💘 33

5K 607 112
                                    

Baru kali ini Mehreen uring-uringan karena adanya jerawat di wajahnya. Biasanya dia cuek saja. Yang membuatnya tambah kesal karena suaminya tetap mulus dan tidak gosong. Sebetulnya bukan tidak gosong sama sekali karena bagaimanapun juga kegiatan Arjuna banyak di lapangan. Hanya saja untuk ukuran orang lapangan, lelaki itu masih terbilang putih.

"Kenapa kamu yang cowok malah mulus sih ih, Mas!" rajuknya. Bukan yang pertama tapi juga tak akan jadi yang terakhir sampai melahirkan nanti. Mungkin.

"Sabar, nanti juga balik semula," sahut Arjuna sok tahu dengan pedenya. Ia bingung harus menjawab apa. Ia sadar sikap istrinya karena kehamilannya bukan sifat aslinya sebab bukan kebiasaan sang istri terlalu takut tidak cantik. Bahkan dalam kondisi normal terkadang hanya melakukan perawatan harian seperlunya atau malah lupa.

Mehreen manyun lalu mencubit kedua pipi suaminya kesal. Keduanya tengah menikmati Minggu pagi usai sarapan di sofa ruang tamu.

"Janan cubit-cubit, sakit. Sini gantian dicubit," kata Arjuna sambil mencubit gemas kedua pipi istrinya.

"Nggak usah sok niru Bianca deh, nggak lucu!" balas Mehreen kembali mencubit kedua pipi suaminya tetap kesal. Bukannya marah, lelaki yang katanya paling ganteng sebatalyon itu terkekeh dan membuatnya semakin kesal. "Mas Juna nyebelin!"

Melihat istrinya akan menangis, Arjuna menurunkan kedua tangannya dan meraih sang istri ke dalam pelukannya. Sayangnya bukannya diterima malah didorong menjauh.

"Nggak usah peluk-peluk. Nggak usah sok kecakepan!" cetus Mehreen dengan wajah cemberut.

"Aku nggak gitu."

"Gitu apa?"

"Cakep."

"Kan, sok cakep!" dengkus Mehreen yang membuat Arjuna melongo.

"Ya sudah, nanti aku oles cat penyamaran," sahut Arjuna.

Mehreen melipat kedua tangannya di dada. Wajahnya menatap datar sang suami. "Mau bikin kotor?"

"Salah lagi," gumam Arjuna seraya menggaruk kepalanya yang berambut cepak.

"Mas bilang apa?"

"Adek cantik."

"Iyalah." Mehreen mengangguk cepat.

Arjuna hanya bisa mengangguk dan menghela napas dalam melihat kelakuan istrinya yang makin absurd itu.

"Kalau aku nggak cakep, kamu nggak akan lirik aku." Mehreen melirik tajam suaminya.

Sungguh Arjuna tak pernah berhenti dibuat tertawa oleh kelakuan istrinya yang semakin besar perutnya, semakin manja dan ada-ada saja. Mehreen memang cantik tapi sedari awal yang membuatnya tak pernah melupakan sosoknya adalah karena kecepatan berbicaranya. Dan over percaya dirinya.

Melihat Arjuna yang tertawa, ia berubah kesal. "Apa? Aku jelek ya? Jerawatan, gendut."

Arjuna menggeleng. Ditangkupnya kedua pipi istrinya seraya menatap serius. "Jerawatnya juga nanti hilang sendiri, sabar dulu ya? Kamu juga nggak gendut." Meski berat istrinya naik secara drastis. "Kamu hamil. Kan yang dikasih makan dua orang."

Mehreen terkadang merasa bingung dengan ketakutannya yang tak berdasar. Wajahnya yang berjerawat parah, seumur hidup yang pernah dialaminya dan berat badannya yang meningkat drastis membuatnya sedikit banyak kurang percaya diri. Sementara di depan matanya setiap hari ia harus melihat sosok yang seolah tanpa cacat.

Ia percaya pada suaminya tapi ia tak percaya dengan perempuan di luar sana. Yang biasa saja banyak yang mengincar, apalagi yang modelnya seperti Arjuna?

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang