12. Kebenaran yang Menyakitkan

883 137 13
                                    

Frans Situmorang, pengacara kondang kuasa hukum Diaz Akbar, bicara penuh semangat di depan sahabat lamanya, Barry Legrand.

"I Made Makkawaru, politikus bodoh yang ingin memanfaatkan kematian ayahnya untuk mencari perhatian partai yang menaunginya. Mereka tak bisa menuntut anakmu. Bukti-bukti terlalu lemah. Dan lagi... Aku punya dua saksi kunci yang akan membebaskan Diaz dari semua tuntutan."

"Lakukan apapun yang bisa kau lakukan, Sobat. Diaz putra ideologisku. Dia harus memiliki kehidupan yang bebas sebebas ayahnya.

"Lagi pula, kemenangan ini akan semakin menaikkan pamor dan mewujudkan kepentingan politikmu." Barry menaikkan satu sudut bibirnya.

"Tentu saja, dengan bantuan modal politik darimu," Frans terkekeh.

=====🍎🍎🍎=====

"Yang Mulia, pada sidang-sidang sebelumnya, para ahli medis sudah memberikan kesaksian. Bukti rekam medis sudah dianalisis. Dasar dakwaan lemah.

"Saya mengajukan dua saksi kunci yang akan menggugurkan semua dakwaan." Frans, berargumen meyakinkan di forum sidang.

=====🍎🍎🍎=====

"Sayalah yang melakukan operasi pada korban." Seorang saksi berbicara di depan ruang sidang. Suaranya datar.

Diaz Akbar terpaku di sudut lain. Mengapa kau melakukan ini, Kawan. Batinnya bersuara.

"Bagaimana Anda begitu yakin, bukankah seharusnya Dokter Diaz yang melakukan itu karena dia yang piket malam?" tanya Frans.

"Saya ... diminta bantuan oleh beliau."

"Anda mau saja?" Kejar Frans.

"Kami teman lama."

"Jadi, Dokter Diaz tak ada di sana saat rumah sakit kelimpungan menangani kecelakaan besar?"

Laki-laki itu bungkam.

"Saya punya saksi lain yang menguatkan kesaksian beliau, Yang Mulia." Frans menyeringai. Begitulah aksinya di ruang sidang. Menabur aura mendebarkan.

....

"Saat kecelakaan terjadi, pria itu sedang menghabiskan malam bersamaku. Sepanjang malam."

"Anda yakin, DIA orangnya?"

"Tentu saja. Benda ini miliknya." Wanita itu menunjukkan sesuatu.

Di kursi pesakitan, wajah Diaz pucat pasi. Pandangannya mengarah pada sosok lain berkerudung yang duduk di kursi penonton. Diaz dapat melihat impian besarnya retak di sorot mata sendu yang menatap lurus ke depan. Tak mau menatapnya.

"Anda bisa saja mengambil benda itu di waktu yang lain."

Si wanita terdiam.

"Yang Mulia, saya minta rekaman CCTV, bukti tak terbantahkan tentang keberadaan Dokter Diaz, diputar di sini."

"Ijin diberikan."

Layar proyektor memutar gambar hitam putih yang menunjukkan waktu dengan jelas. Di sebuah lorong hotel, dua orang berlainan jenis berjalan sempoyongan. Si pria mendesak wanitanya ke dinding, memagutnya dengan rakus. Saling berbalas. Adegan meluas. Si wanita membuka pintu kamar dengan pakaian berantakan.

=====🍎🍎🍎=====

Kesaksian wanita itu, menjadi antiklimaks. Dia datang membawa bukti gelang bertuliskan KINANTI, milik Diaz.

Air mata Kinanti tak berhenti berderai melihat rekaman CCTV yang diputar berulang. Diaz Akbar masih pria yang sama. Penjahat wanita.

Diaz Akbar berpaling. Dia tahu, mimpinya ikut musnah bersama dengan air mata yang luruh dari wajah Kinanti.

(Bukan)  Cinta TabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang