Jennie masih berdiri, berusaha berdiri tegap. Untuk pertama kalinya ia merasakan perasaan yang tidak menyenangkan untuk ia rasakan. Rasanya menyakitkan juga menyedihkan. Sulit rasanya untuk mengatakan sesuatu padahal banyak sekali yang ingin ia katakan.
Kini matanya menatap Rose. Tak ada rasa marah juga benci, hanya kekecewaan yang menyelimuti Jennie.
Lisa melepaskan pelukan Rose. Berjalan sekuat tenaga untuk mendekati Jennie. "Dengarkan aku-" Jennie menggelengkan kepala. Matanya terlihat sendu, kedua tangan Jennie gemetar. Bibir bawahnya ia gigit seakan menahan rasa yang ia bendung.
"Aku takut-" Suara Jennie tertahan. Berusaha untuk berbicara dengan baik sekalipun dadanya ingin sekali meledak.
"Aku takut kehilanganmu, Lisa. Aku takut ayahku melukaimu." ucap Jennie berusaha untuk tersenyum dalam sedih.
"Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk tidak menjadi wanita yang pengecut. Yang tak berani dan berjuang untuk orang yang ku cintai. Aku ingin menjadi seseorang yang bisa kau andalkan. Aku berusaha untuk melupakan segalanya tetapi tidak tentang dirimu."
Jennie menarik napas. "Aku datang untukmu, menunggu di dalam gelap dan salju yang turun. Aku tidak tidur, aku meminta pada Tuhan untuk selalu melindungimu. Aku hampir gila, aku hampir berteriak dan mengatakan kepada semua orang dimana kekasihku."
Airmata terjatuh terasa hangat di pipi. Bibirnya gemetar, kedua tangan ia kepal menahan gejolak di dada. Senyuman singkat tergores di bibir manis Jennie. "Syukurlah aku masih bisa melihatmu. Melihatmu baik-baik saja."
Jennie menundukkan kepala. "Terkadang, aku merasa tidak cukup mencintaimu." ucap Jennie sembari menatap Rose.
Lisa menggelengkan kepala. "Tidak Jennie. Aku mohon." Jennie menolak akan sentuhan Lisa. Berjalan sedikit menunduk.
Jennie melirik ke arah Rose. Tak ada senyuman di wajah Rose juga ejekan. Hanya saling melempar diam. "Jennie, aku mohon dengarkan aku! aku mencintaimu." Langkah Jennie terhenti tepat di samping Rose.
"Tetapi dia lebih mencintaimu, Lisa." ucap Jennie lalu pergi meninggalkan Lisa dan Rose.
Lisa menggelengkan kepala. "Tidak, Jennie. Maafkan aku." airmata juga kini menghiasi pipi Lisa.
Langkah Rose terasa berat, pandanganya tak henti menatap Lisa yang meneteskan airmata. Lisa berdiri tak bergeming menatap kepergian Jennie. "Maafkan aku." lirih Rose yang tak sanggup melihat Lisa rapuh.
Lisa menggelengkan kepala, rahanya mengeras karena membendung rasa kehilanganya. "Tidak apa, Rose." Lisa menunduk. Airmata kembali terjatuh di pipi.
Rose hendak menyentuh tangan Lisa berusaha menenangkan sahabatnya. Namun, ia urungkan. Rose merasa bersalah. Bukan karena Jennie, bukan karena Lisa mencintai Jennie akan tetapi, karena Rose telah menyakiti perasaan Lisa. Dan rasa ini sungguh menyakitkan Rose.
~
Mobil Jennie terlihat meninggalkan kawasan tempat tinggal Lisa. Pikirannya melayang, laju mobil Jennie tak menentu mau kemana. Dirinya terlihat ilang arah. Merasa sendiri di dunia. Jennie kehilangan sahabat, pacar dan lebih mengenaskanya, kedua orang tua Jennie tidak peduli padanya.
Mobil melaju cepat, hingga tak sadar. "Tiinnnnnn!" Jennie membanting stir untuk menghindari mobil yang berada di depannya. Pengendara mobil SUV turun dengan wajah yang tak baik terlihat mobilnya harus menabrak tiang listrik di pinggir jalan.
Jennie terdiam, kedua tangan di atas kemudi mobil. Ia menatap pria berbadan besar sedang menghampiri mobil. Wajahnya menjadi marah dan tidak memperdulikan mobil-mobil yang terhalang oleh mobilnya. "Apa kamu sudah gila?" bentaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Can't Have
RomanceLalisa Manoban merupakan seorang murid sederhana dan jauh dari masalah yang memiliki dua sahabat sejati bernama, Rose dan Jisoo. Lisa yang tidak memiliki masalah dan selalu tenang kini berubah setelah ia mengenal sosok kim jennie, murid perempuan p...