2. Terpasang Jerat Halus

87 11 0
                                    

Laki-laki jangkung itu terlihat sibuk dengan beberapa kertas di hadapannya. Sesekali matanya melirik ke kertas lalu ke laptop secara bergantian.

Bibirnya menyunggingkan senyum saat melihat laporan penjualan barang dagangan dalam satu periode ini. Rupanya konsep yang dia usulkan pada rapat tahun lalu tidak sia-sia. Benar-benar membuahkan hasil.

Menghela napas, laki-laki itu menatap jam dinding. Pukul lima sore, artinya tiga puluh menit lalu jam pulang.

Lagi-lagi dia lupa pada waktu. Entah mengapa, pekerjaan ini membuatnya nyaman hingga lupa waktu istirahat dan pulang. Seperti terpasang jerat halus oleh waktu, membuat dia tertipu oleh cerahnya sinar mentari di luar sana, menganggap masih siang. Mungkin kantor sudah sepi sekarang.

Memasukkan laptop dan berkas ke dalam tas, dia melangkah menuju ruang bosnya, bersiap memberikan laporan penjualan yang sudah dia print out pada atasan.

***

Berbeda dengan suasana di pedesaan dahulu, tinggal di kota lebih jarang mendengar gosipan. Walau tidak bisa dibilang benar-benar tidak ada, setidaknya tidak seburuk di desa.

Di kota, pulang terlambat bukan masalah. Namun, jangan ditanya jika di desa. Laki-laki atau perempuan yang belum menikah, pulang lewat pukul 6 sore saja tetangga sudah menatap sinis, mulut komat-kamit, siap meluncurkan aksi setelah sang objek pergi.

Terutama seperti Arka, belum menikah di usianya yang menginjak 24 tahun, sering lupa waktu saat bekerja atau masih mampir sana-sini saat pulang. Sudah pasti tetangga di desa akan sangat senang, berkumpul di teras rumah, bergosip ria sesama komunitas pergosipan.

Sebenarnya, Arka bisa menempuh jarak tempat kerja ke kompleks dalam waktu singkat. Namun, saat perjalanan pulang tadi, dia tidak sengaja bertemu seorang kakek yang motornya macet.

Berurusan dengan motor memang bukan pekerjaan Arka, tetapi sedikit banyak dia paham mengenai mesin, mengingat pernah belajar mekanik bersama kakeknya saat di desa dahulu.

Tidak banyak, hanya sebagian kecil, seperti melihat masalah jika motor tidak menyala, memperbaiki selang bensin yang tersumbat, dan hal-hal ringan lain.

Jika sudah berhubungan dengan kerusakan dalam, Arka hanya bisa membongkar, untuk memperbaikinya masih perlu dipertanyakan.

Sejak kecil tinggal di desa, baru pindah ke kota bersama orang tua setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas. Sejak saat itu pula, dia jarang pergi ke desa.

Terakhir kali pergi ke desa sekitar tujuh tahun lalu, saat kakeknya meninggal. Kakek yang mengajarinya sebagian kecil ilmu mekanik.

Sebenarnya Arka sedikit berat meninggalkan sang nenek seorang diri di desa. Namun, sang nenek meyakinkannya bahwa beliau bisa menjaga diri. Arka pun sedikit demi sedikit mulai percaya, mengingat neneknya sangat hati-hati dalam melakukan sesuatu. Ditambah lagi, firasat neneknya terbilang sangat kuat.

Kepercayaannya pada primbon membuat neneknya beberapa kali selamat dari marabahaya. Salah satu contohnya saat sang nenek diundang dalam acara pernikahan di desa tetangga.

Nenek tidak jadi pergi setelah menghitung weton hari yang katanya kurang baik. Arka awalnya menganggap sang nenek hanya malas, tetapi keesokan harinya ada kabar tentang jembatan gantung yang merupakan akses terdekat menuju desa tetangga putus, membuat beberapa orang yang kebetulan tengah melintas hanyut terbawa arus sungai.

Ah, Arka jadi merindukan nenek, tetapi dia jarang bisa libur bekerja.

"Sudah pulang, Arka?"

Baru memasuki rumah, Arka disambut sang ibu yang tengah duduk di ruang tengah membaca majalah.

"Iya, Ma," sahut Arka sebelum akhirnya pergi ke kamar setelah menyalami tangan sang ibu.[]

Ketika Primbon BersabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang