Setelah mendengar kabar Alfarez sadar, besoknya Riri setelah beberes kamar ia pamit dengan Ayra dan segera ke RS. Berhubung hari itu hari sabtu jadi libur.
Riri mengendarai motor vespanya dan segera menuju tujuan.
Saat sampai diruang Alfarez ternyata sepi tidak ada siapa-siapa kecuali Alfarez yang tengah memejamkan matanya.
Riri melangkah masuk ke ruang rawat itu, mendengar pergerakan Alfarez membuka matanya lalu menatap arah pintu, mendapatkan Riri yang berjalan mendekatinya.
"Gimana keadaan lo?" tanya Riri masih biasa saja.
Alfarez mengangguk kecil lalu tersenyum jahil "Ehem! Jadi ini orangnya yng nangisin gue sampe ngeraung-ngeraung" godanya sambil melirik Riri yang tengah menaruh tas selempangnya.
Riri mendelik "Heh kata siapa lo? Ngadi-ngadi!" ujar Riri menbela diri.
"Dari camer lo lah, siapa lagi" Alfarez terkekeh kecil lalu selanjutnya meringis.
"Eh kenapa Rez?" Riri yang mendengar Alfarez meringis langsung beranjak cepat menuju bankar Alfarez.
Alfarez mengangkat tangan kanannya lalu menempelkannya pada pipi kanannya "Sakit nih, disini" ujarnya lalu tersenyum jahil.
Bukannya menuruti perkataan Alfarez, Riri malah menampol pelan pipi Alfarez dengan sebal. Gila aja main cium-cium bae!
Alfarez tertawa kencang hingga menggema "Tau lo bisa tawa gede gausah gue buru-buru jenguk lo!" sinis Riri lalu mendudukan badannya disamping bankar.
"Anak-anak ntar ke sini" Alfarez memberitahu. Riri mengangguk dan kembali fokus memandangi wajah Alfarez yang kelewat tampan itu. Tanpa mengerjab sama sekali Riri menatap intens iris mata berwarna coklat muda dan sangat bening itu.
"Kenapa bisa gini Rez? Gak mau cerita?" Riri memancingnya agar Alfarez terbuka dengannya, jujur dia sangat penasaran dengan kejadian yang menimpa Alfarez.
Alfarez pun membuka suara dan menceritakannya dari awal hingga akhir, hingga menceritakan saat Varent memberitahunya kalau Riri menangis kejer saat melihat kondisinya sebelumnya."I-itu kan gue khawatir sama lo!" Riri masih saja gugup saat Alfarez menggodanya untuk kesekian kalinya.
"Khawatir, apa takut kehilangan?" nahkan, mending Alfarez tidur dari pada mendengarkan segala godaan yang keluar dari mulutnya.
"Bodo amat!" Riri berucap kesal, kalau saja Alfarez tidak sakit pasti ia sudah menampol wajah Alfarez hingga berwarna biru.
Alfarez kembali menyemburkan tawanya ketika melihat pipi Riri mengembung menahan marah hingga wajahnya memerah, namun tak lama ponsel miliknya berdering menandakan ada telepon masuk.
"Halo."
"Bos yang masuk gak boleh banyak, siapa aja nih?" Vendo sekarang sudah ada diparkiran rumah sakit tempat Alfarez dirawat bersama ketiga sahabatnya dan tak lupa Laksa dan Gelio.
"Radit sama Bang Laksa aja, disini udah ada Riri" Alfarez menjawab lalu disahuti dengan baik oleh Vendo.
Vendo memutuskan sambungan, sepertinya mereka bergerak ke ruangan Alfarez. Mereka tetap ikut namun saat masuk hanya Radit dan Laksa saja sisanya menunggu diluar.
"Gue gak habis pikir Bang, siapa sih yang berani nyelakain bos baru?" tanya salah satu angkatan Leo. Karena kemarin mereka telah mengintrogasi supir truk yang menabrak Alfarez, dia hanya memberi keterangan seadanya itu juga dipaksa.
"Gue gak bisa jamin dari musuh lingkup The Eagle's, pasti si Farez punya musuh lain diluar ketekunannya disini" Laksa menjawab serius, Laksa ini orangnya sangat amat serius baginya waktu adalah hal paling berharga, jadi tak ada waktu untuknya bercanda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ririchiela [End] ✅
Fiksi Remaja[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Awal cerita menceritakan Riri yang hidup dengan dendamnya selama bertahun-tahun, hingga dipertemukannya oleh takdir dengan sosok yang menjadi pendamping hidupnya. Masa putih abu-abu yang sangat indah ia lewati bersam...