Sudah beberapa bulan Rashad dimutasi ke Kodam Brawijaya. Danyon baru Arjuna sudah berganti dengan sosok yang lebih muda tapi tak kalah tegasnya.
Tak ada lagi makan gratis kecuali ke rumah Ai atau Eyang tapi itu harus keluar asrama.
"Bang, kabar calon istri gimana?" tanya Dirga saat mereka baru selesai voli sore.
Arjuna melirik datar Dirga. "Kenapa?"
"Nggak kangen, Bang?" celetuk Roby.
"Kenapa kalian yang repot?" tanya Arjuna heran.
"Yaelah, Bang. Romantis dikit kenapa? Lagi jauh pasti kangenlah. LDR antar kota dalam propinsi atau antar kota luar propinsi aja kangennya bikin galau. Ini lagi antar kota antar negara ... kuat amat, Bang?" komentar Dirga.
"Kamu pikir trayek bis?" dengkus Arjuna.
Dirga dan Roby serempak tertawa.
"Piye kabarmu sayang, opo kowe eling aku. Biyen sing mbok tinggal tanpo mesakne. Kowe ninggal aku pas sayang sayange. Lungamu ninggal tatu neng atiku ... " dengan kurang ajarnya Dirga menyanyi lagunya Safira Inema, Ditinggal Pas Sayang-Sayange.
Arjuna hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan rekannya itu. Lalu meninggalkan keduanya yang terbahak menuju barak.
Perbedaan jarak dan waktu yang signifikan membuat Arjuna dan Mehreen hampir tidak pernah komunikasi langsung baik telepon maupun video call. Hanya saling berbalas pesan yang tak langsung dibalas.
"Jun, engko mangan nang ndi? (Nanti makan di mana)" tanya Suryo, rekan sesama Sertu.
"Masak ae ta? (Masak saja kah?)" usul Arjuna.
"Opo? (Apa)"
"Mboh, ono e opo? (Entah, adanya apa)"
"Yo wes, nek gak ono opo-opo, menyet tempe ae, (ya sudah, kalau tak ada apa-apa, menyet tempe saja)" usul Suryo.
Arjuna mengangguk lalu mengambil handuk, alat mandi dan segera pergi mandi. Begitu kembali ke ruangan dengan badan segar sekitar sepuluh menit kemudian, sambil mengusap kepalanya, ia kaget mendapati Danyon baru mereka, Letkol Arkan tengah sidak mendadak. Ia juga melihat banyak rekannya tengah berdiri terbalik menempel lemari masing-masing. Mau tak mau ia pun berdiri dengan sikap siap di tempat tidurnya walau hanya bercelana pendek dan bertelanjang dada.
Letkol Arkan memeriksa satu per satu kerapian tempat tidur sampai isi lemari barak bujang tempat tinggal Arjuna. Dari penglihatan Arjuna sekilas tadi, mereka yang tengah berdiri terbalik karena kedapatan tempat tidurnya tidak rapi, mengingat ada sebagian yang lain berdiri normal seperti dirinya.
Usai memeriksa dari ujung ke ujung dan memberi wejangan, Letkol Arkan memerintahkan para anggotanya yang kena hukuman untuk berdiri normal lagi dan memberitahukan bahwa mereka diminta untuk memasak buat liwetan bersama selepas salat magrib. Setelahnya mereka akan makan bersama.
Arjuna segera memakai baju koko dan sarung lalu ke masjid. Ternyata sudah penuh sehingga ia berdiri di shaf akhir. Tapi sebelum salat dimulai, ia diminta bergeser ke shaf depan. Di belakang imam jika tidak sedang mengimami. Selalu seperti itu.
"Juna!" terdengar panggilan seseorang yang familiar ketika meninggalkan masjid.
"Eh, Mas Dewa. Apa kabar?" tanya Juna pada sepupu Mehreen yang juga satu batalyon itu. Keduanya bersalaman.
"Alhamdulillah. Dek Mehreen sakit. Kamu tahu?"
Langkah Arjuna mendadak terhenti dan menatap tajam Sadewa. Perwira muda berpangkat Letnan Dua. "Aku belum lihat ponsel sama sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Arjuna
Ficção Geral#20 Militer (19/02/2020) #10 Beda Usia (19/02/2020) #01 Relawan (22/02/2020) Pertemuan Arjuna dengan Mehreen di perbatasan Papua ternyata membawa buntut panjang. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih keluarga dengan mantan calon mertuanya. Tepatn...