💘 23

7K 816 144
                                    

Sudah satu bulan Mehreen dan Arjuna menikah. Dengan sifat dan pengalamannya sebagai relawan, membuatnya relatif mudah untuk berbaur.

"Tante Reen!"

Mehreen yang tengah berjalan pulang sendiri setelah voli bersama ibu-ibu yang lain berhenti dan menoleh. Ternyata Kiki, remaja empat belas tahun, anak Sertu Handoko yang tinggal di sebelah rumahnya.

"Kok sendirian, Te?" tanya Kiki setelah berhasil menyusulnya dan keduanya pun berjalan pulang bersama. Ia sendiri habis lari sore rutin.

"Mamamu beli apa gitu tadi sama Bu Petra, jadi Tante ya balik sendiri," jawab Mehreen.

"Owalah." Kiki manggut-manggut. "Oh ya, Te, nikah sama orang ganteng rasanya gimana sih?"

"Hah?" seru Mehreen spontan.

Kiki cekikikan. "Teman-temanku sekolah yang kemarin main ke rumah pada melongo lihat Om Juna."

Mehreen geleng-geleng kepala mendengarnya.

"Malah ada yang bilang ingin dikenalin, terus aku bilang, istrinya cantik kamu nggak ada sekukunya," tambah Kiki.

"Hey, nggak boleh ngomong gitu ke temannya," tegur Mehreen sambil merangkul erat bahu Kiki.

"Lah kenyataan kok, Te. Temenku nggak jelek cuma kalau dibanding Tante Reen tetep nggak ada apa-apanya," imbuh Kiki.

"Iya, tetep juga nggak boleh gitu ah," nasehat Mehreen.

"Ya lagian temanku juga aneh, mau kenalan sama Om Juna buat apa? Kan kita masih kecil juga terus Om Juna udah nikah," kata Kiki yang membuat Mehreen speechless dengan kedewasaan remaja masa kini.

"Sudah yuk ah pulang," ajak Mehreen mengalihkan pembicaraan.

Tak lama mereka pun sampai di rumah masing-masing dan ada Arjuna yang tengah menyiram tanaman di teras.

"Sore, Om Juna," sapa Kiki sedikit mengangguk sambil tersenyum dan terus berlalu ke rumahnya.

"Sore, Ki," balas Arjuna ramah.

"Assalamu'aaikum," sapa Mehreen sambil salim ke suaminya.

"Wa'alaikumussalam," balas Arjuna lalu mematikan keran air dan merapikan selang. "Adek tadi lupa nyalain tombol magic com?"

"Eh masa?" Mehreen mengingat-ingat sambil memutar kedua bola matanya ke atas.

"Wong kabelnya juga belum nancap kok," tambah Arjuna yang membuat Mehreen spontan tertawa.

"Eh, iya? Maaf. Nggak keren ih, sotonya udah mateng nasinya belom. Untung Mas Juna tahu duluan. Makasih Mamas sayang," ucap Mehreen seraya bergelayut di lengan suaminya dan keduanya masuk rumah bersama.

Tetapi dengan sabar Arjuna berhenti untuk menungguinya melepas sepatu terlebih dulu. Mau pergi pun tak bisa karena lengannya dipegang erat oleh istrinya sebagai topangan.

Arjuna hanya menggelengkan kepala. Sudah tiga kali istrinya lupa menyalakan penanak nasi. Pertama saat sarapan dan kedua saat makan malam. Alhasil yang pertama ia jadinya makan mi instan karena waktu dinas sudah agak mepet.

"Besok mau bikin pempek sama ibu-ibu di rumah Bu Zaki yang diujung," beritahu Mehreen sebelum ke kamar mandi untuk mencuci tangan dan kaki.

"Bikinlah," sahut Arjuna sembari jalan ke dapur untuk mengambil minum.

"Kalau ada panggilan jadi relawan, aku boleh berangkat?" tanya Mehreen setelah keluar dari kamar mandi.

Mata indah Arjuna menatap Mehreen lembut. "Selama tahu mana yang jadi prioritas, aku nggak melarang kamu ikut kegiatan apapun."

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang