Arjuna diajak makan soto kare atas usulan Mehreen.
"Maaf ya, Mbak, kalau nanti nggak bisa antar ke bandara," kata Arjuna usai sarapan dan lanjut beli oleh-oleh.
Mehreen duduk belakang bersama Umminya, sedang Arjuna di depan, menyetir yang dinavigatori oleh Damai.
Mehreen mengangguk. "Iya. Nggak apa. Nggak perlu maksain diri juga."
"Jaga diri dan jaga hati di sana. Kalau bisa nggak usah keluar dengan Michael," ingat Damai. "Lagipula dia di Oxford kan? Jadi nggak ada kepentingan untuknya menemuimu."
Arjuna diberitahu bahwa Michael mengambil doktoral di Inggris juga. Mereka tak ingin suuzan atas niatan Michael tersebut karena kenyataannya gelar masternya juga didapat di Oxford.
"Nggeh, Abi," Mehreen mengangguk patuh.
Arjuna percaya dengan Mehreen dan komitmennya. Bahkan ia tidak merasa insecure karena jenjang pendidikan calon istrinya jauh lebih tinggi darinya.
"Kapan Papamu dimutasi ke Kodam?" tanya Damai.
"Dalam waktu dekat katanya," jawab Arjuna.
Damai manggut-manggut.
Sambil ngobrol tak terasa sampai juga mereka di toko oleh-oleh. Arjuna membeli cukup banyak untuk keluarga Papanya, teman-temannya dan titipan Rahil. Beberapa diantaranya adalah keripik belut, intip dan ampyang. Ia juga beli baju batik yang kebanyakan daster untuk perempuan-perempuan di keluarga barunya dari yang paling tua sampai versi mini juga untuk Savita, sahabatnya.
Sengaja oleh-oleh didahulukan agar bisa memilih lebih santai setelah itu barulah jalan-jalan ke tempat-tempat wisata.
"Mbak Mehreen yakin dengan saya?" tanya Arjuna saat keduanya berjalan berdampingan dengan orang tua Mehreen di belakang.
"In syaa Allah yakin. Kamu...ngga yakin?" tanya Mehreen hati-hati.
Arjuna terdiam sesaat. Ia menghela napas dalam sebelum menjawab pertanyaan perempuan cantik di sebelahnya. "Secara usia, Mbak Mehreen masih lebih muda daripada Mbak Ai tapi bagaimanapun juga akan banyak omongan bahwa pernikahan kita karena masing-masing memiliki kepentingan."
Mehreen mengangguk setuju. "Kamu benar. Orang akan menganggap aku memilihmu karena gantengnya kebangetan sampai menggunakan koneksi keluarga dan kamu...memilihku demi sebuah kemudahan pangkat dan jabatan. Diiih!"
"Begitulah kira-kira."
"Kamu...beneran nggak masalah aku kuliah lagi?"
Arjuna menoleh sekilas. "Kenapa harus masalah? Pertama, Mbak Mehreen masih hak dan tanggung jawab Abi Damai. Kedua, selama itu baik, kenapa tidak? Bagaimana pun setiap perempuan adalah calon ibu yang merupakan sekolah pertama anak-anak mereka."
Mendengar Arjuna menyinggung tentang anak-anak tiba-tiba pikirannya melayang jauh. Anaknya Arjuna pasti ganteng atau cantik.
"Ahem! Dek, kondisikan pikiran!" tegur Damai yang menarik Mehreen yang nyaris kesandung.
"Ehehehehe..." Mehreen nyengir menutupi malu.
Sambil berjalan dan melihat-lihat, Arjuna dan Mehreen membicarakan rencana ke depan mereka jika Allah masih menghendaki keduanya bersama. Apa yang akan dilakukan setelah kepulangan Mehreen dari Inggris. Langsung pengajuan atau apa.
Dan dalam hati sebetulnya Arjuna tidak bisa menghilangkan bayangan Michael di Inggris juga. Ia percaya kepada Mehreen tapi tidak dengan Michael sebab lelaki itu pernah menawarkan perpindahan keyakinan demi mengikuti pujaannya.
Baru kali ini ia merasa berat meninggalkan seseorang tapi ia harus pergi. Ada negara yang menantinya.
Kalau dipikir-pikir lagi ia sungguh nekat berani melabuhkan pilihannya kepada keluarga Danyonnya. Gagal dengan putri kandung sekarang beralih ke keponakan seolah tak ada perempuan lain yang pantas untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Arjuna
General Fiction#20 Militer (19/02/2020) #10 Beda Usia (19/02/2020) #01 Relawan (22/02/2020) Pertemuan Arjuna dengan Mehreen di perbatasan Papua ternyata membawa buntut panjang. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih keluarga dengan mantan calon mertuanya. Tepatn...