21. Sudah Biasa Makan Emping

18 11 0
                                    

Bab 21: Sudah Biasa Makan Emping

"Makasih, ya, Arka." Yeni turun dari mobil Arka. Laki-laki itu hanya tersenyum tipis dan memutar arah mobil.

Saat pulang kerja tadi, Arka lagi-lagi tanpa sengaja bertemu Yeni di jalan. Gadis itu terlihat kebingungan, menoleh ke sana kemari di jalanan yang cukup sepi jika memasuki pukul 6 sore.

Arka yang tidak tega mengabaikan langsung menepikan mobil, bertanya ada masalah apa.

Lagi-lagi motor Yeni bermasalah. Jika waktu itu busi, kali ini bannya bocor. Arka langsung membantu Yeni untuk membawa motornya ke bengkel terdekat, tetapi antrean untuk kendaraan yang perlu diperbaiki, ditambah kekurangan tenaga kerja, butuh banyak waktu untuk motor Yeni selesai, sementara Yeni harus secepatnya tiba di SPBU untuk bekerja.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, Arka menawarkan bantuan untuk mengantar gadis itu hingga ke SPBU. Untuk masalah motor, tadinya Arka ingin membantunya lagi, meminta bantuan temannya untuk membawa motor Yeni jika selesai diperbaiki. Namun, Yeni menolak. Gadis itu bilang dia akan meminta temannya mengantar ke bengkel sepulang kerja esok pagi.

***

Laki-laki jangkung itu memasuki rumah yang terlihat sepi. Tadi dia hanya mendapati sang ayah di ruang tamu sendirian. Ayahnya bilang, sang ibu tengah pergi arisan, tadi dijemput temannya.

Baru saja Arka mengganti baju, hendak menghampiri Rudi di depan, tetapi pintu kamarnya terlebih dahulu dibuka, menampilkan figur ibunya yang menatap tajam.

"Ikut Mama!" serunya ketus.

Mendengkus sebal, Arka hanya mengekor di belakang. Dia yakin sang ibu akan memarahinya habis-habisan setelah ini.

Saat mengantar Yeni ke SPBU tadi, tanpa sengaja dia bertemu Tina yang berada di dalam mobil hitam bersama beberapa ibu-ibu.

Dia sudah bisa menebak, tiba di rumah akan diamuk wanita itu. Terlebih, saat tanpa sengaja bertatapan dengan Tina, Arka langsung mengalihkan pandangan, pura-pura tidak melihat sang ibu.

Mereka duduk di kursi rotan ruang tamu, tepat di dekat Rudi. Raut wajah Tina sangat tak sedap dipandang, dengan mata melotot dan bibir manyun.

Wanita itu berkacak pinggang di depan menghadap suami dan anaknya. "Udah berapa kali Mama bilang? Jangan berhubungan sama cewek kampung itu lagi! Kamu ngeyel banget dikasih tau. Didikan Papa, nih, manjain anak terus. Jadi kayak gini Arka, mulai berani lawan Mama."

Masih mendengarkan, Arka enggan untuk menjawab. Bisa-bisa tidak akan selesai. Tina akan mengomel semakin panjang. Membiarkan wanita itu mengomel sampai selesai lebih baik daripada membuat pembelaan.

"Mama ini sudah biasa makan emping, Arka. Kamu nggak usah raguin pilihan Mama. Mama udah banyak pengalaman jodoh-jodohin orang, mereka pada cocok. Kenapa kamu nggak paham-paham, sih? Tetap aja pilih Yeni, Yeni, Yeni! Cewek kampung itu."

"Ma, di sini yang mau nikah itu Arka, Mama nggak usah jodoh-jodohin anak. Mama kenapa, sih, datang-datang langsung marah gini," Rudi yang merasa terganggu dengan ocehan istrinya langsung merespons.

Menoleh ke arah Rudi, Tina mendengkus kesal. "Papa tau nggak? Anak Papa ini, tadi Mama ketemu dia di SPBU nganter si Yeni yang mau kerja ke sana. Nggak banget, udah kayak sopir."

"Ya, biarin aja, Ma. Memangnya kenapa kalau Arka ngantar Yeni? Lagi pula, kalau Arka sukanya Yeni, Mama bisa apa? Udahlah, nggak usah jodoh-jodohin anak, kasihan anak kalau harus diatur masa depannya." Rudi masuk ke dalam kamar setelah meluapkan kekesalannya.

Dia sendiri tak habis pikir, apa tujuan Tina menjodohkan Arka sampai memaksa seperti ini? Memang benar selama ini Tina sering menjodohkan orang-orang. Namun, yang Tina jodohkan itu kategori janda, bukan perjaka. Tentu saja tidak sama.

Ketika Primbon BersabdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang