"Mas Juna ternyata ganteng banget ya? Nggak sekedar ganteng," gumam Mehreen absurd.
Sejak Mehreen berbadan dua, Arjuna disuguhi tingkah polah istrinya yang makin absurd dan manja. Kata orang efek hormon. Iyakah ? Satu hal yang disyukurinya, sifat galaknya hilang. Atau ... teredam.
Arjuna hanya menatap istrinya tanpa berniat merespon. Agaknya ia ingat nasehat Mama Frannienya untuk hati-hati kalau merespon apalagi sifat Mehreen dasarnya memang ajaib.
"Pantas ya banyak yang naksir. Kok aku baru sadar ya?" Kali ini Mehreen duduk merapat dan menatap intens suaminya.
Sejujurnya bagi Arjuna, entah mengapa perkataan istrinya sangat menggelitik. Dan entah mengapa, ia malah jadi tersipu kala dibilang ganteng. Biasanya tak ada efeknya sama sekali.
"Biasa aja deh," sahutnya sedikit memalingkan muka. Malu. Telinganya terasa panas. Pasti sudah memerah.
Keduanya tengah menikmati hari libur berdua dengan bermalas-malasan saja di rumah. Untuk makan, Mehreen minta beli saja. Saat ini keduanya sedang berada di ruang tengah yang tadinya nonton TV, malah TV yang menonton keduanya.
"Enggak, Mas Juna ganteng banget. Kebaikan apa aku bisa dapat Mas Juna ya?" Kali ini Mehreen menelusuri pipi suaminya dengan jari telunjuk. "Sudah gitu, kok bisa ya nggak gosong? Abi aja gosong. Aku apalagi, gampang buluk."
"Mbak eh Dek, itu jarinya bisa dipindah nggak?" tanya Arjuna malu. Dadanya berdegup keras. Rasanya mau meledak.
"Kenapa?" Suasana yang tadinya lovey dovey berubah asam seasam wajah Mehreen yang berubah seketika. Keningnya berkerut dan tubuhnya beringsut menjauh. "Nyebelin, mentang-mentang ganteng!"
"Eh, nggak gitu ... " Arjuna menggaruk kepalanya yang jelas tidak gatal dan menarik istrinya mendekat lagi tapi ditolak. Tampak sudah terlanjur kesal. "Astagfirullah."
"Au' ah, bodo!" Mehreen langsung menjauh dan duduk berjarak satu meter sambil ngemil pisang goreng yang dibeli suaminya dengan mulut manyun.
"Dek, maaf, nggak gitu maksudnya," ucap Arjuna tulus meski ia bingung perubahan sikap istrinya karena hormon ibu hamil atau galaknya kembali?
"Don't touch, stay away, aku kesel sama kamu ya, Mas!" geramnya sambil menuding tanpa melihat lalu mulai makan lagi.
Arjuna berkedip beberapa kali sembari mencerna maksud perkataan istrinya. Don't berarti yes atau no? Seketika seluruh nasehat Mama Frannienya tentang bahasa perempuan berkelebat di benaknya. Ternyata bersahabat dengan Savita tidak membuatnya paham perempuan sepenuhnya, apalagi tipe meledak-ledak seperti Mehreen. Ia baru menyadari mendengar segala kecerewetan istrinya jauh lebih baik daripada dicuekin.
Karena ia tak pandai membujuk, akhirnya dipeluknya Mehreen seberat mungkin. "Maaf."
"Sanaan! Sesak ih! Jauhan sana!" usir Mehreen agar suaminya menjauh.
"Nggak."
"Sanaan!"
"Nggak akan."
Mehreen terus berontak dan meronta mencoba melepaskan diri dari pelukan erat suaminya. Ia masih kesal tapi tenaganya tak mampu mengimbangi kekuatan lelaki itu.
"Maaf," ucap Arjuna lagi. "Aku cuma nggak biasa dipuji."
Mendengar hal itu, Mehreen spontan menoleh dengan kedua mata menyipit. "Really? Nggak 'caya aku, huh!" dengkusnya.
Arjuna meraih tangan istrinya lalu diletakkan di dada kirinya di mana jantungnya yang berdegup keras terasa. "Coba rasakan, ini karena istriku yang memuji. Beribu perempuan memuji, nggak akan ada efeknya. Tapi seorang Mehreen Shehzadi binti Damai Pratisena bisa membuat jantungku begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Arjuna
General Fiction#20 Militer (19/02/2020) #10 Beda Usia (19/02/2020) #01 Relawan (22/02/2020) Pertemuan Arjuna dengan Mehreen di perbatasan Papua ternyata membawa buntut panjang. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih keluarga dengan mantan calon mertuanya. Tepatn...