Sudah bab segini tapi belum tamat juga 🤭
🍫🍫🍫
"Mas, Mas Juna!" Mehreen yang baru saja menyelesaikan ritual membersihkan wajah dan mengaplikasikan skincare menggoyangkan tubuh suaminya yang baru saja memejamkan mata karena lelahnya hari ini.
"Hem?" Hanya sahutan Juna yang terdengar tanpa kelopak mata yang terbuka.
"Ih! Mas Junaaa ... " rengek Mehreen.
Dengan berat hati, Arjuna bersusah payah membuka kedua matanya. "Apa?" tanyanya dengan suara serak.
"Jerawatku kok banyak? Nambah banyak nih!" Mehreen langsung mengadu.
"Oh. Kasih obat aja. Atau biarin juga kan biasanya hilang sendiri," usul Arjuna sekenanya. Ia tak percaya istrinya susah payah membangunkan dirinya hanya untuk mengadukan tentang jerawat.
Mehreen pun tak percaya dengan tanggapan suaminya yang menganggap jerawatnya tak penting. Hatinya tercubit dan sesak seketika. Tanpa disadarinya, air matanya keluar dengan sendirinya. Ia kecewa dan sedih. Merasa tak dipedulikan lagi.
Melihat Arjuna yang kembali tidur, Mehreen merasa semakin sedih. Ia pun berbaring, memunggungi suaminya dan menangis dalam diam hingga tertidur.
Bangun-bangun sudah subuh dan Arjuna sudah siap untuk ke masjid. Mehreen yang masih teringat sikap suaminya menjadi lebih dingin. Apalagi perutnya terasa kram. Sudah beberapa hari terakhir tapi ia abaikan dan hari ini sulit diabaikan. Ia mencoba menguatkan diri pergi ke kamar mandi untuk wudu lalu salat.
Usai salat, ia putuskan untuk kembali tidur. Tentu saja hal itu mengagetkan suaminya usai salat jemaah di masjid, yang segera mendekatinya dan meraba keningnya.
"Nggak panas. Adek sakit?" tanya Arjuna lembut.
"Bodo!" sahut Mehreen ketus bahkan tanpa membuka kedua matanya.
Kedua alis Arjuna naik. Nampaknya mood istrinya beberapa hari ini kurang bagus. Mood swing-nya cepat sekali. Tetapi selama ini tidak sampai begitu.
"Ya sudah, aku buat sarapan dulu ya?"
Tak ada sahutan dari Mehreen. Arjuna pun berganti baju dan meninggalkan kamar. Di dapur, ia melihat isi kulkas yang sedikit merana. Hanya ada bungkul yang agak layu, setengah bungkus bakso, dua batang wortel dan ayam seperempat kilo.
Melirik jam, tak ada waktu berpikir banyak, ia keluarkan semuanya dan masak jadi satu. Capcai. Setelah masakannya selesai, ia segera menyapu rumah lalu mandi.
"Sayang, sarapan dulu, yuk? Mumpung masih hangat." Arjuna memasuki kamar dengan sepiring nasi dan capcai buatannya juga segelas air putih.
"Nanti aja," jawab Mehreen malas.
"Aku suapin ya?" bujuk Arjuna sabar.
"Mas makan dulu aja! Aku nggak mood. Nanti kamu telat kalau nungguin aku!" Nada bicara Mehreen semakin ketus.
Arjuna menghela napasnya. Ia usap kepala istrinya lembut. "Ya sudah. Nanti dimakan ya?" Ia pun meletakkan piring dan gelas di atas meja rias lalu ganti baju dan segera berangkat.
Selama di perjalanan menuju kantor, ia memikirkan istri dan kondisinya. Sesekali sepertinya Mehreen mengeluhkan perutnya yang tidak enak juga sakit kepala, tapi saat diajak periksa menolak dengan mengatakan mungkin PMS. Yang paling aneh adalah semalam, mengeluhkan jerawat di mana hal itu tak pernah ada dalam kamus hidup seorang Mehreen Shehzadi.
Sanggup tidak mandi beberapa hari, bisa mandi di mana saja bahkan sungai, tubuh kotor belepotan lumpur dan berpanas ria sudah menjadi hal biasa untuk Mehreen. Tak menyentuh skincare selama sebulan pun tidak mengeluh. Dan semalam apa? Ngambek gegara jerawat bertambah hingga pagi ini?
Seperti bukan Mehreen, istrinya.
💘💘💘
Aksi ngambek Mehreen kali ini berlangsung cukup lama. Dua hari. Dan moodnya betul-betul jelek. Sangat bukan dirinya. Di sisi lain, Arjuna tetap sabar sambil berusaha membujuk dan mencari tahu apa yang terjadi. Lelaki itu juga khawatir karena istrinya kelihatan sakit tapi masih enggan periksa hingga hari berikutnya Arjuna yang baru pulang dikejutkan dengan sang istri yang tak sadarkan diri di lantai kamar mereka.
Arjuna berusaha agar tidak menjadi trauma dan segera memanggil bantuan untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Sesampainya di IGD, Mehreen langsung mendapatkan penanganan. Dan setelah menunggu dengan cemas, dokter jaga mengatakan bahwa ia mempunyai dugaan bahwa istrinya hamil tapi butuh observasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan lanjutan dan menemui dokter kandungan.
Setelah menunggu beberapa jam kemudian, Mehreen pun dipindahkan ke kamar rawat inap.
"Alhamdulillah, Ya Allah," ucap Arjuna dengan kedua mata berkaca-kaca sembari menggenggam erat tangan istrinya begitu perawat pergi. Kemudian sebuah pemahaman menghantam kepalanya. "Jadi mood swing kamu karena hamil."
Mehreen sendiri sudah menangis dalam diam. "Belum pasti, 'kan? Masih perlu pemeriksaan lanjutan."
Arjuna mencium tangan istrinya. "Bismillah. In syaa Allah." Ia menatap lekat sang istri. "Aku tinggal shalat dulu ya?"
Mehreen mengangguk.
Arjuna mengecup kening istrinya lalu meninggalkan kamar rawat inap tersebut.
Mehreen sendiri berusaha menghapus air matanya yang seolah tak ingin berhenti mengalir. Ia senang jika Allah memberikan kepercayaan kepadanya lagi tapi sekaligus takut jika tubuhnya kembali tak sanggup. Tanpa sadar, ia mengelus-elus perutnya hingga tertidur.
Ia bahkan tidak mengetahui ketika suaminya sudah kembali lalu duduk diam. Memperhatikan. Bibirnya terus berdzikir, merapalkan doa terbaik untuk mereka berdua dan calon buah hatinya.
Kedatangan pasien baru di mana sebelumnya Mehreen seorang diri dalam kamar, membuatnya terbangun.
"Mas?" panggil Mehreen setengah berbisik.
Arjuna tersenyum. "Adek mau apa?"
"Jam berapa?"
"Magrib."
Seketika kening Mehreen mengernyit. "Kok nggak shalat?"
"Aku nunggu kamu bangun dulu, aku nggak mau saat kamu buka mata ternyata aku nggak ada," Arjuna menjelaskan.
Mehreen mengangguk. "Aku sudah bangun. Mas shalat terus pulang ganti deh." Ditatapnya sang suami yang masih mengenakan PDL lengkap.
"Adek makannya gimana?" tanya Arjuna khawatir.
Perempuan blasteran Jawa-Timur tengah itu tersenyum. "Tanganku kan nggak patah. Shalat bisa tayamum." Lagipula dirinya mengenakan hijab sehingga tanpa mukena pun masih bisa ibadah. "Pulang dulu ya? Jangan lupa makan." bujuknya. Gantian setelah tiga hari belakangan ini aang suami yang membujuknya.
Dengan ragu Arjuna pun mengangguk dan beranjak setelah berjanji kembali secepatnya.
Kini Mehreen sendirian. Perlahan ia duduk untuk tayamum dan mulai shalat setelah itu makan. Sambil mengunyah dengan kurang semangat, ia memikirkan sang suami yang tampak cemas. Ia paham kekhawatiran suaminya.
Masalahnya jika suaminya tidak pulang, ia tidak punya baju ganti dan persediaan air minum. Meski suaminya bisa tahan tidak ganti baju tapi ia lebih suka lelaki itu ganti baju dulu apalagi rumah mereka juga tidak jauh. Masih di kota yang sama.
Benar saja, dua jam kemudian sang suami kembali dengan perlengkapan sekaligus makan malam. Rupanya lelaki itu membawa bekal dari rumah daripada beli. Opor ayam masakannya.
"Mubazir masih utuh. Aku sudah hangatin juga," kata Arjuna sebelum makan yang diangguki oleh Mehreen.
💘💘💘
Assalamu'alaikum selamat malam, selamat tidur.
Agak garing ya 🤧 ⊙﹏⊙
Yoook, PO Interval terakhir tanggal 5 loh ya. Awas nyesel ketinggalan 😎
Sidoarjo, 02 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Arjuna
General Fiction#20 Militer (19/02/2020) #10 Beda Usia (19/02/2020) #01 Relawan (22/02/2020) Pertemuan Arjuna dengan Mehreen di perbatasan Papua ternyata membawa buntut panjang. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih keluarga dengan mantan calon mertuanya. Tepatn...