"Kak, bangun." Suara seseorang yang sangat familiar terdengar dikuping Ragata. Ragata yang saat ini sedang tidur melenguh pelan sembari meraih bantal guling dan kembali melanjutkan tidurnya tanpa ingin mendengar suara itu kembali.
"Kak, bangun ih. Ini udah malam loh, Adek laper ini." Sabrina, selaku adik dari Ragata meraih bantal guling yang dipeluk Ragata sembari mencubit kencang tangan kakaknya.
Ragata yang merasa kesakitan pada tangannya langsung terbangun dan duduk sembari mengelus pelan tangannya yang kesakitan. "Kamu apaan sih, dek. Sakit tangan kakak tau nggak," ujar Ragata sembari berkata kesal.
"Lagian Adek bangunin kok nggak bangun bangun. Tidur kok kayak kebo," cerocos Sabrina kesal.
"Emang kamu udah pernah lihat kebo tidur?" Tanya Ragata dengan bingung.
"Ya belum. Kan kata orang kalau ada orang yang susah bangun, itu sama aja kayak kebo. Ya, Adek ikutin lah kata katanya." Ragata terdiam dan bergumam pelan. Matanya menatap jam di atas dinding.
"Kok nggak bangunin kakak dari tadi sih, dek?" Protes Ragata sembari terbangun dan meraih ponsel miliknya.
"Nggak tau."
"Kamu mau makan apa?" Tanya Ragata sembari memegang ponsel untuk memesan makanan dengan grab.
"Bi Inem mana?"
"Udah pulang kampung. Anaknya lahiran, jadi nggak ada yang masak buat hari ini dan tiga hari ke depan. Jadi mau makan apa?"
"Kita makan di luar malam ini ya, kak. Sabrina beneran mau keluar buat malam ini. Bosen di rumah terus."
"Ok, kita siap siap dulu."
Setelah beberapa menit bersiap siap, akhirnya Ragata dan Sabrina sudah berada di dalam mobil. Ragata mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Tadinya, pak Bambang ingin mengantar mereka berdua, tetapi Ragata lebih memilih untuk mengendarainya sendiri.
"Kita mau makan apa dek?" Tanya Ragata sembari menatap jalanan dengan fokus.
"Makan bakso?"
"Nggak mau yang lain?"
"Nanti pas pulang beli martabak ya, kak." Ragata mengangguk dan mengiyakan dengan pelan. Sampai di tempat tujuan, mereka duduk di kursi yang sudah tersedia disana.
"Pesan bakso dua mangkuk ya, pak. Terus es teh juga. Oh iya, sama kerupuk satu."
"Siap Mbak. Ditunggu sebentar ya." Ragata mengangguk dan memfokuskan pandangannya diponsel miliknya.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya bakso pesanan mereka sampai di meja mereka. Ragata memasukan enam sendok cabe sampai kuah bakso Ragata memerah. Gadis itu sangat suka dengan pedas, tapi tidak kuat pedas.
Jika memakan makan yang pedas, beberapa jam kemudian, perutnya akan kesakitan. Tapi, walaupun Ragata tidak bisa makan pedas, gadis itu tetap memakannya.
"Ih, banyak banget cabenya. Nanti sakit perut loh, kak," ujar Sabrina saat melihat kakaknya menyendok cabe yang sangat banyak.
"Nggak bakal. Kamu tenang aja."
"Ih, kakak ngeyel deh."
"Kalau nggak pedas, baksonya nggak bakal enak, dek. Kakak nggak suka makan bakso kalau nggak pedas," ujar Ragata sembari memasukan satu suapan bakso ke dalam mulutnya.
"Kakak ngeyel ih, sakit perut baru tau rasa nanti." Ragata hanya bergumam dan melanjutkan makannya. Sabrina berdecak kesal dan mulai menyantap bakso di depannya.
Hingga, bakso yang mereka pesan telah habis tak tersisa. Mereka duduk duduk sebentar sembari bercerita dan akhirnya mereka memilih untuk pulang. Sebelum pulang ke rumah, mereka membeli martabat dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Pandu!
HumorPandu Aksara, orang orang biasa memanggilnya Pandu. Seorang laki laki berumur 17 tahun yang tidak pernah tau siapa orang tua kandungnya. Ia diangkat oleh seorang wanita lembut dan penuh kasih sayang. Namanya Hana Karim. Pandu sering memanggilnya den...