Happy Ever After?

13K 1.9K 219
                                    

Gita POV

Aku terbangun saat merasakan hangat sinar matahari yang menerpa di wajahku. Aku melirik jam di atas meja menunjukkan pukul delapan pagi. Memori memalukan semalam kembali berputar dalam otak. Dasar pantat sialan. Nggak bisa liat orang lagi romantis. Keluar seenaknya dan bikin aku malu setengah mati. Kentut ku makin tidak terkendali setelah minum air jahe buatan Kris. Daripada aku mati karena rasa malu, aku memilih masuk ke kamar dan kentut dengan tenang, sampai pada akhirnya aku malah ketiduran di ranjang Kris. Ngomong-ngomong, pria itu tidur di mana, ya? Semalam aku sudah menguasai tempat tidurnya.

Menyibak bedcover-yang bahkan aku tidak ingat telah memakainya, aku membasuh muka dan menyikat gigi, memperbaiki rambutku sebelum keluar mencari keberadaan Kris. Bau semerbak telur goreng tercium tepat saat pintu kamar terbuka. Dari sini aku bisa melihat dengan jelas Kris yang sedang menghadap ke kompor, berkutat dengan masakannya. Pria itu terlihat gagah dan seksi sekaligus dalam balutan apron hitam yang melingkar pas di tubuhnya. Bayangan nakal Kris yang bertelanjang dada, dengan tubuh dibalut apron hitam itu berlarian mesum di otak ku. Astaga, betapa seksinya jika hal itu terjadi. Aku akan sabar menunggu momen itu.

Menggelengkan kepala mengusir pikiran kotor tersebut, aku melangkah mendekati Kris, dan memberikannya sebuah back hug. Aku menghirup harum pelembut pakaian yang masih bersisa pasa kaos yang dikenakannya. Aku mengecup punggungnya kemudian memeluknya lebih erat.

"Morning." Sapanya dengan suara serak khas pagi hari. Sepertinya dia juga belum lama bangun. Rambut yang biasa klimis terlihat acak-acakan. Sangat menggemaskan, apalagi poni yang menutupi keningnya. Mengingatkan pada Kris remaja yang menyebalkan.

"Morning." Aku membalas sambil tetap memeluknya. Kris tetap fokus pada masakannya, membiarkan ku bersandar pada punggungnya. "Maaf aku ketiduran semalam. Kenapa kamu nggak bangunin?"

"Kamu keliatan capek banget, aku nggak tega bangunin. Perut kamu udah mendingan? Kalo belum aku buatin air jahe lagi."

"Kamu nyindir ya?" Sengit ku kesal karena diingatkan tentang kejadian semalam.

"Aku menawarkan, Git. Kecuali aku bilang 'cium bau bangkai nggak?' atau 'kok, ada gas bocor' baru kamu bisa kategorikan jika aku sedang menyindir dengan gaya."

Aku tidak percaya dengan ungkapan Kris. "Jadi kamu mau bilang kentut aku bau busuk?" Nada ku langsung naik tujuh oktaf.

"Bisa kita tidak bertengkar dulu? Apalagi soal kentut. Itu reaksi alami tubuh. Hanya timingnya yang kurang pas dan berbau." Enteng sekali mulut pria ini sementara aku menahan malu sejak semalam. "Kita menghabiskan ratusan kata hanya untuk membahas kentut."

"Kamu yang mulai!" Aku memilih duduk sambil melipat tangan karena kesal.

"Aku nggak masalah, kenapa kamu yang marah? Bukan kah, harusnya aku yang marah?" Kris bergabung di meja makan dengan meletakkan sepiring nasi goreng lengkap dengan sosis dan telur setengah matang. Sementara di depannya hanya terhidang roti panggang dan segelas kopi hitam yang masih mengeluarkan asap.

"Kamu nggak makan nasi?" Aku mengindahkan pertanyaannya dan malah penasaran kenapa dua lenbar roti panggang cukup mengenyangkan untuknya.

"Aku tidak bisa sarapan nasi." Jawabnya singkat dan mulai menggigit roti setelah diolesi selai sbubu.

"Hmmm, enak. Terima kasih." Astaga, nasi goreng ini bahkan lebih enak daripada yang aku beli direstoran. Nasi goreng rumahan dengan bumbu sederhana. Aku merasa kecil di depan Kris. Apa aku pantas menjadi istrinya kelak, ketika masak mi saja masih menjadi bubur.

"Aku hari ini mau ke kantor mengambil barang-barang ku. Apa rencana kamu?" Tanya Kris setelah meneguk kopinya.

"Mungkin aku pulang dan membereskan pakaian. Mau aku temani ke kantor?" Aku menawarkan. Kris menggeleng dan tersenyum.

Hello, Ex!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang