💘 11

8.7K 876 48
                                    

Begitu sampai hotel di Jakarta, Hilwana memilih langsung merebahkan badannya dan tenggelam ke alam mimpi. Tak menghiraukan lagi hiruk pikuk persiapan resepsi berikutnya. Kali ini lebih santai karena sudah diurus WO.

Karena itu bahkan Mehreen masih bisa menghabiskan sisa waktunya untuk membaca di pinggir kolam renang sambil menikmati jus segar, mengingat ia tidak bisa berenang.

Arjuna yang tengah melintas tampak kaget mendapati Mehreen sendirian. Sejenak ia ragu untuk mendekati keponakan Komandannya itu. Ia melihat sekeliling yang banyak orang, membuatnya mendekati gadis itu.

"Assalamu'alaikum," sapa Arjuna ragu.

Mehreen mendongak begitu mendengar suara yang sangat dikenalnya. Ia menurunkan bukunya. "Om Juna." Sejujurnya ia bingung harus memanggil lelaki muda itu bagaimana.

Arjuna semakin mendekat dan duduk di hadapan Mehreen. Kacamata hitam masih bertengger di hidungnya membuat matanya terhalang. "Panggil Juna saja."

"Oke." Mehreen mengangguk.

"Kenapa sendirian?"

"Mau berenang, nggak bisa. Kalau cuma berendam malu dong kecuali di jacuzzi," jawab Mehreen jujur. "Beda sama Mbak Shahreen."

"Dan...Mbak Shahreen di?"

Mehreen mengedikkan bahunya. "Entah. Dari tadi juga sendirian aku. Mau minum?"

Kedua alis Arjuna terangkat. "Itu kan minumannya Mbak Mehreen."

Seketika Mehreen cemberut. "Maksudnya pesan sendiri. Duuuh..."

"Owalah..." Arjuna pun menertawakan kebodohannya sendiri.

Keduanya pun sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Di sisi lain, pengunjung yang berada di sekitar kolam renang dan berjenis kelamin perempuan banyak yang menatap kagum pada Arjuna.

"Uhm, maaf, boleh tahu kenapa Mbak Reen nggak bisa berenang?"

Mehreen murung. "Harusnya tim relawan kami setara dengan tim SAR karena begitulah Abi menggembleng kami, kecuali aku yang tidak lulus berenang."

"Kenapa?"

Mehreen menghela napas berat yang membuat Arjuna mengernyitkan kening dan merasa ada masa lalu kurang mengenakkan yang dialaminya. "Saat sudah dewasa ini aku cukup beruntung untuk sekedar berendam di kolam dangkal. Dulu...berdiri tak jauh dari kolam saja aku langsung gemetar."

Tanpa sadar Arjuna langsung melepas kacamatanya. "Mbak Reen punya fobia?" tanyanya prihatin.

Mehreen menggeleng. Bukunya yang tadi masih dibatasi tangannya kini betul-betul ditutup dan ia bersandar sambil menatap kolam. "Trauma. Aku punya trauma dengan kolam renang. Saat SD ada teman yang suka menggangguku dan menarik-narik kakiku saat kami sedang pelajaran berenang. TK aku sudah bisa berenang lho..." ia terkekeh lalu wajahnya berubah sendu. "Karena kaget jadi aku sering tenggelam, untungnya bukan kolam dalam untuk dewasa. Masih kolam anak-anak. Kemudian yang paling parah adalah aku tak sengaja terdorong ke kolam dewasa dan tenggelam. Untung lamgsung ditolong...kalau tidak..." ia menghela napas dalam. "Aku bisa berenang tapi karena kaget..."

"Maaf," ucap Arjuna.

Mehreen menatapnya sebentar lalu buang muka sambil menggelengkan kepala. "It's okey. Sudah berlalu. Yah...walaupun akhirnya membuatku takut berenang lagi sih. Berkat Dek Sahil aku berani masuk kolam renang lagi. Begitu juga Mas Nakula yang sering melewatkan masa liburannya untuk membantuku sembuh dari trauma. Butuh waktu bertahun-tahun untuk membuatku bisa masuk ke dalam kolam dewasa hanya untuk sekedar berendam dan duduk di pinggir seperti ini."

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang