💘 20

7.1K 800 113
                                    

Yang baru yang baru yang baru

"Berarti aku bukan Melati Pagar Bangsa tapi Mawar Penghias Taman?" -Kartika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berarti aku bukan Melati Pagar Bangsa tapi Mawar Penghias Taman?" -Kartika

❤❤❤❤

Pada liburan kali ini Mehreen pulang ke Indonesia dan betapa senangnya karena tepat dengan rencana seluruh keluarga besar kumpul ke Batu. Ke rumah eyang. Bahkan sepupunya yang sibuk sebagai dokpol, Nakula dan dokmil, Sahil pun ada. Justru yang tidak ada hanya kakaknya, Shahreen.

Tak ada firasat apapun yang dirasakan oleh Mehreen. Eyang kakungnya makan puding buatan Mami Kartika, kakak dari Abinya setelah itu rebahan di sofa ruang keluarga. Tapi karena tertidur masih mengenakan baju yang digunakan usai salat, eyang putrinya pun membangunkan agar ganti baju dulu.

"Dek Sahil! Adek! Dek Sahil!" panggil eyang putri. "SAHIL! NAKULA!"

"Kenapa, Yang?" tanya Mehreen yang terkejut mendengar teriakan panik eyang putrinya.

Terdengar Sahil membuka pintu kamarnya dan tergesa menghampiri.

"Eyang kok nggak bangun?"

Mehreen berdiri kaku di tempatnya dengan jantung berebar keras. Sementara itu Sahil langsung memeriksa eyang kakung.

"Mas Naku!" panggil Mehreen dengan panik sambil lari ke belakang di mana sepupunya sedang memberi makan ikan. "Maaas! Eyang!"

Nakula yang sedang memberi makan ikan segera mencuci tangan dan menyusul Mehreen yang sudah diambang pintu. Bahkan ia melesat mendahului Mehreen.

Begitu di ruang tengah lagi, tampak Nakula menunduk dengan duduk bersimpuh di hadapan eyang kakung. Sementara itu tampak eyang putri menangis dalam pelukan Sahil. Para orang tua berdiri tak jauh sambil menangis.

"Mas?" tanya Kartika, Mami Nakula.

Nakula menggeleng. "Seperti yang Dek Sahil bilang. Eyang sudah pergi."

"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un." Mehreen langsung terduduk lemas. Tubuhnya lunglai. Ia menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Semakin lama terdengar tangisan-tangisan lain yang berasal dari eyang putri, Kartika dan Khayrah bersamaan dengan para lelaki yang mulai menghubungi seluruh sanak saudara.

Mehreen tak tahu lagi apa yang ia lakukan kemudian. Seolah ia bergerak di luar kesadarannya. Bahkan hingga eyang kakung dimakamkan.

Tak ada upacara militer yang mengiringi sesuai amanat sang eyang setiap kali membahas kematian. Tetapi orang baik tetap akan dibalas oleh kebaikan. Sebagai ganti upacara militer, banyak sekali pelayat yang memberikan penghormatan terakhir hingga ke liang lahat. Bahkan sempat membuat kemacetan dari jalan rumah hingga menuju ke pemakaman.

Malam harinya, Mehreen berpelukan dengan Shahreen yang langsung memesan penerbangan berikutnya itu di sudut ruang keluarga.

"Can't believe it. Seperti pertanda kita semua berkumpul. Yang biasanya susah cuti, datang di saat yang sama, tiba-tiba bisa datang," lirih Mehreen.

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang