💘 5 (Revisi)

8K 836 22
                                    

Karena wattpad suka mati sendiri makanya aku nulisnya pun cepat-cepat eh ternyata part Arjuna kemarin gak singkron sama bab 4.

Karena itu di sini, part Arjuna aku rombak sikit ya. Maaf 😭

🍃🍃🍃

Mehreen akhirnya sampai juga di kompleks asrama Grup II setelah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan.

Sampai di rumah, ia mendapatinya dalam keadaan kosong. Shahreen, Mbaknya masih kerja. Abinya sama Uminya? Sibuk.

Itulah salah satu alasan ia lebih suka menyibukkan diri. Saat masih kecil ia suka kesal jarang bertemu Abinya. Saat remaja, ia sudah terbiasa dan berdamai dengan kondisi keluarganya ditambah teman-teman seasrama yang seru. Saat beranjak dewasa ... ia ingin rumahnya ramai.

Setelah membersihkan diri, ia pun menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.

"Reen, mau maghrib, Nak. Bangun dulu," terdengar suara Abinya.

Sesaat Mehreen tak percaya ada Abinya di dekatnya. Ia masih mengira di Papua lalu teringat bahwa baru saja ia pulang. Perlahan kedua matanya terbuka dan mendapati senyum paling meneduhkannya dan cinta pertamanya.

Mehreen bangkit, salim ke Abinya dan memeluknya erat. "Kangen."

Damai tertawa. Membalas pelukan putri bungsunya sambil mengusap rambut bergelombang itu. "Abi juga kangen. Yuk, mandi, salat. Mau maghrib."

Mehreen mengangguk seraya melepas pelukannya. Sedangkan Damai meninggalkan kamarnya.

Segera Mehreen mengambil handuk bersih dan baju gantinya lalu ke kamar mandi. Dan selesai mandi tepat saat adzan berkumandang.

Ia salat berjama'ah bersama Uminya di rumah setelahnya membantu Uminya menyiapkan meja makan.

"Ah, rindunya," kata Mehreen begitu keluarganya sudah lengkap. "Lho, Mbak Shahreen mana?"

"Outbond," jawab Damai pendek.

"Oh." Mehreen mengangguk.

"Kemarin gimana di sana? Aman? Lancar?" tanya Khayrah.

Mehreen tersenyum lebar. "Alhamdulillah. Semua aman dan lancar. Oh ya, ketemu baret ijo deh."

Kedua alis Damai terangkat. "Dari mana?"

"Uhm ... " Mehreen berusaha mengingat-ingat. "Ah, Malang!" Dan dia menyebut batalyonnya.

Damai yang tengah minum air putih tiba-tiba tersedak.

"Abi kenapa coba?" tanya Mehreen heran.

Setelah melegakan tenggorokannya, Damai buka mulut. "Itu kan batalyon tempat Papa Rashad dinas, Nduk."

"Heh?!" seru Mehreen kaget dan gantian ia yang tersedak apalagi saat mengingat ucapannya yang bernada menantang ingin tahu siapa Danyon Arjuna saat itu.

"Ini lagi. Kamu kenapa?" Khayrah membantu memberikan air putih pada si bungsu.

"Makasih, Umi." Mehreen meringis malu pada Abinya. "Papa Danyon kan ya?"

"Iya." Damai mengangguk. "Kenapa? Ketemu? Tapi kok nggak bilang Abi?"

Mehreen kembali meringis. "Ehehehe ... "

Damai menyipit curiga. "Kamu buat ulah? Gangguin tentara-tentara itu?"

Mehreen menggeleng lalu menceritakan kepada orang tuanya.

"Kamu ini!" Seketika Damai menjewer telinga Mehreen.

"Auw! Siap salah! Ampun, Abi." Mehreen merengut. "Ya habisnya ... "

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang