Ending

7.8K 553 67
                                    

Nikmat mana lagi yang ingin Arjuna dustakan?

Arjuna merasa lengkap sebagai lelaki dengan adanya Mehreen dan Syaluna dalam hidupnya. Keluarga miliknya sendiri. Sungguh ia tak pernah menyangka Allah memberikannya jodoh dari keluarga yang luar biasa.

Banyak yang mengira hidupnya sangatlah mudah padahal justru sebaliknya. Ia miskin. Ia harus bekerja ekstra keras untuk berada di posisinya sekarang. Bahkan dianggap anak oleh Rashad saja tak sedikit pun terbersit dalam benaknya. Ia hanya menjalani kewajibannya. Jika akhirnya berjodoh dengan Mehreen, semua itu kuasa Allah bukan campur tangan Rashad sama sekali. Sebab jika karena campur tangan komandannya, kesempatan untuknya sangat banyak tanpa harus jauh-jauh ke Papua. Dengan sekali panggilan telepon, ia akan terhubung dengan Mehreen dalam sekejap mata.

Dan jika berbicara tentang Rashad, tak akan pernah terlepas dari kisahnya bersama Aisha di mana keduanya hampir saja menikah. Yang menjadi masalah adalah masih saja ada yang membicarakannya terutama mengungkitnya pada Mehreen. Yang paling parah istrinya cerita, bahwa sang istri dianggap sebagai faktor penyebab gagalnya pernikahannya dan Ai. Dengan kata lain menjadi orang ketiga. Sepertinya mereka terlalu banyak menonton sinetron.

Arjuna tahu semua itu tidak mudah bagi Mehreen tapi istrinya mampu menghadapinya dengan baik meski harus merasakan sakit. Jika Tuhan berkehendak, manusia bisa apa? Itu sangat dirasakannya. Ia tidak menutup mata dan telinga bahwa dulu betapa ia dielu-elukan karena paras, fisik, prestasi dan kemampuannya. Begitu menikah, semua nyaris berbalik dalam sekejap mata. Terutama parasnya yang membuat orang bergunjing yang tidak-tidak terkait jodonya. Sejak dekat dengan Ai lalu menikah dengan Mehreen yang berujung sedikit banyak menyakiti Mehreen juga.

Untuk itulah selain memang tanggungjawabnya juga bentuk dukungan membantu Mehreen di rumah apalagi kini sudah ada buah hatinya.

"Bi, sarapan dulu," panggil Mehreen ketika masakannya sudah matang dan ditata di meja makan.

"Ummi mandi dulu terus kita sarapan, mumpung Syaluna tidur," sahut Arjuna yang tengah mencuci baju seragamnya sendiri dengan tangan setelah tadi selesai mencuci baju istrinya dengan mesin cuci.

"Oke." Mehreen yang kemudian mengintip ke belakang lalu masuk lagi.

Baru saja istrinya masuk, terdengar suara rengekan Syaluna. Arjuna segera meletakkan cuciannya,membersihkan kedua tangannya lalu segera ke kamar. Ia memerika kenapa putrinya menangis, ternyata pup. Ia pun menggantinya dengan pampers baru lalu menggendongnya setelah merapikan semua.

Ia mengajak ke teras dan duduk di pinggir jalan sembari melihat tetangganya tengah membersihkan teras.

"Syaluna nanti besarnya sama Abang Dhavan ya?" seru senior Arjuna yang memiliki putra berusia tujuh tahun.

Arjuna tertawa kecil. "Izin, Bang, Syaluna masih kecil ini."

"Loh, justru itu dikapling duluan biar nggak diserobot orang," kekeh senior Arjuna.

"Syaluna kenapa?" tanya Mehreen yang baru menyelesaikan mandinya dan ganti baju itu menyusul ke depan.

"Ayok, kita besanan," ulang senior tadi yang langsung membuat Mehreen tertawa sembari menggelengkan kepalanya.

"Syaluna sudah laris ya, Bi?" seru Mehreen.

Arjuna menoleh pada istrinya dan tersenyum. "Ummi makan dulu, biar Abi nyusul nanti."

Mehreen berjalan mendekati putrinya yang digendong sang suami, menciumnya lalu masuk lagi ke dalam.

Tak lama datang Dhavan menggunakan sepeda entah dari mana, masuk ke halaman rumahnya sendiri. Lalu, turun dari sepeda dan segera melesat ke dalam. Ketika keluar lagi, ia berjalan cepat menuju rumah Arjuna.

Jodoh ArjunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang