Lisa POV
Ini dia, kita telah sampai di salah satu kota yang terkenal akan budaya dan penuh dengan arsitektur yang menajubkan. Matahari bersinar, sedikit menghangatkan tubuh walaupun angin berhembus dingin. Mobil berjalan melewati jalan-jalan kecil yang di apit oleh gedung-gedung klasik khas Eropa.
Jennie tak hentinya memuji pemandangan yang ia lewati. Aku tidak tahu mengapa ayahku berada di kota penuh sejarah ini? apa dia sudah tinggal disini dan memiliki keluarga?
"Kita telah sampai." ucap Kristof.
Jennie terkesima. "Tempat yang indah." ya, aku setuju. Aku rasa, tidak ada tempat yang tidak indah saat kau berada di Florance.
Tempatnya tidak terlalu besar. Terlihat nyaman dan tenang. "Selamat datang di restoran kami, Cantina Barbagianni." Kami mulai masuk ke dalam. Suasana yang begitu berbeda, tak pernah ku jumpat saat di New York. Sepertinya, aku harus pindah tempat tinggal.
Jennie berdiri di sampingku. "Kamu gugup?" Jennie menghela napas, bibir bawahnya ia gigit lembut. "Sudah banyak orang penting yang ku temui tetapi, bertemu dengan ayahmu sangatlah berbeda."
Ku kecup punggung tangan Jennie. "Jangan cemas, ayahku tak lagi menggigit."
Jennie menatap kaget. "Apa?"
"Sebelah sini, nona muda." dan kami mengikuti Kristof.
Aku tidak bohong, jantungku berdebar sangat kencang saat melihat pria paruh baya sedang duduk santai sembari menyesap secangkir teh. Dia sedikit berubah, tubuhnya sedikit membesar tetapi tidak buncit. Rambut-rambut tipis rapih menghiasi wajahnya, kacamata bening masih menempel di wajahnya. Pakainya lebih santai dengan memakai kaos dan celana panjang biasa.
Dia tersenyum. Senyuman yang sudah bertahun-tahun tak pernah ku lihat. Aku tak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaanku, haruskah aku senang, sedih atau marah? "Kalian sudah datang." Jennie sama denganku, aku dan Jennie berdiri bagaikan murid yang sedang terkena hukuman.
Arthur memandangku dari atas sampai bawah. Mengangguk dan tersenyum. "Kamu semakin tinggi saja, apa kamu masih bermain basket?" Bibirku tak bisa bergerak, tak bisa mengatakan apapun selain jantungku yang bergerak cepat.
"Kamu pasti Jennie Ruby Jane." Ayah mengulurkan tangan dan Jennie menjabat tangan ayahku.
"Aku banyak mendengar tentang dirimu. Tidak ku sangka bahwa dirimu jauh lebih cantik dari pada omongan orang-orang yang memujimu." Jennie tersenyum.
"Duduklah, aku yakin kalian sudah lapar." Jennie duduk disampingku. Arthur memesan makanan yang terkenal di restoran ini.
"Bagaimana perjalanan kalian? aku harap kalian bisa lama tinggal disini. Apa kau suka disini, Jennie?"
"Aku suka. Ini pertama kalinya aku datang ke Florance. Sangat membuatku terkesan akan keindahan kotanya." Arthur mengangguk dan menatapku.
"Jadi, hanya kalian berdua saja?"
"Ya." jawabku singkat.
"Kalian berdua dekat satu sama lain?"
"Jennie adalah kekasihku." Terjadi kecanggungan untuk beberapa detik. Apakah dia akan marah? apakah dia akan mengusirku dan Jennie atau....
Arthur tersenyum lebar, menyandarkan tubuh menatap kami bergantian. "Kamu memiliki selera yang sama denganku, sama-sama memiliki selera yang tinggi. Sudah berapa lama kalian berkencan?" apa aku tidak salah dengar?
"Apa kamu tidak marah?"
Arthur menatap heran, kedua alisnya mengkerut. "Untuk apa aku marah? aku akan marah jika kau tidak merasa bahagia."
![](https://img.wattpad.com/cover/261223531-288-k996303.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Girl I Can't Have
RomanceLalisa Manoban merupakan seorang murid sederhana dan jauh dari masalah yang memiliki dua sahabat sejati bernama, Rose dan Jisoo. Lisa yang tidak memiliki masalah dan selalu tenang kini berubah setelah ia mengenal sosok kim jennie, murid perempuan p...