18

2.8K 294 7
                                    

Lisa berjalan di pinggir kota Bronx yang terlihat lebih gelap, kumuh dan banyak gelandangan yang tinggal. Beberapa orang menghidupkan api unggun di tong besar, tenda-tenda yang di dirikan kanan dan kiri. Lisa berjalan melewati mereka di tengah-tengah dinginya malam. Coat coklat tua milik Lisa menghangatkan tubuhnya sepanjang jalan menuju rumah. 

Lampu-lampu jalanan terlihat lebih redup. Jalanan di penuhi oleh tumpukan salju. Lisa membawa tas ransel yang berisi buku-buku. Lisa menyipitkan kedua mata, berusaha memfokuskan pandangan matanya ke seseorang yang sedang berdiri di bawah tiang lampu. Lisa kembali berjalan, berhati-hati karena tidak ingin mengejutkan orang tersebut. 

Rambutnya coklat kehitaman, di biarkan terurai indah. Dia tidak tinggi seperti Lisa, mungkin hanya sepundak atau sedadanya saja. Punggungnya di hiasi dengan jaket hitam tebal. Di sekelilingnya hanyalah kegelapan, kecuali salju putih dan sinar lampu redup. Dia tidak bergerak, hanya terdiam. 

Lisa tidak perlu menerka-nerka, dirinya sudah tahu wanita yang tengah berdiri sembari menadah tangan ke langit-langit. 

Hari ini Lisa sangat lelah, terlalu banyak yang dia pikirkan. Tergores senyuman di bibirnya, senyuman yang sedari kemarin tak terukir. Lisa menatap Jennie yang sedang membuat bola salju, pipinya menggembung merah muda. 

Hal kecil yang di lakukan Jennie mampu mengusir rasa lelah dan resah di hati Lisa. Jennie seperti sihir baginya, hanya melihatnya saja bisa membuat Lisa menjadi lebih baik. Jennie adalah goresan indah yang terukir di hari-hari Lisa. Senyumnya memberi Lisa kehangatan, kedua matanya membuat Lisa tenang, dan bibirnya berhasil mencuri hati Lisa. 

Namun senyuman tak bertahan lama setelah Lisa sadar bahwa mereka bukanlah siapa-siapa. Bukan kekasih maupun teman. Lalu, apa yang Jennie lakukan disini? "Kamu seharusnya tidak berada di tempat ini. Disini sangat rawan, apalagi melihat wanita sepertimu bisa menjadi sasaran para kriminal." 

Jennie terkejut melihat kehadiran Lisa yang masih berdiri tak jauh darinya. Wajah yang terlihat letih, poni khasnya sedikit berantakan. "Lisa." Jantung Jennie berdetak cepat. Dia tidak tahu harus berbuat apa di depan wanita yang kemarin ia jauhi. 

Jennie POV

Dia yang ku cari kini berdiri di depanku. Aku merindukannya, ingin memeluk atau sekedar menanyai kabar. Tetapi aku tahu Lisa pasti membenciku akan kejadian malam itu. Aku telah bertindak bodoh dan egois, menyia-nyiakan orang yang bisa membuatku bahagia. Biasanya dia akan tersenyum, menyapa lebih dulu, atau membawakan sesuatu untukku. Tetapi dia hanya menatapku, bibirnya tertutup rapat. 

"Hi, Lisa." Aku mendekatinya yang masih terdiam. Aku tidak pernah segugup ini, merasa kecil di depan orang lain. Aku adalah Jennie, wanita yang di gilai banyak pria dan wanita. Tetapi Lisa berhasil membuatku seperti orang bodoh.

"Maafkan aku."

Lisa mengusap tengkuk dengan tangannya yang pucat, Dia menarik napas mengeluarkan uap dingin. "Jadi, kau meminta maaf sekarang?" ini untuk pertama kalinya aku melihat Lisa yang terlihat ketus. 

Aku menarik napas dalam-dalam, menekan kegelisahanku. Lagi pula aku pantas mendapatkan perlakukan seperti ini. "Aku salah, aku terlalu terbawa emosi. Aku tidak berpikir panjang, aku tidak memikirkan perasaanmu. Aku hanya... aku hanya kecewa karena aku mengharapkan sekali kedatanganmu, Lisa. Aku hanya ingin kau menjadi milikku, hanya milikku." 

"Jennie," kata Lisa. "Bukankah kita bukan siapa-siapa?" Lisa mengabaikanku, berjalan memasuki gedung apartemen. Kalimat yang pernah ku lontarkan padanya kini berbalik ke arahku.

"Lisa, kumohon-" ku sambar lengan Lisa. Aku tidak ingin dia pergi begitu saja, dia harus tahu bahwa aku terus memikirkannya. 

"Apa? kau memohon kepadakku setelah kau mempermalukanku di depan sahabat-sahabatmu? bagaimana permohonanmu ku tolak layaknya murid yang kau kerjai di sekolah? apakah kau pernah berpikir mengenai perasaan orang lain?" tatap lisa dengan suara yang tegas. 

The Girl I Can't HaveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang