🌸Hai, Pandu - Chapter Tiga Puluh Lima🌸

1.9K 331 12
                                    

Setelah shalat Isya, Ragata dengan cepat mengganti pakaiannya, karena sebentar lagi ia akan pergi ke luar bersama Pandu. Dicarinya pakaian yang cocok untuk ke luar malam ini, hingga Hoodie berwarna kuning lah yang menjadi pilihannya. Diambilnya Hoodie itu dan ditelitinya.

"Oke, yang ini pas." Setelah itu, ia meraih celana berwarna putih dan kerudung berwarna senada. Dengan segera ia mengganti pakaiannya hingga selesai. Berjalan mendekati cermin dan segera memakai bedak bayi setipis mungkin dan liptint. Setelah itu, ia memakai kerudungnya dan selesai.

Diambilnya tas yang berada di atas nakas bersamaan dengan suara ketika pintu kamar. Dengan segera ia berjalan mendekati pintu dan membukanya. Di sana sudah ada Sabrina yang berdiri di depannya.

"Kenapa, Dek?" Tanya Ragata.

"Ada kak Pandu di depan. Lagi nungguin kak Ata tuh."

"Oh ya? Ya udah deh, kakak pergi dulu ya. Mami sama Papi lagi di mana?" Tanya Ragata sembari menutup pintu kamar.

"Mami sama Papi ada di kamar."

"Tolong kasih tau ya kalau kakak mau pergi." Ragata mengecek ponselnya yang berada di dalam tas selempang terlebih dahulu. Saat dilihatnya ada ponsel di sana, ia segera menutup tas-nya.

"Kakak udah ijin kan?" Tanya Sabrina memastikan.

"Udah, dari tadi sore sih. Ya udah, kakak ke luar dulu ya."

"Beliin Sabrina martabak coklat dong kak. Ya, Sabrina pengen banget makan itu." Bibir Sabrina mengerucut pelan.

"Iya kalau kakak nggak lama pulangnya."

"Harus beli pokoknya."

"Iya deh, iya. Ya udah kakak pergi dulu ya. Bye Sabrina." Ragata berjalan menjauh, dan Sabrina hanya bergumam dengan pelan dan melangkah menuju ruang keluarga untuk nonton serial kesukaannya.

Ragata membuka pintu rumah dan berjalan ke luar mendekati Pandu yang sedang duduk di atas motornya.

"Hai, Pandu. Udah lama?" Pandu yang tadinya sedang fokus dengan ponsel dengan segera menatap Ragata.

"Lama banget, udah 30 menit gue nunggu di sini. Untung bukan 1 jam kan?" Setelah mengucapkannya, Pandu menatap Ragata sembari tersenyum dan menggoda.

"Ngapain lo lihatin gue kayak gitu. Gue tau kok kalau gue cantik." Pandu yang mendengar kepedean Ragata seketika tertawa kencang.

Tidak salah sih, Ragata memang cantik, cantik banget malam. Tapi masalahnya bukan itu yang membuat tersenyum. Ia menatap Ragata sebentar, lalu menatap ke arah dirinya lagi, tepatnya ke arah pakaian yang dikenakannya saat ini.

"Kenapa sih lo? Dari tadi senyum-senyum nggak jelas. Merinding kan gue." Mata Ragata menatap keseliling tempat, takutnya ada hantu yang berkeliaran di dekat mereka.

Pandu berdehem pelan, "lo nggak lihat pakaian lo sama pakaian gue sekarang?" Tanya Pandu sembari menahan senyum. Seketika Ragata menatap pakaiannya dan menatap pakaian Pandu setelahnya. Hingga kedua pipi Ragata memerah dan panas.

"Ngapain lo pakai Hoodie warna kuning, terus celana warna hitam? Lo ngintip gue ya makanya pakaian kita sama warnanya?" Tanya Ragata dengan ketus, namun tak ubahnya jika ia sedang malu saat ini.

"Lah, ngapain gue ngintipin lo berpakaian? Gue kan dari tadi di sini. Udah lah, mungkin kita memang sudah jodoh. Tanpa berdiskusi sebelumnya kita sudah pakai pakaian dengan warna yang sama."

"Gue mau ganti baju deh, biar nggak sama kayak lo." Saat Ragata akan berbalik, Pandu langsung menahannya.

"Apaan sih lo. Makin lama tau nggak kalau lo ganti baju lagi. Udah lah, biarin kita pakai pakaian ini. Biar orang pada tau kalau lo cuman milik gue, dan gue cuman milik lo. Ngerti kan?" Ragata terdiam dengan pipi memerah. Ia memukul pelan bahu Pandu dan setelah itu, ia langsung menaiki motor Pandu tanpa Pandu suruh.

"Bilang-bilang dong kalau mau naik, untung kita nggak jatuh." Ragata hanya bergumam untuk menjawabnya, "siap nggak Ta?"

"Siap." Sebelum motor melaju, Pandu memberikan helm untuk Ragata terlebih dahulu. Ragata pun memakai helm itu hingga selesai, "udah," ucap Ragata.

"Oke, meluncur." Motor yang dikendarai Pandu pun mulai meninggalkan pekarangan rumah Pandu dan Ragata. Diperjalanan, keduanya berbincang kecil. Sesekali tawa mereka terdengar. Tatapan Ragata mengarah ke samping di mana banyaknya kendaraan yang berlalu lalang.

Kadang, beberapa remaja seusia mereka yang sedang nongkrong di halte menyoraki keduanya. Pandu balik menyoraki dan tertawa kencang setelahnya, sedangkan Ragata hanya terdiam tanpa mengeluarkan suara.

Hingga mereka tiba di tempat tujuan, rumah Ustadz Firdaus. Di depan rumah sudah ada Fatimah yang mungkin sedang menunggu kedatangan keduanya, lebih tepatnya kedatangan Pandu. Fatimah tersenyum saat motor Pandu tiba di depan rumah, namun senyumannya seketika hilang saat ditatapnya Ragata yang berada di atas motor Pandu.

Ragata turun dari motor Pandu dan melepas helm di kepalanya. Tatapannya langsung tertuju ke arah Fatimah, tidak ada raut apapun yang diperlihatkan oleh Ragata, hanya raut datar yang terlihat.

Fatimah tersenyum tipis, namun di dalam hati berteriak kesal karena Pandu datang bersama Ragata. Di dalam hatinya bertanya, ada hubungan apa sebenarnya mereka? Tidak mungkin kan hanya tetangga saja? Atau mungkin teman?

Fatimah berdecak pelan, lalu kembali tersenyum saat Pandu dan Ragata berjalan mendekatinya.

"Ustadz Firadus-nya ada Fat?" Tanya Pandu sembari menatap ke dalam rumah. Ditangannya ada sesuatu yang ia pegang.

"Ada kak. Ayo, silahkan masuk ke dalam. Mungkin bicara di dalam lebih nyaman dari pada bicara di luar." Pandu mengangguk, kemudian ia mengajak Ragata untuk mengikutinya.

Fatimah menghela nafas panjang terlebih dahulu, lalu berjalan mengikuti kedua orang di depannya. Mereka duduk di sofa sembari menunggu Ustadz Firadus yang sedang dipanggil oleh Fatimah.

"Itu di tangan lo apaan Ndu?" Tangan Ragata menunjuk sesuatu yang dipegang oleh Pandu. Pandu mengangkat benda itu di atas.

"Oh, ini punya Ustadz Firdaus yang gue pinjam. Mau gue balikin sekarang." Ragata hanya mengangguk. Lalu, matanya beralih menatap Fatimah dan dua orang yang datang bersamanya.

Pandu seketika berdiri dan menyalami kedua orang tua Fatimah. Ragata mengikuti dari belakang. Lalu, keduanya duduk di depan Ragata dan Pandu. Sedangkan Fatimah segera menyiapkan minuman untuk keduanya.

"Eh, Pandu, teman-teman yang lainnya mana?" Tanya Ustadz Firdaus. Kening Pandu seketika mengerut, ia bergumam panjang.

"Mungkin lagi di basecamp Ustadz, saya ke sini cuman mau ngembaliin punya Ustadz yang saya pinjam kemarin." Pandu langsung mengembalikan milik Ustadz Firdaus. Di simpannya di atas meja.

"Loh, cuman mau ngembaliin ini? Kamu nggak ikut pengajian hari ini?" Pandu seketika terkejut.

"Loh, hari ini ada jadwal pengajian Ustadz?"

"Sebenarnya bukan jadwalnya sih, Ndu. Cuman, tetangga samping rumah nyuruh saya buat panggilin anak-anak yang suka pengajian di sini buat datang ke sana. Kan salah satu keluarganya baru aja ada yang meninggal. Jadi kalian diajak mengaji di sana. Saya kira kamu tau, soalnya teman-teman kamu yang lain udah bilang mau datang setelah shalat Isya," jelas Ustadz Firdaus.

"Oh, sedari siang Saya nggak buka hp Ustadz. Mungkin karena itu saya nggak tau." Ustadz Firdaus mengangguk kecil.

"Oke, nggak apa. Tapi karena kamu ada di sini, kamu mau kan ikut mengaji di sana?" Pandu tersenyum canggung, lalu ditatapnya Ragata sebentar. Ragata membalas tatapan Pandu, lalu beralih menatap Ustadz Firdaus.

"Iya, Ustadz. Tapi Saya bawa teman ya Ustadz. Nggak apa-apa kan?" Ustadz Firdaus langsung menatap Ragata. Ia tersenyum dan mengangguk.

"Iya, nggak apa-apa. Banyak orang lebih baik."

~•••••~

Hai, Pandu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang