Lalisa Manoban merupakan seorang murid sederhana dan jauh dari masalah yang memiliki dua sahabat sejati bernama, Rose dan Jisoo.
Lisa yang tidak memiliki masalah dan selalu tenang kini berubah setelah ia mengenal sosok kim jennie, murid perempuan p...
Suasana siang ini berbeda. Biasanya, telingaku sudah mendengar hiruk pikuk Kota New York. Setidaknya pagi ini jauh lebih tenang dengan pemandangan bangunan-bangunan yang tak setinggi di New York. Lebih klasik dan minimalis.
Termasuk apartemen yang ku tinggali. Tidak begitu besar, namun memberikan kesan yang nyaman. Pagi ini masih cukup dingin untuk membuka jendela, alhasil aku harus membuat susu coklat hangat kesukaan Jennie untuk menghangatkan tubuhnya yang masih meringkuk di bawah selimut.
Kristof sempat menelfon. Sebenarnya hal ini yang tidak ku sukai, aku akan menemui ayahku. Ya, ayahku. Sosok yang tidak ku sukai. Sudah bertahun-tahun aku tidak menemuinya bahkan mendengar suaranya. Bagaimanapun, aku harus berjumpa denganya. Aku sudah meminta tolong kepada beliau dan ya, itulah harga yang harus ku bayar. Menunrunkan ego demi sosok yang ku cintai.
"Lisa."
"Ya." Jennie sedang merenggakan badan. Rambut coklat tua yang sedikit berantakan, kedua mata masih menyipit, pipi yang chubby dan aku segera ingin memeluknya! Tubuh Jennie begitu kecil di dekapanku, aroma tubuhnya manis dan sensual. Terutama di bagian lehernya, itu yang ku suka. Rambutnya terurai indah dengan aroma strawberry.
Pipi Jennie seperti mochi, terasa kenyal dan lembut. "Sakit! jangan gigit pipiku." Nada suaranya masih terdengar malas, masih serak dan masih banyak membutuhkan tidur mengingat waktu Paris lebih cepat 6 jam dari pada New York.
Ku peluk saja tubuhnya, Jennie membalas pelukan. Kepalanya ia sandarkan di dada dan kakinya sedang memeluk bagian tubuh bawahku. Rambutnya lembut, ku berikan ciuman di pipi. "Kamu masih lelah? padahal aku sudah menyiapkan susu coklat hangat, Croque Madame dan Chaussons aux Pommes"
Seketika Jennie menjadi setengah sadar, kedua pupil mata membesar. "Terdengar enak!" Lihat, dia langsung semangat saat mendengar makanan. Dan ya... dia meninggalkanku sendirian di tempat tidur dan berlarian kecil seperti anak kelinci menuju dapur.
Setelah makan siang, kami akan berbelanja pakaian dan kebutuhan lainya.
Kristof sudah menyiapkan mobil dan menuju Avenue Montaigne untuk membeli pakaian. Jennie duduk disampingku, menatap jalanan Kota Paris dengan senyuman indah di bibirnya. "Rasanya tidak mungkin jika seorang Jennie Kim tidak pernah ke Paris."
Ia tersenyum, kedua mata sedikit menyipit. "Hanya beberapa hari saja. Aku tidak benar-benar puas berada disini. Senang sekali bisa kembali ke Paris. Aku harap, bisa tinggal disini lebih lama."
"Tentu, apalagi bersama seorang kekasih. Aku yakin kesenanganmu bertambah ratusan bahkan jutaan kali lipat." Kami saling melempar pandang. Sentuhan tangan Jennie sungguh halus.
"Aku masih tidak menyangka akan disini bersamamu. Aku pikir, aku sedang bermimpi. Tetapi," Jennie melihat sekitar lalu menyentuh kedua pipiku dengan tanganya.
"Ini semua nyata. Aku sangan bersyukur dan berterima kasih, Lisa. Tetapi, aku masih kesal mengenai kau dan Rose-"
"Mari tidak usah kita bahas. Sebagai gantinya, kamu bisa membeli apapun di Paris." Jennie tersenyum dan memeluk.
Kami sampai di tempat pertama. Salah satu brand dunia kesukaan Jennie yaitu, Chanel. Aku tidak tahu apa jadinya jika diriku bukanlah dari keluarga kaya raya. Maksutku, lihat lah Kim Jennie. Dia memiliki selera yang tinggi dan sangat paham akan barang mewah. Jennie juga memilihkan ku pakaian. Berbalanja bersamanya pasti banyak menghabiskan waktu, terutama menghabiskan banyak uang.
Setelah memilih semua keperluan, kami melanjutkan makan siang. "Sayang, bergayalah."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.