Makan malam usai, Arjuna bersama Mehreen sekeluarga tengah duduk di ruang tamu menikmati pisang goreng, kacang rebus dan kopi susu yang disuguhkan.
"Jadi, kenapa nggak bilang sih kalau mau liburan ke sini?" tanya Mehreen.
Pertanyaannya otomatis membuat semua yang mengunyah segera menelannya atau menghentikan gerakan melahap makanan dan menatapnya.
"Memang kamu siapanya Arjuna sampai dia harus lapor kamu?" Walau tak segarang sebelumnya tetap saja wajah Damai galak.
"Eeeh..." Mehreen hanya bisa menelan ludahnya dan menunduk.
"Tapi mumpung Mehreen bertanya begitu, coba beritahu kamu tujuanmu jauh-jauh datang kemari?" tanya Damai tajam.
Arjuna berdeham dan melegakan tenggorokannya dengan kopi susu dulu. "Mohon izin sebelumnya, Bapak dan Ibu juga Mbak Mehreen kalau kedatangan saya mendadak."
Damai mengangguk.
"Sejujurnya seperti yang Bapak dan Ibu tahu, saya bertemu dengan Mbak Mehreen saat kami sama-sama ada misi di Papua. Dan selama itu pula tak ada hal apapun yang saya rasakan. Hanya saja saat bertemu lagi di Malang, perasaan saya berbeda tapi saya takut dan ragu. Akhirnya setelah bicara dengan Papa Rashad, saya pun memberanikan diri bertanya kepada Allah. Dan jawaban-Nya lah yang membuat saya akhirnya memberanikan diri menemui Bapak, Ibu dan Mbak Mehreen langsung di sini,"
Saat Damai dan Khayrah manggut-manggut sambil menahan senyum, Mehreen menatap bengong.
"Bapak dan Ibu, saya Arjuna Ramadan, seorang yatim piatu, tentara dengan pangkat Sersan Satu dengan menyebut nama Allah dan karena Allah, meminta restu untuk menjadikan putri bungsu Bapak dan Ibu, Mehreen Shehzadi menjadi pendamping hidup saya sampai jannah, in syaa Allah," kata Arjuna mantap sambil menatap kedua mata Damai.
Ketika senyum Damai terkembang yang membuat Arjuna terkejut padahal dalam hati ia gugup setengah mati, apalagi sebelumnya sempat terjadi hal yang tak terlupakan seumur hidupnya, Mehreen tak kalah terkejutnya. Tampak seperti nyawanya sedang tak ada di tempat.
"Kamu tahu usia Mehreen?" tanya Damai dengan tatapan lekat.
"Siap, tahu. Papa Rashad sudah memberikan data diri Mbak Mehreen. Dan...usianya setahun lebih tua dari Mas Rahil."
"Pardon?!" Di antara semua kata, justru itu yang keluar dari bibir Mehreen lengkap dengan pelototan matanya. "You're four years younger than me?" tunjuknya tak sopan.
"Ahem!" Damai berdeham yang membuat Mehreen segera menurunkan tangannya. "Kalau Abi sih yes, nggak tahu Ummi," ia menoleh pada istrinya sambil meniru juri kompetisi menyanyi di TV yang fenomenal itu.
"Two yeses from me." Khayrah pun mengikuti gaya juri kompetisi serupa yang bertaraf internasional.
Bagaimanapun mereka sudah mendapat bocoran dari keluarga di Malang. Kedatangan Arjuna hanya sebagai penentu akhir saja.
Kini ketiga pasang mata menatap sang penentu keputusan. Mehreen.
"Eeeh..." Mehreen bingung harus bereaksi bagaimana tapi ia langsung menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Abinya yang memang duduk di sebelahnya.
"Ummi tahu lho pikiran Adek selama ini di mana? Sekarang Raden Arjunanya sudah di sini. Adek tahu arti dan konsekuensinya kan?" Khayrah yang ada di sisi lain Mehreen mengelus kepalanya lembut. "So?"
Entah apa yang merasuki Mehreen hingga ia hanya mengangkat jempolnya ke atas saja.
"Lah?" ujar Damai kaget begitu pun Khayrah apalagi Arjuna. "Apaan coba. Dek, yang sopan ah. Yes or No? Jangan main-main. Ini hidup Adek, masa depan Adek."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Arjuna
General Fiction#20 Militer (19/02/2020) #10 Beda Usia (19/02/2020) #01 Relawan (22/02/2020) Pertemuan Arjuna dengan Mehreen di perbatasan Papua ternyata membawa buntut panjang. Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih keluarga dengan mantan calon mertuanya. Tepatn...