🌸Hai, Pandu! Chapter Tiga Puluh Tiga🌸

3.3K 453 8
                                    

Setelah sakit Pandu sembuh dua hari yang lalu, Hana mulai melarang laki-laki itu untuk keluar rumah. Hana menyuruhnya untuk istrahat dengan baik. Namun, yang namanya laki-laki, apalagi Pandu yang setiap hari suka keluar rumah sampai begadang, malah tambah dibuat lemas dan tidak bertenaga saat main sendirian di rumah.

Apalagi, kakak beserta istri dan kedua anaknya mulai tinggal di rumah mereka sendiri. Jadinya, Pandu hanya seorang diri di rumah. Kedua orang tuanya ada urusan di luar. Inginnya pergi bermain bersama teman-temannya malah di kurung di sini.

Lihat saja saat ini, laki-laki tampan itu sedang berbaring dengan lemas di atas kasur. Tidak ada yang ia lakukan selain tidur, makan dan melakukan kewajibannya bagi umat Rasulullah.

Ia mulai menutup matanya dan mulai tertidur. Sekitar 2 jam lebih ia tidur, akhirnya ia bangun. Kedua mata itu perlahan-lahan terbuka dan langit-langit kamar lah yang pertama ia lihat. Ia menguap sedikit lebar sembari meraih guling tidak jauh darinya. Ingin melajutkan tidur kembali, namun tidak jadi karena suara panggilan seketika terdengar.

"Halo, Assalamu'alaikum," salam Pandu dengan suara serak khas bangun tudur.

"Wa'alaikumussalam. Eh, lo baru bangun Ndu? Gila, ini jam 5 sore. Bentar lagi mau magrib loh, masa iya sih lo baru bangun jam segini." Pandu hanya bergumam. Ia terdiam sejenak sembari menatap jam di atas dinding. Ia menghela nafas panjang, lalu bangun dari tidurnya. Mengusap kedua mata yang masih mengantuk.

"Kenapa?" Rimba yang berada di seberang telepon terdiam sebentar.

"Malam ini ada kajian. Lo nggak ikut?"

"Dimana?"

"Di rumah Ustadz Firdaus kali ini."

"Kenapa nggak di mesjid?"

"Nggak tau juga. Tapi lo ikut kan?" Pandu terdiam sejenak, lalu bergumam panjang. Ia berpikir terlebih dahulu. Mungkin jika ijin untuk kajian, Hana akan mengijinkannya untuk keluar.

"Oke deh, gue ikut. Jamnya seperti biasa kan?"

"Yoi. Ya udah, gue tutup ya. Assalamu'alaikum."

"Wa'alauikumsalam." Pandu menyimpan ponselnya di atas kasur tepat di depannya.

Ia terdiam sejenak, lalu kembali meraih ponsel itu dan mengirimkan pesan kepada Hana, meminta ijin untuk keluar malam ini. Setelah menunggu jawaban dari Hana sekitar beberapa menit, akhirnya Hana membalas pesan Pandu. Dan wanita itu mengijinkannya. Dengan perasaan senang Pandu membalas pesan Hana kembali.

"Huh, akhirnya bisa keluar rumah juga. Kalau dikurung terus kayak gini, lama-lama gue bakal jadi anak rumahan beneran."

Dengan segera Pandu turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi. Ia bersiap untuk mandi terlebih dahulu. Lalu, ia akan shalat dan keluar setelahnya. Beberapa menit waktu Pandu membersihkan diri, ia keluar dari kamar dengan baju koko beserta sarung yang sudah ia pakai. Tidak lupa peci yang baru saja ia ambil dari dalam lemari.

Ia mengambil kunci motornya di atas meja. Ia akan memakai motor untuk membawanya ke tempat tujuan. Mesjid sedikit jauh dari rumah membuat ia harus membawa motornya. Ia keluar dari pekarangan rumah dan melajukan motornya menuju mesjid.

Ia shalat dengan para jamaah dan imam yang berada di depan mereka. Walau pun Pandu anak berandalan, laki-laki itu tidak pernah meninggalkan kewajibanya sebagai umat Rasulullah.

Teman-temannya pun seperti itu. Bahkan, mereka mengikuti kajian setiap satu minggu sekali dengan Ustadz Furdaus yang jadi penceramah. Ustadz Firdaus ini ayah kandung Fatimah. Karena itu lah, Pandu bisa mengenal gadis itu.

Hai, Pandu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang