20. Diluar Dugaan

852 141 11
                                    

"Kenapa diem aja?" tanya Herfanza. Sejak tak ada Giska, suasana di mobil jadi sepi.

"Lantas, aku mesti gimana, Mas?" tanya Kinanti. Untuk menghormati calon suami, Kinanti mengubah panggilan.

Mereka baru pulang setelah pembekalan nikah di KUA. Pergi bertiga bareng Giska. Namun di perjalanan pulang, Giska ditelepon temannya dan minta diturunkan di  kampus.

Kinanti masih canggung jika hanya berdua dengan Herfanza. Kehabisan topik pembicaraan.  Tinggal terima beres. Semua hal sampai tempat tinggal setelah nikah sudah dipersiapkan orang tua. Diurus calon mertua, tepatnya.

"Gimana kalo kita kencan?" usul Herfanza. Matanya mengering nakal.

"Haahhh ... kencan?" Kinanti menoleh kaget. Dulu, Diaz pernah mengajak jalan bareng Mas Fajar dan Mbak Fitri, malah bikin heboh.

"Makan di luar. Kita belum pernah jalan berdua." Herfanza memperhalus ajakannya. Tanpa menunggu jawaban, mobil dibelokkan ke restoran asing. Kinanti ikut turun saat Herfanza membuka pintu mobil.

Mereka berpapasan dengan sepasang pria dan wanita di parkiran.

"Kamu ... Kinanti 'kan?" Matanya memicing memastikan diri tak salah menyapa orang.

"Kak Alma ....." Kinanti menghentikan langkah. Sungkan bertemu wanita yang kekasihnya direbut olehnya.

"Makasih, ya. Kamu udah nunjukin kalo Diaz pria brengsek. Ini siapa?"

"Saya calon suami Kinanti." Herfanza tersenyum sopan pada kenalan calon istrinya.

Alma mendekatkan diri pada Kinanti dan berbisik, "Pria biasa-biasa aja lebih bisa dipegang kata-katanya. Kamu akan buktikan nanti."

Dia pergi menggandeng laki-laki berperawakan sedang.

Kinanti menatap kepergiannya. Rasa bersalah kembali hadir. Apa maksud perkataan wanita itu?

"Kok ngelamun? Ayo!" Herfanza mengajaknya masuk ke resto. Dia memilih satu tempat di pojokan dan segera memanggil pelayan.

"Kamu pengin punya anak berapa?" tanya Herfanza sambil mengunyah salad. Makanan sudah terhidang di atas meja. Paket makanan yang dipesan Herfanza.

Kinanti yang sedang minum, terbatuk.

"Penting banget ngomongin yang beginian?" Sebelum akad terucap, tak elok rasanya membahas hal-hal privasi.

"Kita belum pernah membicarakan tentang masa depan. Mau dibawa ke mana pernikahan ini." Perkataan Herfanza ada benarnya. Selain tentang pekerjaan yang tak mau Kinanti lepas, tak pernah ada tema lain di luar itu.

"Lusa, insyaallah kita sah di hadapan Allah. Sudah bisa berbagi. Mas bisa tanyakan apa saja." Kinanti meminta Herfanza bersabar diri.

=====☘️☘️☘️=====

"Dulu, Mama juga dijodohin nikah sama Ayah. Ya begitu, gak nyaman kalo berduaan," kata Rahma.

"Setan gak akan pernah suka kita ngikutin perintah agama. Pasti menyusupkan keraguan ke hati. Sampai detik terakhir." Uwa Sasti ikut bersuara.

"Meskipun sudah istikharah?" tanya Kinanti. Uwa Sasti mengangguk.

Menjadi anak perempuan tertua di keluarga dan tak ada yang seusia dia yang sudah menikah, Kinanti memilih curhat pada mama dan uwanya. Terlalu malu ngobrol sama Qorina.

Besok adalah hari pernikahannya. Hati Kinanti malah terbebani. Masih ada yang mengganjal. Namun tak tahu apa.

=====☘️☘️☘️=====

(Bukan)  Cinta TabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang