Author POV
"Kamu bercanda, kan?" Tanya Adit setelah tawanya mereda ketika mendengar permintaan Gita. Melihat ekspresi Gita yang tidak sedang melucu, Adit berubah serius.
"Aku anggap kamu nggak pernah ngomong kayak gitu. Kamu lagi capek dan pikiran kamu nggak jernih," ucapnya dengan rahang mengetat.
"Dit," panggil Gita dengan nada memelas. "Aku beneran mau-"
"Lebih baik aku antar kamu pulang. Setelah itu kamu istirahat. Besok kita bicara lagi," Adit memutuskan secara sepihak tanpa mau mendengarkan Gita. Wanita itu lebih memilih diam, karena percuma juga berbicara jika Adit tidak mau mendengarkan barang sedetik.
**Jakarta, 12 Januari 2008
"Kita putus," ucap Gita dengan wajah yang menyiratkan penyesalan. Menyesal karena menerima cinta si kapten voli hanya untuk melindungi dirinya dari para siswa lain yang terus mengejarnya. Dia tidak tega, jika terus mempermainkan si cowok.
"Ke-kenapa? Kamu bosan sama aku? Aku minta maaf, aku janji bakalan lebih menghibur kamu. Tapi jangan putusin aku," mohon Panji sambil mengatupkan tangannya.
"Panji, gue rasa hubungan kita nggak akan berhasil. Kita nggak cocok. Lagipula kita udah kelas tiga, kita bakalan sibuk belajar," alasan klasik.
"Aku nggak akan cuekin kamu meski kita sibuk belajar. Kamu bakalan tetap jadi prioritas aku. Jangan putusin aku please," Panji terus membujuk, memasang tampangnya yang paling menyedihkan. Biarlah, harga dirinya jatuh, sejatuh-jatuhnya yang terpenting adalah hubungannya terselamatkan.
Gita memijit pangkal hidungnya, karena Panji masih saja keras kepala. "Panji gue nggak ada rasa apa pun sama Lo. Gue terima Lo karena gue terpaksa, gue nggak mau Lo malu di depan teman-teman Lo kalau gue tolak saat itu juga. Kita hanya bisa jadi teman. Tolong dimengerti,"
Gita bisa melihat dengan jelas betapa shock Panji setelah mendengar pernyataan Gita. Dia hanya kasihan, bukan suka. Sebenarnya, gadis itu tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi dia juga tidak bisa menjalani ini lebih jauh karena cepat atau lambat semuanya akan berakhir.
"Panji maaf," sesal Gita melihat mantan pacarnya hanya diam dan menatap Gita nanar.
"Oke. Gue ngerti," ucapnya singkat dan berbalik pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Gita bersyukur, Panji mengerti meski harus melukai pria baik itu.
"Kecantikan gue kutukan atau berkah ya? Semoga gue nggak kena karma aja," gumam Gita dan berbalik.
Dari kejauhan, dia bisa melihat si culun, cowok yang dia bawa ke UKS kala itu. Dia masih saja culun, dengan rambut yang disisir turun, ikat pinggang Tut Wuri Handayani, dan dasi. Hell, pikir Gita. Mungkin hanya anak itu yang memakai ikat pinggang seperti itu.
"Hai, Kris," sapa Gita ramah. Semenjak kejadian Kris yang pingsan dan dibawa Gita ke UGD. Mereka jadi saling mengenal, namun tidak dekat. Kris seperti menjaga jarak, karena dia tahu diri. Levelnya berada sangta jauh di bawah Gita yang cantik, terkenal dan banyak teman.
Kris membalas sapaan Gita dengan senyuman tipis dan berlalu meninggalkan Gita yang bingung karena Kris pergi tanpa mengajaknya mengobrol.
"Mau ke mana?" Tanya Gita mencoba mensejajarkan langkah dengan Kris yang memiliki kaki panjang.
"Perpus," jawab Kris singkat dengan pandangan lurus ke depan.
"Rajin banget ya," puji Gita tanpa nada menyindir. "Lo nggak jajan di kantin?"
"Gue udah sarapan banyak tadi pagi," kini Kris menatap Gita. Begitu pandangan mereka bertemu, Gita tersenyum hingga menampakkan giginya.
"Mau ngapain di perpus? Gue boleh ikut?" Gita kini berlari kecil karena Kris semakin mempercepat langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Ex!
ChickLitKehidupan Gita Saraswati yang tenang, aman damai sentosa harus terusik ketika atasannya yang baru pindah ke cabangnya. Jarang tidur, sering lupa makan, bahkan sampai lupa hari dan tanggal berapa mulai terjadi dibawah kepemimpinan bos baru. Dan, yang...