Gita POV
Aku terbangun saat sebuah pukulan keras mendarat di bokongku. Aku terkejut, sampai terduduk di tempat tidur, bengong.
"Bangun! Antar Mama ke pasar." Tanpa minta maaf sudah membuatku kaget, Mama melenggang keluar meninggalkan aku yang masih belum terkumpul kesadarannya. Aku mengecek ponsel dan rasanya mau menangis saat jam masih berada diangka empat. Ngapain juga pagi-pagi buta ke pasar? Mama kan, nggak jualan makanan. Nggak bisa, aku nggak terima diperlakukan seperti ini.
Seperti banteng yang akan menyeruduk, aku keluar kamar dan mendapati Mama tengah duduk di kursi ruang makan sambil menyesap teh.
"Mama nggak ada cara yang lebih ekstrim buat bangunin Gita?" Sindirku dan merebut teh dari tangan Mama. Meneguk habis hingga tetes terakhir. Rasanya perutku jadi ikut hangat.
"Kamu kan susah dibangunin kalo di rumah." Jawab Mama enteng. "Ayo cepat siap-siap. Mama pengen beli ikan di Pabean."
"Pabean?" Alisku mengerut heran. "Nggak sekalian beli di Madura, Ma? Lagian di Mangga Dua juga kan, adaaa." Cuma lima menit dari rumah ada pasar, tapi milihnya yang jauh.
"Mama maunya di Pabean. Titik." Tidak ada lagi kompromi kalo udah gini.
Kalo Kanjeng Ratu udah bersikeras, aku bisa apa selain menuruti. Dengan malas, aku menuju kamar mandi untuk sekedar mencuci muka dan sikat gigi biar nggak bau Naga pas ngomong. Selesai dengan singkat, aku mengganti celana tidur dengan jeans panjang, dan tetap memakai baju kaos semalam dibalut parka merah marun. Aku menatap sebentar wajahku yang polos tanpa makeup. Menimang apakah aku perlu berdandan, atau pergi dengan wajah bantal. Suara teriakan Mama yang meminta untuk lebih cepat membuatku meletakkan kembali liptint yang hendak aku pakai. Udah lah, orang-orang juga nggak kenal aku disini. Jadi, nggak masalah kalo bare face keluar rumah. Iya, aku nggak akan ketemu orang yang aku kenal di Pabean sana.
***
"Ma, udah belum? Gita capek, nih." Aku mengeluh di belakang Mama yang terus berjalan diantara para penjual ikan tanpa mau berkompromi dengan rasa lelah ku. Cuma karena pengen cari yang termurah, semua penjual disurvei harganya. Mana semua belanjaan aku yang disuruh pegang! Lupa ya, kalo anaknya ini cewek, bukan kuli panggul yang bisa bawa barang berkilo-kilo?"Bentar lagiii. Kurang udang ini, pesenan Papa." Ucap Mama tanpa mau menatapku yang udah mandi keringat karena kepanasan, meski matahari belum muncul. Ibu-ibu di Indonesia kenapa sih, sukanya cari yang lebih murah? Kalo udah ada di depan mata, ya, itu aja. Beli, bayar, pulang. Beres!
"Aduh Ma, kaki Gita udah pengkor. Mana belum dikasih makan, disuruh bawa barang banyak, lemes-"
"Banyak ngeluh, deh." Protesku berhasil membuat Mama sebal. Dia paling nggak tahan kalo aku udah merajuk. "Tuh, kamu tunggu di sana. Makan dulu, nanti Mama ke sini lagi." Mama menunjuk sebuah stand makanan. Nggak pamitan lagi, aku langsung ngacir dan memesan seporsi nasi kuning lengkap dengan lauk ayam goreng. Eh, ada jajanan pasarnya juga. Mana banyak, murah lagi. Ini yang bikin aku kangen sama Surabaya.
Sepuluh menit disini, aku udah menghabiskan hampir dua puluh ribu untuk seporsi nasi kuning, 2 donat kentang, 1 lopis, dan segelas es cendol. Ya ampun, kenyang sampai nggak bisa gerak. Tiap hari gini, angka timbangan ku bakalan geser ke kanan terus.
Aku menunggu Mama sambil memilih jajan untuk di rumah. Selesai bayar pun, Mama belum muncul juga. Aku jadi khawatir jangan-jangan dia nyasar. Atau, ada yang jahatin Mama. Atau, Mama diculik? Aku sempat liat ada mobil yang selalu digunakan penculik terparkir di depan pintu masuk pasar. Aku jadi panik dengan segala skenario dalam otak ku.
Aku semakin panik, kala Mama akhirnya muncul bersama seorang pria bermata sipit, dsngan style ala-ala Koko Surabaya.
"Ko Owen!" Aku menutup mulutku ketika tanpa sadar meneriakkan nama seseorang yang pernah menjadi pelarianku. Suara ku yang cukup kencang berhasil membuatnya menoleh, lalu pandangan kami bertemu sepersekian detik, sampai dia tersenyum dan membuatku ingin menghilang secepatnya.
***
Kadang aku suka dipermainkan nasib. Sama seperti situasi Kris yang menjadi bosque diantara tujuh milyar manusia di Bumi, kenapa juga diantara ribuan penduduk Surabaya aku harus bertemu Ko Owen di Pasar dengan penampilan gembel, belum mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Ex!
ChickLitKehidupan Gita Saraswati yang tenang, aman damai sentosa harus terusik ketika atasannya yang baru pindah ke cabangnya. Jarang tidur, sering lupa makan, bahkan sampai lupa hari dan tanggal berapa mulai terjadi dibawah kepemimpinan bos baru. Dan, yang...