Author POV
Gita menatap penuh hasrat pada sup asparagus yang sedang disiapkan Kris untuk disantapnya. Tangannya bergoyang riang, tidak sabar mencicipi sup yang masih mengepul. Pria ini benar-benar mencarikan permintaannya.
"Dimakan." Ujar Kris dan menyingkirkan sterofoam dan plastik pembungkus setelah memindahkan isinya ke dalam mangkuk kaca yang dipinjamnya dari dapur rumah sakit.
"Hmm, enak." Gumam Gita pada suapan pertama. Dia menumpahkan sebagian isi sup ke piring nasi dan kembali menyuapkan ke dalam mulutnya. Sementara Gita terlihat bahagia dengan makanannya, berbalik jauh dengan Kris. Pria itu selalu mendesah sesaat sebelum menelan makanan rumah sakit yang tidak diinginkan Gita sebelumnya.
"Kalo nggak suka, nggak usah di makan," Gita mengingatkan, jadi kasihan melihat Kris seperti tersiksa dengan makanan hambar. Kris hanya menatap Gita dan kembali menyuapkan besar-besar makanan ke mulutnya agar cepat habis.
Gita mengangkat kedua bahu bodoh dan melanjutkan makannya. Dia sudah mengingatkan, biarkan saja bocah itu menghabiskan makanan hambar dari rumah sakit
Belum juga sup habis setengahnya, Gita menyerah untuk melanjutkan. Tenggorokannya masih sakit untuk menelan, mulutnya juga berasa pahit. Jika dalam keadaan normal, akan Gita habiskan sup tersebut bahkan tak bersisa satu tetes.
"Ini obat kamu," Kris menyerahkan beberapa kapsul dan tablet beserta segelas air. Dalam sekali telan saja Gita selesai meminum obatnya. Dia orang yang tidak sulit untuk minum obat. Tidak perlu harus dimasukkan ke pisang, atau makanan seperti beberapa orang.
Suasana menjadi canggung kembali setelah Kris mengambil gelas kosong dari tangan Gita. Mereka hanya diam dan sesekali saling menatap, kemudian Gita akan menjadi orang pertama yang membuang wajahnya demi memutus kontak mata.
"Eumm, Pak? Terima kasih sudah bawa saya ke sini. Maaf merepotkan. Nanti siang Dino dan Rina bakalan ke sini. Jika Bapak-"
"Berapa kali saya bilang?" Potong Kris cepat.
"Gimana Pak?" Tukas Gita bingung. Emang dia omong apa sih, sampai berapa kali?
"Kalo cuma berdua cukup panggil nama saya." Sambungnya dan mendesah pelan. "Kenapa harus selalu diingatkan berulang kali?"
"Saya nggak terbiasa. Nanti kalo biasa, pas dikantor keceplosan lagi cuma panggil nama. Padahal, kita nggak ada hubungan apa-apa, kan? Kecuali atasan dan bawahan. Bos dan jongos. Tuan dan pelayannya. Apalagi istilah yang cocok?" sembari kening Gita berkerut memikirkan istilah yang cocok
"Kamu selalu membuat semua yang mudah menjadi sulit." Kris menggeleng tidak habis pikir.
"Kalo ada yang sulit, kenapa harus dimudahkan, Pak?" Masih saja Gita berusaha membuat bosnya kesal sehingga bisa keluar dari ruangan ini sesegera mungkin. Gita sudah panas dingin jika harus berduaan lebih lama dari limitnya. Apalagi, jika Kris menuntut jawaban yang belum dia pikirkan. Tapi, kenapa juga harus dipikirkan jika dia bisa saja menolak. Gita kan, harusnya membenci Kris. Bukannya memberikan kesempatan pria itu untuk kedua kalinya memecahkan hatinya yang telah hancur.
"Bapak lebih baik pulang dan istirahat. Jangan hiraukan saya lagi. Keadaan ini hanya membuat saya semakin sulit disaat saya harus menjauhi Bapak. Mengenai jawaban saya atas pertanyaan Pak Kris tempo hari-biar kita semua nggak penasaran, jawabannya adalah tidak." Gita memaksakan diri tersenyum. "Saya tidak mau menjalin hubungan dengan Bapak seperti-aww!"
Gita memekik saat Kris memaksanya berbaring dalam sekali gerakan cepat-bahkan dalam satu kedipan mata, tubuhnya terperangkap dalam pelukan Kris yang juga ikut berbaring di ranjang yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, Ex!
Chick-LitKehidupan Gita Saraswati yang tenang, aman damai sentosa harus terusik ketika atasannya yang baru pindah ke cabangnya. Jarang tidur, sering lupa makan, bahkan sampai lupa hari dan tanggal berapa mulai terjadi dibawah kepemimpinan bos baru. Dan, yang...