🌸Hai, Pandu! Chapter Tiga Puluh Satu🌸

3.2K 473 7
                                    

"Tega lo ya sama gue. Sahabat sendiri dilempar pakai bantal. Untung wajah gue tetap ganteng," ujar Neol sembari menatap wajahnya di depan cermin. Ia menyisir rambutnya ke belakang. Lalu, ia mendekati Pandu yang masih terbaring di atas kasurnya. Ia duduk di kursi dan menatap Pandu sinis.

Pandu yang merasa pusing pun tidak ingin menanggapi ucapan Neol. Ia menaikan selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala. Menutup kedua matanya sembari menghela nafas panjang berkali-kali.

"Kok lo bisa sakit gini sih, Ndu? Pasti lo begadang terus ya? Enak banget jadi lo tau nggak. Bisa main sepuasnya. Lah gue? Main 2 jam saja sudah dimarahin sama Emak gue. Padahal kan gue laki. Main di luar berapa jam pun nggak bakal terjadi apa-apa. Lain halnya sama perempuan. Lo tau nggak gue disuruh apaan di rumah?" Pandu menggelengkan kepalanya dibalik tubuh yang ditutupi selimut.

"Gue disuruh masak tau nggak. Bukan cuman itu, gue juga disuruh cuci baju, cuci piring, sama bersihin rumah. Lama-lama gue bakal jadi anak perempuan kalau kayak gitu terus-terusan." Dibalik tubuh yang ditutupi selimut itu, Pandu tertawa kecil. Lalu, ia membuka selimut yang menutupi kepalanya. Kemudian ia menatap Neol.

"Jadi curhat nih?"

"Mungkin." Pandu tertawa kembali. Lalu, ia mengerang karena merasa pusing di kepalanya.

"Nggak bawa apa apa gitu datang ngejenguk orang sakit?"

"Sebenarnya gue nggak tau kalau lo hari ini lagi sakit. Gue datang ke sini mau ketemu Mbak gue, sekalian bawain kue disuruh Bunda. Terus Mbak Nana langsung kasih tau kalau lo lagi sakit. Sorry ya, nggak bawa apa-apa. Lo bisa makan kue yang gue bawa tadi. Bunda gue yang bikin loh, enak banget tau nggak. Dibantuin sama gue juga sih tadi pagi. Lo harus coba masakan gue. Dijamin bakal enak banget." Pandu memutar kedua matanya males. Ia menatap Neol tajam sembari berdecak kesal.

"Sumpah, lo cerewet banget anjir."

"Kan gu---"

"Mending lo diam saja deh. Kalau lo banyak ngomong, gue malah tambah sakit tau nggak."

Neol bergumam pelan, lalu melanjutkan bermain game yang sempat berhenti tadi.

Pandu menatap langit-langit kamar dengan diam. Menutup kedua matanya dan membukanya lagi. Begitu seterusnya sampai satu menit. Ia memegang lehernya yang terasa panas,  pusing di kepalanya terasa semakin menjadi.

Tadi malam, ia pulang sekitar pukul 2 pagi. Lalu, ia mandi setelah sampai di rumah sekitar beberapa menit. Kemudian, ia memilih bermain game sampai jam 5 subuh. Ia memilih shalat terlebih dahulu di mesjid dekat rumahnya.

Setelah shalat, ia memilih tidur. Hingga sekitar pukul 7 tubuhnya terasa panas dan kepalanya terasa pusing.

Sampai Elio datang untuk membangunkannya. Tetapi, ia tidak kuat untuk bangun dan ia mengeluh sakit kepada Elio. Ia menyuruh Elio untuk memanggil Hana. Namun, bukan hanya Hana yang datang ke kamarnya. Melainkan seluruh keluarga yang berada di rumah ini.

Mereka terlihat panik saat tau Pandu demam. Mereka ingin membawa Pandu ke rumah sakit. Namun Pandu tidak ingin di bawa ke sana, karena ia tidak suka bau obat yang ada di rumah sakit.

Hingga Tiar menyuruh dokter langganan keluarga untuk datang ke rumah memeriksa Pandu. Kata dokter Hans, Pandu hanya mengalami demam karena kecapean. Sebisa mungkin, Pandu harus benar-benar istrahat beberapa hari.

Hari ini, hari Senin. Jadi ia tidak berangkat sekolah. Banyak pesan dari teman-temannya menanyakan keberadaan Pandu. Namun, ia tidak kuat untuk membalas pesan-pesan itu. Jadi ia memilih untuk tidur dan mengistirahatkan tubuhnya.

Sampai Neol datang dan membuat Pandu terbangun.

Dreettt...

"Ada yang telpon tuh, Ndu." Kepala Neol bergerak sembari menunjuk ponsel Pandu yang berada di atas nakas dengan dagunya. Sedangkan tangannya masih serius dengan ponselnya sendiri.

Hai, Pandu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang