"Hai, Menantu. Apakah Si Bodoh masih tak berani jujur padamu?"
Barry melesakkan pantatnya di sofa dekat jendela kamar. Hembusan angin menerbangkan vitrase gorden yang melambai-lambai menghalangi pandangan. Barry menggeser sofa.Kinanti hanya diam. Wajahnya tanpa ekspresi.
"Kinanti, aku minta maaf karena cara Diaz tak sopan. Saat itu kamu ...."
"Saya tau karena kalian menganggap saya akan segera mati." Kinanti berucap pedas. Dia tak bodoh. Penciumannya tajam. Saat Diaz menyapanya pertama kali, wangi tubuhnya sama dengan seseorang yang selalu datang tanpa bicara ke kamar perawatan. Menyimpan bunga-bunga segar di atas nakas.
"Diaz bicara pada ayahmu setidaknya dia pernah menikah sekali seumur hidup. Menyempurnakan agama. Menikahi wanita yang dicintainya. Memberikan anaknya kesempatan memanggil seorang wanita yang dipanggilnya ...."
"Aku terharu mendengarnya, Om," potong Kinanti. Tak ada satu alasan pun yang Barry ungkap tentang dirinya. Dia seperti seonggok daging yang tak pantas dimintai pendapat. Bahkan tentang hidupnya sendiri.
"Om? Ayolah, aku papa mertuamu! Sebut aku Papa seperti Si Bodoh itu memanggilku!"
Kinanti memalingkan wajah.
=====☘️☘️☘️=====
"Ayo, tangannya kemari. Kenali teksturnya dengan baik." Seorang terapis menuntunnya mengenali sebuah benda.
"Benda apa itu?"
"Iniii .... !" Tangannya meraba-raba. Berpikir lama, Kinanti tak juga mampu menebak.
"Aahhh!!!" Kinanti melempar benda pipih yang dipegangnya. Menangis frustasi dengan keadaan dirinya. Bahkan menyuap sesendok nasi ke mulutnya tak semudah dulu. Seperti bayi yang tak bisa apa-apa.
Kakinya mengecil setelah berbulan-bulan tidur. Tak kuat berjalan lama. Seorang terapis lain membantunya melatih otot-otot kaki.
Kinanti terjatuh setelah berjalan sekian langkah.
"Cukup! Aku tak mau kalian mengaturku harus melakukan ini dan itu!"
=====☘️☘️☘️=====
Kinanti merobek surat rujukan ke dokter mata yang dibuat Sekar di hadapan Diaz Akbar.
"Begini saja! Jika kau berani menikahiku, terima aku apa adanya!" semburnya penuh amarah.
"Tentu saja. Aku tak keberatan." Diaz menjawab pasti. Binar matanya memancar penuh kesedihan melihat penolakan Kinanti pada dirinya.
Aku akan membuatmu mencinta seperti dulu, janji Diaz.
=====☘️☘️☘️=====
" .... Begitulah kondisinya kini." Rahma meminta pengertian keluarga besan saat Kinanti menolak para tamu yang menjenguknya.
Mereka berada di kafetaria rumah sakit.
"Jangan khawatir. Kami paham perasaan Mbak Kinan. Dulu, saat Renata keguguran, dia menjadikan suaminya pelampiasan kemarahan. Lamaa banget ngambeknya ... Iya kan Teh?" Ibu Inggar mencolek Ibu Sukma. Mereka kakak beradik yang berbesan.
"Beban Mbak Kinanti jauh lebih berat. Kami hanya bisa mendoakan semoga lekas sehat dan mampu melewati ujian ini." Ibu Sukma tersenyum maklum.
"Lalu, kita gimana, kenapa nengoknya lama?" Mimih Ami bertanya bingung. Ibu sepuh yang kedua putrinya besanan, mulai pikun.
"Nanti aja, Mih. Kalo Mbak Kinanti sudah sehat, kita kumpul bareng bikin acara di rumah Qorina di Cimahi, ya?" Si bungsu, Laras, membujuk ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Cinta Tabu
RomansaTumbuh bersama dalam keluarga baru tak menjadikan Diaz Akbar benar-benar menganggap Kinanti sebagai adiknya. Mereka, menjalin hubungan asmara. Keluarga disorot karena hal yang dipandang tabu oleh masyarakat. Setelah sekian tahun 'menepi' untuk mere...