1

12.5K 531 18
                                    

Kota New York sedang diselimuti salju, mungkin cuaca siang ini mencapai 5 atau 6 derajat. Kota New York terasa begitu indah saat salju mulai turun, seperti melihat bola kaca yang penuh dengan gedung-gedung bertingkat dan lampu-lampu yang menerangi seluruh penjuru kota. Salju terus turun memenuhi perkarangan sekolah.

Jujur saja, aku lebih tertarik melihat salju yang turun dibandingkan Mr. Smith yang terus berbicara mengenai Hukum Pascal.

Saat ini aku sedang tidak mood untuk belajar, sekalipun Rose yang sedaritadi terus menegur untuk tak banyak melamun. Jika ayahku tidak berangkat ke Zürich karena pekerjaanya, mungkin aku akan mendengarkan Smith yang terus mengoceh tanpa henti. Aku akan merindukan ayah.

Jangan kalian pikir aku hanya merindukan ayahku saja, tentu aku merindukan ibuku juga. Hanya saja, aku lebih dekat dengan ayah. Mungkin karena aku adalah anak tunggal dan juga anak perempuan yang paling dicintai oleh sang ayah.

Tidak hanya ayahku yang disibukan oleh pekerjaanya sebagai Chef, namun ibuku juga sibuk sebagai kepala konsultan pajak di Kota New York. Kesibukan mereka membuatku merasa kesepian, hingga pada akhirnya Leo, Luca, Lily dan Louis menemani hariku.

Mereka berempat menjadi bagian dari keluargaku, sekalipun mereka berbulu dan hobi bermalas-malasan.

Rose mengatakan bahwa aku tidak perlu berkerja terlalu keras karena kedua orang tuaku yang sudah mencukupi semua kebutuhanku, termasuk urusan sekolah.

Berbicara tentang sekolah, saat ini aku sedang menempuh pendidikan tingkat atas di King Winterville IV High School. Salah satu sekolah paling bergengsi di dunia. Aku pernah mendengar, bahwa kamu bukan orang pintar dan kaya raya jika bukan dari lulusan King Winterville IV High School.

Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang orang-orang katakan, namun benar adanya saat aku sudah menghabiskan dua tahun di sekolah ini.

Hampir semua murid disini adalah anak-anak dari orang berpengaruh. Anak-anak yang berbau dollar dan gaya hidup yang mewah. Tidak hanya itu saja, sekolah ini juga berisi murid-murid pintar dari seluruh penjuru dunia, pintar dalam segala hal bukan hanya dari akademik saja.

Melihat kegilaan di sekolah ini, membuatku sedikit khawatir. Namun aku tetap percaya diri dan akan berhasil keluar dari sekolah ini dan membuat kedua orang tuaku bangga. Untung saja aku memiliki dua sahabat terbaik yang siap membantu jika dalam masalah pelajaran. Mereka adalah-

"Kriing!" Ini yang di tunggu! Baiklah siap ke kantin "Hei Lisa tunggu!" Rose memanggil sembari mendekatiku yang berjalan menuju kantin disusul oleh Jisoo bersama bukunya.

Setelah selesai mengantri, kami memilih duduk di pinggir jendela. Sarapan siang ini kupilih salad, sandwich, yogurt dan buah.

Diantara kami bertiga, Rose makanya paling banyak. Kalau soal makan, Rose nomor satu sedangkan Jisoo seperti biasanya makan sambil membawa buku yang sama sekali tidak membuatku tertarik.

Bagaimana ingin tertarik? buku yang dibaca Jisoo adalah novel berbahasa Prancis, buku yang terlihat tua dan menguning.

Oh berbicara tentang Rose dan Jisoo, aku kujelaskan bahwa mereka berdua adalah kedua sahabat yang kubicarakan tadi.

Perempuan yang duduk di depanku sembari tersenyum sembari memakan daging ini adalah Park Chaeyoung atau biasa di panggil Rose. Rose selalu menjadi teman sebangku jika kami memiliki mata pelajaran yang sama.

Mengapa tidak Jisoo? karena Jisoo akan memukul kepalaku berkali-kali dengan buku tebalnya jika aku tidak memperhatikan guru.

Jika di sekolah kami ada lomba makan, tentu aku yakin Rose akan menang. Rose seperti memiliki perut karet dan bergigi banyak hingga makan begitu cepat dan banyak.

The Girl I Can't HaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang