itu akhirnya dapat mengulum senyum lebar setelah berminggu-minggu otaknya terasa menggelegak membayangkan berdiri didepan puluhan guru dan hampir seribu murid. Gugup.

Namun, akhirnya kegugupan itu sirna beberapa menit lalu. Setelah akhirnya Elsi berhasil ber-orasi dengan lantang dan mulus. Tanpa kendala yang berarti.

Elsi mengulum senyum lebar saat Mahesa menghampirinya dibawah pohon rindang dengan kursi dan meja semen. Sebelah tangannya membawa teh gelas, lalu sebelahnya lagi memeluk buku tebal.

Mahesa menempelkan teh gelas dingin itu ke ubun-ubun Elsi, hingga gadis itu mendongak dan mendecak lalu merampas teh gelas itu kasar. "makasih." ujarnya terkesan terpaksa.

Mahesa menekan pelipis Elsi dengan telunjuknya, "nggak tau diri ya." sindirnya.

Elsi memilih tak menggubris dan malah menatap buku dipangkuan Mahesa.
"apa nih?" tunjuknya pada buku tebal itu.

"buku catatan ramadhan." ucap Mahesa asal. "ya lo baca lah. KI-MI-A!" lanjutnya dengan menekan kata.

Elsi mencibir lalu membuang pandangan.

"kak, istirahat dulu lah, udah seminggu kan lo gak tidur?" Elsi kini menatap lurus ke manik mata Mahesa.

Terlihat kantung hitam samar dibawah mata. Bahkan bola mata Mahesa terlihat sedikit kuning akibat dehidrasi. Benar-benar seperti zombie.

Mahesa masih bergeming. Ikut menatap mata bulat menggemaskan itu yang kini terlihat teduh dan menenangkan. Tidak melotot nyalang seperti biasa.

Mahesa membung muka. Menyandarkan diri pada dinding dibelakangnya. "jangan sampai baper ke gue, Si." ucapnya tenang. Tanpa menoleh.

"hah?" Elsi mengerjap bingung.

"jangan baper ke gue." ulang Mahesa.

"HAH?!"

Mahesa mendelik kesal. Menyentil kecil dahi gadis dengan muka melongo dihadapannya.

"kenapa sih? Budeg lo?!" sungut Mahesa sebal.

Elsi terdiam dengan wajah datar. Sedetik kemudian ia tertawa puas. Bahkan tawanya seakan menggema di ruang kosong sekitarnya.

"HAHAHAHAHAHAHAHHA ANJIR HAHAHAHAHAHHA ADUH, NGGAK KUAT ANJRIT HAHAHAHAHAH....." Elsi memeluk perutnya lalu merunduk berharap tawanya meredam.

"gila lo??" elsi bertanya dengan sisa tawanya. "lo yang baperan." lanjut Elsi masih dengan muka memerah sehabis tertawa.

"diingetin istirahat aja udah baper lo. Mikir gue suka sama lo. Haduh..." Elsi menggeleng-geleng dramatis.

"kan gue ngingetin!" Mahesa menegak. Menatap tajam gadis didepannya.

Elsi merapatkan bibir. Lalu mengangguk-angguk. "iya-iya. Paham." ucapnya dengan nada meledek.

Mahesa mencebik. Lalu berdiri dari duduk. Tanpa menoleh pada Elsi pemuda itu melenggang pergi menuju koridor kelas 12.

"punya hati kayak batang lidi. Senggol dikit geter." gumam Elsi menatap punggung Mahesa yang kian menjauh.

***

"Ingat! Dua hari lagi pemilihan. Pemilihan masih dilaksanakan seperti tahun lalu. Sistemnya Pemilu ya, dan gue ingetin sekali lagi! Jangan ada yang golput! Ingetin temen kalian! Karna tahun kemarin lumayan banyak Golput kan? Okey, hari ini sampai disini aja rapat dadakan kita." Lalu perempuan dengan rompi maron—milik anggota Osis, itu pun mundur.

epilogTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang