Flashback
"Bagaimana pekerjaan Abang?" tanya Nugraha pada Diaz saat bercengkrama di ruang keluarga.
Rahma sedang membantu Nenek Asmi minum obat. Bagas nyamil. Stoples besar keripik dalam pelukannya. Kinanti membantu Giska mengerjakan PR.
"Suster dan pasien sama-sama menjengkelkan, Ayah. Mereka selalu memaksaku foto bareng," sahut Diaz.
"Heuleuh ... narsis kumat!" celetuk Bagas. Memancing semua anggota keluarga untuk tertawa.
"Jangan ngiri. Gak bakal ada pramugari yang akan mengajakmu melakukan itu. Paling cuma obeng sama tang yang mau diajak foto" Diaz meledek Bagas yang bercita-cita menjadi teknisi pesawat.
"Apakah keluarga kita memang seperti ini, Ayah?" tanya Giska heran. Dia duduk di pangkuan Nugraha.
"Kenapa?" Nugraha balik bertanya sambil mengelus rambutnya.
"Anak cowoknya cerewet. Ceweknya kalem-kalem. Kayak akyuuuuu...." Giska mengerjakan matanya berulang kali. Membuat Kinanti terkekeh sambil mengusapkan telapak tangannya ke wajah mungil Giska.
"Narsis Abang nurun sama kamu."
"Oh iya. Cita-cita kamu kan pengin keliling dunia. Kalo jadi guru bukannya malah sulit terwujud ya?" tanya Diaz.
"Kata siapa? Kita kan punya sekolah di luar negeri. Aku bakal daftar setelah ikut tes PNS."
"Lantas, Mbak pengin ditempatkan di mana?" tanya Bagas penasaran. Mengangsurkan stoples ke hadapan kakaknya.
"Rusia. Mbak pengin merasakan hujan salju di sana," jawab Kinanti sambil makan keripik.
"Giska ikut ya, Mbak. Biar anget ada yang Mbak pelukin kalo kedinginan." Tatapan Giska memohon.
"Maumu. Mbakmu bakal pergi bareng Abang," goda Diaz pada Giska.
Gadis kecil itu merenggut sebal.
"Ya nggak bisa laahhhh. Abang kegedean kalo dipelukin.""Lho, kata siapa Abang minta dipeluk mbakmu. Abang yang bakal melukin."
Wajah Kinanti bersemburat merah jambu. Dengan cepat dia menundukkan wajah.
"Iihhh ... Abang gak sopan. Mana mau Mbak Kinan dipeluk Abang. Pegangan tangan aja ogah. Sini ... Abang peluk Giska aja."
Si bungsu turun dari pangkuan ayahnya mendekati Diaz. Pria itu merengkuhnya. Memberikan kecupan di kepala.
Para orang tua hanya tersenyum melihat kedekatan anak-anaknya. Itu dulu. Saat kehangatan keluarga masih terasa.
Flashback off
=====☘️☘️☘️=====
Diaz berkemas dengan cepat. Dia tak mau terlambat.
"Ayolah. Masa Papa tak mau membantuku." Diaz mendatangi Barry di Singapura.
"Dengarkan aku, Diaz Akbar. Kau kuberi nama Akbar agar menjadi orang besar." Barry mencengkeram kerah baju Diaz.
"Bukan pria lemah yang hanya bisa mengejar satu wanita lalu bertekuk lutut di hadapannya."
Diaz mengenyahkan tangan Barry.
"Oh ya, menurutmu begitu? Menyedihkan sekali. Aku tak mau mengikuti jejak Papa. Menyakiti Mama. Menghancurkan pernikahan kalian.
"Mulai sekarang, aku akan berdiri di atas kaki sendiri." Diaz berlalu pergi dari hadapannya.
Barry berteriak marah.
"Aku tak yakin kau mampu melakukan segalanya tanpaku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Cinta Tabu
RomanceTumbuh bersama dalam keluarga baru tak menjadikan Diaz Akbar benar-benar menganggap Kinanti sebagai adiknya. Mereka, menjalin hubungan asmara. Keluarga disorot karena hal yang dipandang tabu oleh masyarakat. Setelah sekian tahun 'menepi' untuk mere...