Arka hanya membawa Nek Misti ke bawah pohon mangga yang tertanam di depan rumah, sekadar mencari angin karena di dalam terasa sangat panas.
"Arka, itu Yeni. Pasti dia mau berangkat kerja."
Arka menoleh, menatap seorang gadis yang mengendarai motor matic. Motor yang berbeda dengan saat dia bertemu di insiden kecelakaan waktu itu. Arka tersenyum tipis melihatnya, entah mengapa seperti ada dorongan yang membuat hatinya sedikit bahagia.
"Gimana kalau kamu cari tau tentang Yeni, siapa tau cocok. Atau langsung aja deketin dia." Nek Misti terlihat santai, masih menatap lalu-lalang kendaraan yang tidak ramai di depannya tanpa memedulikan Arka yang sudah melotot kaget.
"Ma-maksud Nenek?"
Nek Misti menyunggingkan senyum tipis. "Nenek tau kamu paham apa yang Nenek maksud, Ka."
Arka terdiam, menatap kursi roda nenek di hadapannya. Otaknya berpikir keras, mencari sesuatu yang bisa dia utarakan. Entah itu persetujuan atau sebaliknya.
Dia memang belum menemukan gadis yang pas, tetapi pilihan nenek sendiri bisa dibilang belum Arka kenal. Mereka sekadar teman masa kecil yang terlupakan saat sudah dewasa. Dia dan Yeni tidak bagaikan sama lebur sama binasa. Buktinya, sekarang saja sudah lupa. Arka sendiri yakin, jika dalam satu ruangan hanya ada dia dan Yeni, salah satunya akan mati bosan. Terlalu canggung.
Jangankan berbicara, saat Yeni mengantar makanan tadi saja dia tak mampu berkata-kata. Hanya menatap wajah bulat itu dalam diam, memperhatikan segala gerak-geriknya, tersenyum canggung saat Yeni menatap usai mengucap permisi. Tadi saja dirinya tidak disebut saat Yeni pamit undur diri. Entah apa yang akan terjadi jika dia mendekatinya nanti.
***
Usai kembali mengantar nenek ke kamar, Arka kembali ke luar, melihat-lihat apa yang bisa mengganjal rasa laparnya. Dia sangat malas makan nasi.Melihat ada kue dari Yeni tadi berada di meja, Arka langsung meraih sepotong, mencicipinya sedikit untuk menguji rasa. Enak. Rasa manisnya pas, sesuai selera Arka.
Setelah menghabiskan beberapa potong, Arka membawa sepotong lagi untuk duduk di teras seperti biasanya sambil menikmati angin sepoi-sepoi dari sawah yang berada di kiri rumah neneknya, terpisah oleh jalan kecil.
"Masih mikirin soal mau nikah sama siapa?" Rudi tiba-tiba saja berdiri di sampingnya, ikut duduk di salah satu kursi kosong di teras.
Menelan kue yang dikunyah, Arka membalas, "Udah ada pilihan, tapi Arka masih mau pastiin sesuai kriteria apa nggak."
Rudi terlihat terpana, terbaca dari ekspresinya yang terkejut sambil membalik kursi menghadap penuh ke arah Arka. "Seriusan kamu? Siapa? Kenalin ke Papa dulu sini sebelum ke Nenek."
"Justru ini Nenek yang minta, Pa. Dia saranin cewek ini untuk Arka."
Rudi menaikkan sebelah alisnya disusul kekehan kecil. "Terus kamu langsung setuju gitu aja? Gimana kalau nanti sikap cewek itu berbanding terbalik dari yang kamu mau?"
"Ya, nggak juga, Pa. Arka mau cari tau tentang cewek itu dulu."
"Cara terbaik untuk tau karakter orang itu dekatin, Ka, bukan diliatin."
Arka mendengkus. Itu dia yang sedang dia pikirkan sejak tadi. Memikirkan bagaimana cara mendekati gadis pilihan neneknya. Tidak mungkin jika tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba dia datang ke rumahnya, mengajak berkenalan, berbasa-basi sedikit.
Astaga, trik yang sangat basi. Arka ingin sesuatu yang baru. Sesuatu yang sesuai dengan dirinya, bukan mengikuti cara pendekatan di sinetron, tetapi bagaimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Primbon Bersabda
ChickLitCerita inu dipersembahkan untuk event internal @PseuCom. IPEN AA Mau nikah, tiba-tiba ada primbon nyempil di tengah. Weton nggak cocok lah, arah rumah ngga bagus lah, hari kurang baik, ini, itu, blablabla. Terlalu percaya primbon, jangankan pikiran...