💘 12

8.4K 845 56
                                    

Seminggu sudah bungsu dari Letkol Inf. Rashad Dwi Aditya menikah, yang berarti seminggu juga semua kembali ke rutinitas semula termasuk Arjuna.

Tak ada hal istimewah maupun darurat yang terjadi. Semua aman terkendali sehingga Arjuna tak ada pikiran apapun saat diminta menghadap Rashad.

Rashad memintanya duduk sementara ia menyelesaikan sambungan teleponnya. Ketika selesai dan menyimpan hapenya, ia memandang prajurit yang sudah ia anggap putra sendiri itu dari atas ke bawah.

"Masih tetap ganteng dan gagah tanpa kekurangan satu apapun." Tiba-tiba Rashad mengatakan hal yang membingungkan Arjuna masih dengan tatapan yang memperhatikannya dengan seksama. "Sahil sudah menikah, tapi Papa belum bisa bernapas lega kalau belum melihatmu menikah juga."

"Siap salah!" sahut Arjuna tegas. "Maaf, saya..."

Rashad menggeleng. "Jawab pertanyaan Papa dengan jujur, kamu menyukai Mehreen?"

"Siap salah! Saya...eh..." Arjuna bingung harus menjawab apa dan bagaimana.

Rashad mengangguk. "Baik. Jawab saya, Sertu Arjuna Ramadan!"

Arjuna langsung duduk tegak. "Siap, izin menjawab...Mbak Mehreen orang yang ramah, sulit untuk tidak menyukainya."

Rashad menatap tajam, ia tampak tidak puas dengan jawaban Arjuna. Ia pun bersedekap. "Kamu lebih suka cerita ke Papa dulu atau langsung sama Abinya Mehreen?"

Mendengar Abi Mehreen disebut, wajah Arjuna memucat seketika. Ia menelan ludahnya susah payah.

Rashad melihat arlojinya, sudah jam istirahat. "Ayo temani Papa."

"Siap."

Arjuna bangkit dan mengikuti Rashad meninggalkan kantor dan makan siang di luar. Sebuah kedai rawon yang tengah ramai karena jam makan siang. Untung masih ada tempat kosong.

"Ayo, Papa menunggu. Mama bilang, kamu sepertinya sedang dekat dengan Mehreen. Papa senang sekali kalau akhirnya kamu betul-betul bisa menikah dengan keluarga Papa. Tapi kalau jodohmu orang lain pun, Papa sama Mama tidak pernah keberatan. Jadi?"

Arjuna menunduk ditatap lekat oleh Rashad sedemikian rupa.

"Saya dan Mbak Mehreen tidak ada hubungan apa-apa," ia memulai ceritanya. "Kami bertemu saat saya satgas pamtas di Papua. Tapi ya begitu saja...sampai akhirnya ketemu lagi di rumah Papa saat menjelang pernikahan Mas Sahil kemarin."

"Tunggu...tunggu...sebentar..." Rashad mengernyit dalam dan semakin menatap Arjuna tajam. "Apa dia perempuan yang kata Mama judesin kamu di Papua?"

Arjuna mengangguk takut-takut. "Siap, benar, Pa."

Tak disangka, Rashad malah tertawa. Hanya saja saat membuka mulut, rawon mereka sudah datang. Setelah mengucapkan terima kasih kepada pramusaji, Rashad menepuk keras punggung Arjuna.

"Ayo, ayo dimakan. Kalau dingin kurang mantap," kata Rashad dan menyuap rawonnya terlebih dulu.

Arjuna pun mengikuti Rashad dan menyuap rawonnya.

"Tapi Juna, jujur sama Papa. Apa hanya itu kesanmu tentang Mehreen? Tak ada yang istimewah? Sama sekali?" tak ada kesan menggoda ataupun menuntut. Murni hanya ingin tahu alias kepo.

Arjuna merasa wajahnya menghangat dengan sendirinya dan itu merambat hingga ke permukaan.

"Telingamu merah," kata Rashad terdengar seperti vonis. "Jadi?"

Perlahan Arjuna menegakkan kepalanya, memberanikan diri menatap Rashad balik karena bagaimanapun lelaki di depannya ini masih Danyonnya dan terkenal garang.

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang