Tiba di depan rumah Fatimah, Ragata turun dari motor, diikuti Pandu. Wajah Ragata masih terlihat cemberut seraya melepas helm di kepalanya. Pandu melepas helm di kepala seraya mengusap rambutnya ke belakang. Ia bercermin depan spion motor. Lalu, ia menatap Ragata yang saat ini sedang menatapnya.
"Udah, nggak usah cemberut gitu." Ragata mengerucutkan bibirnya kesal.
"Siapa juga yang cemberut. Biasa aja kok gue." Pandu tertawa kecil seraya mengusap kepala Ragata.
"Kelihatan dari nada bicaranya. Lagian, kalau cemburu, cemburu aja kali. Nggak usah nutupin gitu." Ragata hanya bergumam pelan. Hingga, pintu rumah Fatimah terbuka. Dan Fatimah pun keluar dari rumah dan tersenyum sembari menatap Pandu. Lalu, senyuman itu sedikit demi sedikit memudar saat matanya menatap tepat ke arah Ragata.
Ragata hanya menatap Fatimah dengan wajah datar. Fatimah berjalan mendekati Pandu dan tersenyum tipis, "hmmm, assalamu'alaikum kak Pandu, dan." ia menatap Ragata yang berada di dekat Pandu.
"Waalaikumsalam, Fatimah. Dia Ragata."
"Oh, iya. Assalamu'alaikum kak Ragata."
"Waalaikumussalam," jawab Ragata sedikit ketus. Fatimah tersenyum canggung.
"Ayo, masuk kak. Dika ada di dalam." Pandu mengikuti Fatimah yang berjalan dahulu, sebelum itu, ia mengajak Ragata untuk mengikutinya dari samping.
"Sejak kapan Dika sakit?".
"Sejak tadi siang kak. Tiba tiba aja badan Dika panas, terus menggigil gitu. Takut terjadi sesuatu, makanya Fatimah minta tolong kak Pandu." Pandu hanya mengangguk. Fatimah menatap Ragata yang saat ini berdiri dekat Pandu. Lalu, ia menatap adiknya yang saat ini terbaring lemah di atas kasur.
"Terimakasih ya kak sudah bantuin bawa Dika ke rumah sakit," ujar Fatimah sangat berterimakasih. Pandu mengangguk pelan dan tersenyum tipis.
"Iya, sama sama Fatimah." Pandu menatap jam yang berada dipergelangan tangannya. Lalu, menatap Ragata yang sedang memainkan ponselnya, "kayaknya aku harus pulang duluan deh, Fat. Ini udah mau magrib. Tapi, nggak apa apa kan kalau aku ninggalin kamu di sini?"
Fatimah tersenyum, "nggak apa apa kak. Kakak mau antarin kak Ragata ke rumahnya ya?"
"Iya nih. Kebetulan rumah kita tetanggaan. Jadi, kita pulang barengan." Fatimah mengangguk.
"Tadi, kakak sama kak Ragata pergi ke mana sebelum Fatimah telpon."
"Hmm, tadi kita pergi jalan jalan gitu."
"Oh." Fatimah tersenyum canggung seraya mengangguk.
"Ya udah deh, Fat. Aku sama Ragata pulang duluan, ya. Ta, ayo pulang." Seketika Ragata berdiri dari duduknya dan menyimpan ponsel di dalam tas, "aku pulang duluan, ya. Assalamu'alaikum Fatimah."
"Waalaikumussalam, kak."
🌸~•••~🌸
Tiba di depan rumah, Ragata langsung turun dari motor Pandu sembari melepas helm yang dipakainya. Ia memberikan helm itu ke Pandu, dan Pandu meraih helm ditangan Ragata.
"Masih manyun aja itu bibir. Senyum kek, biar tambah cantik," ujar Pandu sembari menggoda Ragata. Ragata hanya bergumam pelan, lalu menatap jam dipergelangan tangannya.
"Bentar lagi mau adzan magrib. Lo nggak mau pulang?" Tanpa ingin menjawab ucapan Pandu, Ragata malah mengusir laki laki itu sehalus mungkin.
"Eleh." Pandu tertawa setelahnya, "jadi ngusir nih?"
"Gue nggak ngusir, ya. Gue kan cuman ngingatin lo kalau waktu magrib bentar lagi tiba," ngelak Ragata. Pandu kembali tertawa kecil.
"Kayak gini ya ternyata kalau seorang Ragata cemburu. Pengen senyum terus gue anjir. Gemes gue sama lo. Pengen cepat cepat jadiin istri deh." Seketika pipi Ragata terasa panas. Ia dengan segera menatap ke samping dan berdehen pelan. Ia dengan sekuat tenaga menahan senyum bahagia ketika mendengar ucapan Pandu.
Lalu, sedetik kemudian ia menatap Pandu sembari berdecak, "udah, pergi lo sana." Ia mendorong bahu Pandu pelan.
"Belum mau pulang gue. Gue mau lihatin lo sampe depan pintu, baru gue masuk rumah. Udah, sana, masuk." Ragata terdiam sejenak, ia menatap Pandu terlebih dahulu. Pandu ikut menatap Ragata, ia menggerakkan kepalanya menyuruh Ragata untuk masuk ke rumahnya.
"Gue masuk dulu, Ndu. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam, Ragata." Setelah Ragata masuk ke dalam rumah, ia langsung melajukan motornya masuk ke dalam pekarangan rumahnya sendiri.
Ia turun dari motor sembari menyampirkan tas punggungnya ke bahu kanan. Berjalan dengan tangan memutar-mutarkan kunci motor.
Saat ia masuk ke dalam rumah, suara berisik beberapa anak terdengar. Mungkin para keponakannya ada di rumah. Dan benar saja, di ruang tamu, ketiga keponakannya sedang bermain bersama. Mereka menghentikan mainnya dan menatap Pandu yang berdiri tak jauh dari mereka. Seketika, mereka berdiri dan berlari ke arah Pandu.
"Om, Pandu." Mereka menubruk tubuh tinggi omnya tersebut.
"Buset, pelan pelan, woi. Nanti jatuh."
"Om, Elio mau digendong."
"Anita juga, Om. Anita mau digendong."
"Geo juga, Om." Tangan mereka menjulur ke depan meminta Pandu untuk menggendong mereka.
Pandu meraih Elio dan Anita untuk digendongnya dibagian kiri dan kanannya. Sedangkan Geo, ia menyuruh keponakannya itu untuk naik ke belakang punggungnya.
"Yeee, asik, digendong Om Pandu." Pandu berjalan menaiki tangga pelan.
"Pegang yang kencang, dek. Nanti jatuh." Seketika Geo yang berada di belakang mengencangkan pelukannya di leher Pandu.
"Ohok, Geo, Om nggak bisa nafas, astaga. Jangan terlalu kencang napa."
"Katanya disuruh pegang yang kencang, udah dipegang yang kencang malah marah, " protes Geo.
"Tapi jangan terlalu kencang, Geo. Sesak nafas Om nanti. Terus Om masuk rumah sakit. Kasihan kak Ragata nanti nangis-nangis gara-gara Om masuk rumah sakit. Om kan calon suaminya."
"Suami itu apa, Om?" Tanya Elio penasaran.
"Suami itu, orang yang udah, udah..."
"Udah apa, Om."
"Udah tua."
"Berarti Om juga suami?" Tanya Anita.
"Bukan."
"Kan katanya suami itu yang udah tua."
"Bukan gitu. Emang muka Om keliatan tua? Padahal masih muda dan ganteng gini."
"Om, emang udah tua. Rambut Om aja udah ada yang warna putih di depan. Seharusnya Om jangan dipanggil Om, seharusnya Om dipanggil Kakek karena udah tua." Seketika Pandu menatap Anita dengan wajah datar.
"Dosa apa gue punya ponakan kayak gini ya Allah. Semoga aja, anak gue sama Ragata nanti nggak kayak gini. Aamiin."
🌸~•••~🌸
Up dua kali untuk hari ini🌸
![](https://img.wattpad.com/cover/258483923-288-k166361.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Pandu!
HumorPandu Aksara, orang orang biasa memanggilnya Pandu. Seorang laki laki berumur 17 tahun yang tidak pernah tau siapa orang tua kandungnya. Ia diangkat oleh seorang wanita lembut dan penuh kasih sayang. Namanya Hana Karim. Pandu sering memanggilnya den...